"Si Galuh Putri Malu, batu intan dalam keadaan mentah atau jual seadanya menurut istilah Urang Banjar, harga tiga miliar memang sudah pantas!"
Menemukan Si Galuh!
Kejadian Selasa sore tanggal 1 Januari 2008 di lokasi tambang tradisional Desa Antaraku, Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar, Â seumur hidup pasti tidak akan pernah dilupakan oleh H. Israniansyah atau lebih akrab dikiau (dipanggil;bhs Banjar) Haji Isra.
Bagaimana tidak, ketika hendak memeriksa mesin penyedot lumpur miliknya yang mendadak mati, tiba-tiba pandangan sidin (beliau;Bhs Banjar) menangkap kilatan cahaya dari sebutir batu sebesar pentol bakso yang berada di lenggangan atau alat untuk melenggang/menyortir batu dan pasir secara manual.
Begitu batu berwarna biru keabu-abuan itu digenggam, sidin segera menyadari kalau batu itu ternyata bukan batu biasa, tapi sebutir galuh (gadis;Bhs Banjar, kata ganti untuk menyebut intan yang tabu/pamali disebutkan di area pertambangan) dengan ukuran cukup besar. Serta merta sidin langsung bersujud syukur sambil terus memuji-muji Sang Khaliq. Â
Baca juga : Mengenang "Putri Malu", Batu Intan Terbesar yang Pernah Ditemukan di Indonesia Bahkan Asia!
Memang, para pendulang-penambang  di kawasan pendulangan intan di Kabupaten Banjar dan Banjarbaru sudah biasa menemukan intan, tapi kisarannya antara sebesar butir pasir/beras atau maksimal sampai sekitar 20 karat saja. Sudah pasti!Â
Temuan batu intan yang besar dan beratnya melebihi rekor penemuan intan terbesar sebelumnya, yaitu intan Tri Sakti pada 26 Agustus 1965 lalu itu langsung mengebohkan seantero Kalimantan Selatan.
Si Galuh Menuju Peruntungannya!
Tidak mau mengulangi nasib intan Tri Sakti yang sampai sekarang tidak diketahui rimbanya, sehingga nasib para penemunya juga relatif tidak mengalami perubahan yang signifikan, khususnya dalam hal ekonomi pasca penemuan Tri Sakti.
Haji Isra sebagai pemegang mandat penguasaan galuh Putri Malu dari kelompoknya yang menemukannya, cenderung lebih berhati-hati dalam memperlakukan galuh Putri Malu, termasuk dalam hal publikasi dan juga tidak lanjut pengolahan batu mulia yang dikenal super keras tersebut.
Baca Juga : Â Membanding Tanzanite dan Intan Tri Sakti, Sama-sama Supermahal tapi Beda Misteriusnya!Â
Menurut Haji Lihan, Â alasan memboyong intan yang masih berwarna abu abu kehitaman ini ke Jerman, karena kalau diolah di Martapura, berat bersihnya hanya sekitar 110 karat. Tapi di Jerman, bisa didapatkan 120 - 130 karat dengan kualitas sangat bagus, jadi hasilnya bisa jauh lebih mahal.Â
Hanya tiga miliar?
Bagi para penemunya, Haji Isra dan kawan-kawan yang sedari awal memang cenderung akan melepas Si Galuh Putri Malu dalam keadaan mentah atau jual seadanya menurut istilah Urang Banjar, harga tiga miliar memang sudah pantas!Â
Selain dijual dalam keadaan masih mentah, alasan Haji Isra adalah kelompok mereka mengaku khawatir kalau dikupas atau diolah sembarangan nantinya warna Si Galuh hasilnya justeru tidak sebagus harapannya, hal ini didasari fakta Si Galuh yang menurutnya memang sangat keras dan teknologi lokal,  konon saat itu masih belum bisa mengolah dengan hasil lebih maksimal.
Bener juga ya! Meskipun sekarang keberadaan batu mulia yang sampai detik ini masih tercatat sebagai temuan terbesar di Indonesia, bahkan juga sampai di level Asia ini juga tidak diketahui rimbanya.
Entah sudah dijual kepada tangan kesekian atau justru sudah dipotong-potong sesuai keperluan untuk perhiasan super mahal dengan harga jual lebih mahal berkali lipat, tapi karena besaran tali asih yang didapat oleh para penemunya sudah clear dari awal.
Makanya semua adem-adem saja dan para pendulang-penambang tetap damai dan terus menambang dan menambang, berharap kepadaNya besok akan kembali menemukan galuh-galuh lain yang lebih cantik dan lebih besar.
Semoga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H