Oya, sekedar informasi saja! Pada nama "Sungai Tatah Belayung", sebenarnya ada pengulangan kata dengan makna yang setara atau relatif sama walaupun kosakatanya berbeda, yaitu pada kata sungai dan tatah. Dalam pemahaman asli Urang Banjar, kata tatah artinya adalah saluran air/canal buatan yang muaranya ke sungai atau Anjir (saluran air/canal yang tingkatannya lebih besar dari tatah tapi lebih kecil dari sungai) yang dibuat untuk menyalurkan air ke lahan pertanian milik kelompok atau bubuhan tertentu.Â
 Biasanya, kami umpat kai (ikut kakek) tapi dengan menaiki jukung (perahu kecil khas Banjar) sendiri, terpisah dengan jukung kai untuk basambang memanen ikan-ikan Sepat (Trichopodus trichopterus) dari dalam tampiray ini, karena sidin (beliau;bahasa Banjar) lah yang mengetahui spot-spot lokasi tampiray diletakkan di sepanjang Sungai Tatah Belayung yang totalnya lebih dari 50 (lima puluh) buah.
Sungai Belayung atau Sungai Tatah Belayung yang melintasi kampung kai ini, lebarnya antara 2-3 meter saja dan akan melebar sampai puluhan meter ketika mendekati muaranya di Sungai Martapura. Kiri kananya, selain sebagian besar merupakan lahan sawah rawa lebak, juga terdapat rawa-rawa dangkal dan sedang yang biasa ditumbuhi tanaman-tanaman rawa berdaun hijau segar seperti Jariangau (Acorus calamus L. Acoraceae), batang  talipuk atau batang bunga teratai (Nymphae  pubescens Willd), Genjer (Limnocharis  flava), Kalakai atau pakis (Stechnolaena palustris), supan-supan (Neptunia oleracea) dan banyak lagi yang lainnya.Â
Tampiray milik kai yang terbuat darai kawat ram yang dilengkapi dengan pelampung berupa botol minuman kosong yang sebenarnya merupakan bentuk modern dari bubu yang terbuat dari bambu itu dipasang semi permanen, artinya tetap diletakkan dilokasi tersebut tanpa dipindah-pindah lagi, kecuali jika beberapa kali mamutiki ternyata tampiray tidak menghasilkan ikan, maka tampiray akan dipindah ke lokasi lain yang diperkirakan ada ikannya.Â
Hebatnya, kai tidak memerlukan catatan untuk mengingat spot-spot lokasi tampairay diletakkan disepanjang sungai! Â
Biasanya, kai mamutiki ikan dari tampiray ini pada pagi hari setelah shalat Dhuha dan sore setelah Ashar, tapi kalau keuyuhan (kecapekan;bahasa Banjar) biasanya sekali saja mamutiki-nya, bisa pagi atau sore. Nah, waktu mamutiki sore hari inilah yang paling asyik untuk basambang!Â
Hanya saja, husus untuk memanen sore ini, jika hasilnya banyak maka tidak semua tampiray diangkat untuk dipanen ikannya, karena waktunya pasti tidak cukup. Bagi Kai, pantang untuk melanggar waktu shalat lima waktu. Masha Allah!
Menurut saya, momen paling seru dari basambang ikut kai ini adalah saat mengangkat tampiray yang mengapung di permukaan sungai atau rawa, apalagi jika banyak ikan yang terjebak di dalamnya. Wooooow, ini baru yang namanya basambang alias ngabuburit  gaes! Selain itu, menikmati perjalanan di sepanjang sungai yang disuguhi hijaunya vegetasi tanaman rawa yang khas dan unik, juga bisa bikin fresh mata dan pikiran lho. Seru banget dah!