Frase istilah gula gending atau jika merujuk pada frase aslinya yang bersumber dari bahasa masyarakat Sasak di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, gule gending, mungkin masih banyak masyarakat nusantara yang belum (pernah) mendengar tradisi budaya unik yang lahir di Lombok, Nusa Tenggara Barat tersebut.
Berdasarkan kata pembentuknya, gule (Gula) dan gending (menabuh), keduanya merujuk pada dua hal yang menjadi obyek sentral dari frase gula gending itu sendiri, yaitu gula/gule yang merujuk pada produk manisan atau gulali berwujud seperti rambut atau serabut yang umumnya berwarna merah muda atau putih kecoklatan.
Sering juga disebut sebagai jaja rambok (jajan uban) yang di beberapa daerah juga dikenal dengan beberapa sebutan, seperti gula kapas, permen kapas, harum manis atau ada juga yang mengenalnya sebagai  cotton candy. Kalau di daerahmu apa namanya kawan?
Selain berfungsi sebagai penambah daya tarik alias media pemberi tahu kepada masyarakat akan kehadirannya, pukulan penjual gula gending pada tangka' yang menghasilkan harmoni suara nan unik, khas dan menghibur itu juga berfungsi sebagai tanda bahwa harum manis yang dijualnya masih ada.
Jadi, jika menyebut gula gending, bisa bermakna dua hal, yaitu sebagai (makanan) harum manis dan sebagai (seni tradisi) menabuh tangka' untuk menarik perhatian para calon pembeli harum manis.
Asal usul Gula Gending
Warisan budaya instrumen gula gending atau biasa disebut rombong atau juga tangka', khas masyarakat Sasak di Pulau Lombok yang sekarang kita kenal setelah terdiaspora ke seluruh penjuru nusantara, menurut I Nyoman Triyanuartha dalam makalah hasil penelitiannya "Eksistensi Gula Gending di dalam Dinamika Budaya Lombok", awalnya merupakan kreasi dari almarhum Amaq Sakidep, warga Desa Kembang Kerang, Lombok Timur sejak sebelum era kemerdekaan Republik Indonesia.
Hanya saja, meskipun sama-sama digendong dengan menggunakan seutas tali atau kain, ada sedikit perbedaan antara instrumen gula gending karya almarhum Amaq Sakidep yang dibuat pada masa sebelum kemerdekaan dengan instrumen gula gending yang kita kenal sekarang.
Hanya saja, mungkin karena dinilai tidak efektif dan efisien, peran dan fungsi instrumen rincik berikut pemainnya secara perlahan dalam perjalanannya mulai terpinggirkan dan sebagai pengganti, akhirnya jumlah kotak sumber suara ditambah menjadi 6 seperti yang kita saksikan saat ini.
Keunikan cara memainkan berikut harmoni bunyi yang tercipta dari desain instrument tangka' baru dengan 6 (enam) kotak sumber suara yang notasinya ternyata acak alias tidak berurutan tersebut, kemudian menarik banyak kalangan untuk menjadikannya sebagai media berkesenian sekaligus komoditas hiburan.
Berikutnya, selain tetap menjalani profesi sebagai penjual gula gending, pada saat-saat tertentu, banyak diantara mereka juga menjadi pemain instrument gula gending/tangka' professional yang dibayar khusus untuk memainkan alat musik tersebut, baik di berbagai hajatan keluarga maupun pemerintah, bahkan juga pagelaran seni untuk menghibur wisatawan di hotel-hotel berbintang. Â Â
Memang tidak ada catatan resmi sebagai rujukan terkait sejak kapan produk budaya gula gending dari Lombok tersebut masuk ke Kota Banjarmasin dan juga Kalimantan Selatan, mungkin juga ke berbagai daerah di nusantara!?
Tapi berdasarkan ingatan kolektif masyarakat secara umum, sebagain besar mengatakan sudah sejak lama penjual gula gending yang di Banjarmasin disebut gulali ini terlihat keliling dari kampung-ke kampung di Kota 1000 Sungai dengan cara hanya dengan berjalan kaki yang memang menjadi ciri khasnya.
Beruntung, dari dua penjual gula gending yang sering terlihat menjajakan dagangannya di seputar komplek perumahan tempat tinggal saya, keduanya yang kebetulan berdagang dengan cara berbeda, yaitu satu tetap menjaga tradisi dengan hanya berjalan kaki, sedang satunya lagi menjajakan gula gending dengan naik sepeda sederhana, keduanya mau berbagi rahasia dapur usaha gula gending yang mereka geluti di Kota 1000 Sungai.
Khusus untuk usia, ini menarik! Fakta usia mereka yang masih dibawah 25 tahun sepertinya menjadi antithesis dari beberapa artikel dan juga penelitian terkait gula gending di daerah asalnya, Lombok yang sekarang relative jarang dijumpai dan kalaupun ada umumnya menyisakan pedagang-pedagang yang sudah lanjut usia.
Selain untuk mencari penghasilan (perbaikan ekonomi) yang dikampung halaman mereka kesempatan dan peluangnya sudah sangat sulit, mereka menjadikan berjualan gula gending sebagai media "batu loncatan" untuk peluang-peluang usaha yang lainnya dan terakhir, mereka juga ingin masyarakat di luar Lombok mengenal tradisi unik mereka, gula gending!
Menurut mereka, biasanya diantara mereka ada yang senior atau yang paling lama merantau ke Kota 1000 Sungai dan biasanya "dianggap" sukses, mereka juga yang biasanya mengabarkan ke kampung halaman terkait kemungkinan tetangga atau saudara yang belum mepunyai pekerjaan bisa ikut merantau ke Kota 1000 Sungai untuk ikut berjualan gula gending.
Sekedar informasi, sepertinya jalur "gula gending" ini juga yang akhirnya membawa tradisi kulineran dari Lombok lainnya, akhirnya juga ikut menyeberang ke Kota 1000 Sungai secara massive, terlebih setelah bencana alam gempa bumi dan tsunami meluluhlantakkan Lombok beberapa waktu yang lalu, yaitu es kelapa muda NTB dengan ciri khasnya yang berasa asam segar yang saat ini menguasai jalanan Kota 1000 Sungai dan juga sebagian besar trans Kalimantan.
Untuk teknis berjualan, sepertinya Zul dan kawan-kawan lebih memilih untuk logis dan pragmatis. Jika secara tradisi, penjaja gula gending biasa keluar masuk-kampung, sekarang mereka juga sering terlihat berjualan di lapak pasar-pasar tradisional, meskipun hanya pada hari-hari tertentu atau hari pasar saja.
Begitu juga dengan penggunaan alat transportasi, seperti sepeda yang digunakan oleh Raul berkeliling kampung, sebelumnya juga tidak pernah dijumpai didaerah asalnya, Lombok.
Kecerdasan melakukan diversifikasi produk ini, juga bentuk pemaksimalan fungsi 6 (enam) kotak tanpa tutup dibagian sisi luar tangkaq yang awalnya 5 (lima) diantaranya berfungsi sebagai sumber bunyi dan 1 (satu) kotak sebagai wadah multifungsi, menjadi kotak multifungsi kesemuanya.
Semoga bermanfaat!
Salam dari Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H