Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Memahami Silaturahmi sebagai Kebutuhan dari Kisah Hanacaraka

1 Mei 2020   14:35 Diperbarui: 1 Mei 2020   14:56 8184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media Silaturami Virtual | wixsite.com

Ha Na Ca Ra Ka
Da Ta Sa Wa La
Pa Dha Ja Ya Nya
Ma Ga Ba Tha Nga 

Beruntunglah kita ditakdirkan hidup di bumi nusantara yang sarat dengan kisah mite atau mitos, legenda, fabel, sage, epos dan beragam cerita dongeng jenaka atau apapun namanya yang selalu bisa menjadi teman bagi kita untuk bercermin sekaligus belajar mengenal dunia berikut isinya melalui berbagai hikmah yang dikandungnya.

Salah satu kisah legenda nusantara sarat hikmah yang tetap aktual dalam  situasi dan juga aktifitas "muamallah" di era milenial sekarang adalah kisah Carakan atau Hanacaraka yang kelak kita kenal sebagai susunan karakter aksara Dentawyanjana atau huruf Jawa seperti diatas yang sangat populer di Pulau Jawa dan Bali.

Sejatinya, 20 aksara Dentawyanjana atau huruf Jawa yang kita kenal sejauh ini bukanlah sekumpulan aksara yang hanya bisa dipakai oleh cerdik pandai dan para pujangga Jawa dimasa lalu untuk menyusun kata dan kalimat sebagai media perekam peradaban, termasuk  berbagai ilmu pengetahuan masyarakat Jawa dimasa lalu belaka.

Hanacaraka Bali |terunaterunidps.com
Hanacaraka Bali |terunaterunidps.com

Ini luar biasanya! 

Susunan dari 20 (dua puluh) aksara yang terbagi rata menjadi 4 (empat) baris atau lajur ini, bila dibaca dan dilafalkan per-baris maka masing-masing akan membentuk sekalimat syair berbahasa Jawa yang sarat makna, dan bila keempat kalimat syair tersebut dirangkai, maka akan terbentuk sebuah kisah menakjubkan yang kita kenal sebagai legenda Hanacaraka yang memuat kisah dua orang abdi dalem Prabu Ajisaka, raja Kerajaan Medang Kamulan.

Kalimat syair, baris pertama dalam bahasa Jawa lugas bisa dirangkai menjadi hana caraka yang berarti “ada utusan”. Kalimat syair selanjutnya, adalah data sawala yang artinya “saling berkelahi”, padha jayanya berarti “sama kuatnya” dan maga bathanga yang berarti “(akhirnya) sama-sama mati”

Jika dirangkai, maka kalimat syairnya menjadi sebagai berikut, 

Ada dua utusan 

Saling berkelahi. 

Sama kuatnya, 

Sama-sama mati.

Dalam susunan kalimat yang lebih lugas dan fleksibel bisa dirangkai menjadi 

"Ada dua utusan yang saling berkelahi, tapi karena sama kuatnya (memegang prinsip dan kesaktiannya), mereka berduapun sama-sama mati".

Hikmahnya?

Menurut legenda, kisah lengkapnya berawal dari pengembaraan seorang anak muda sakti bernama Ajisaka, bersama asistennya yang sangat setia bernama Dora ke Kerajaan Medang Kamulan untuk menghentikan kebiasaan kanibal Sang Raja Prabu Dewata Cengkar yang suka memakan daging manusia, sehingga membuat rakyatnya sendiri ketakutan.

Selain Dora yang diajaknya mengembara ke Kerajaan Medang Kamulan, Ajisaka juga memliki satu lagi asisten yang setia bernama Sembada yang diperintahnya untuk tetap tinggal di Pulau Majethi, karena harus menjaga dan merawat keris pusaka miliknya agar tidak dicuri dan jatuh ke tangan orang lain selain dirinya.

Sesampainya di Medang Kamulan, Ajisaka bersiasat dengan langsung menghadap Prabu Dewata Cengkar untuk meminta sebidang tanah selebar kain surban yang dililitkan di kepalanya, sebagai imbalan atas kesediaanya menjadi santapan sang Raja. 

Akhirnya, Prabu Dewata Cengkat menyetujui permintaan Ajisaka. Ia mengukur tanah menggunakan kain surbannya. Anehnya, karena kesaktian Ajisaka, tanpa disadari Prabu Dewata Cengkar kain surban Ajisaka tersebut semakin lama semakin melebar hingga membuat Prabu Dewata Cengkar mundur dan terus mundur sampai akhirnya masuk jurang pantai selatan dan tewas. Sejak saat itu Ajisaka diangkat menjadi raja di Kerajaan Medangkamulan.

Setelah menjadi raja di Medang Kamulan, Ajisaka teringat dengan pusaka miliknya yang dijaga oleh Sembada di Pulau Majethi. 

Singkat cerita, Ajisaka mengutus Dora untuk mengambilnya dari Sembada. Sesampainya di Pulau Majethi, Dora langsung menemui Sembada untuk mengambil pusaka Ajisaka, tapi Sembada yang juga sahabatnya itu tidak mau menyerahkan pusaka dimaksud, karena memegang teguh perintah tuannya, Ajisaka yang dulu mengatakan jangan berikan pusaka itu kepada siapapun selain dirinya. Sementara itu, Dora yang juga disuruh langsung oleh Ajisaka bersikukuh bahwa apa yang dilakukannya adalah perintah dari Ajisaka. 

Karena sama-sama merasa punyak hak sekaligus kewajiban yang sama untuk mengikuti perintah Ajisaka, keduanya tidak menemukan kata sepakat alias  deadlock dan memilih melanjutkannya dengan bertarung. Sayang sekali, karena sama-sama sakti, dua insan yang bersahabat ini akhirnya sama-sama tewas demi memagang amanah dari Ajisaka, tuannya.

Menyadari kelalainnya memberi perintah bertentangan kepada kedua asistennya yang sangat setia, Ajisaka menyusul ke Pulau Majethi. Tapi sayang, nasi sudah menjadi bubur! Kelalaian dan juga keterlambatannya menyadari kesalahannya, telah menyebabkan tewasnya du asisten setianya karena sama-sama berusaha menjalankan perintahnya. 

Ajisaka pun berduka dan sangat menyesali apa yang telah dilakukannya! Salah satunya dengan menuliskan kisah dua asistennya tersebut ke dalam kalimat syair yang kelak dikenal sebagai kisah Hanacaraka atau Ajisaka dan juga susunan karakter aksara Jawa atau resminya disebut sebagai Aksara Dentawyanjana. 

Dari kisah diatas tentu kita bisa mengambil beberapa hikmah, baik yang tersurat maupun tersirat yang masih sangat aktual dan relevan dengan peradaban milenial saat ini. Manajerial, leadership, tanggung jawab, amanah dan tentunya perihal pentingnya komunikasi efektif dan kebutuhan untuk bersilaturahmi.

Khusus untuk tema komunikasi efektif dan kebutuhan untuk bersilaturahmi, jelas sekali putus contact antara Ajisaka (dan Dora) dengan Sembada, karena tidak ada silaturahmi diantara keduanya, sejak kepergian Ajisaka ke Medang Kamulan yang bisa jadi karena jarak yang jauh, minimnya  infrastruktur, tidak ada teknologi atau mungkin karena lupa karena euforia menjadi raja serta sebab-sebab lainya yang menyebabkan tragedi saling bunuh kedua asisten setianya tersebut tidak terhindarkan.

Silaturahmi Fisik | @kombatan
Silaturahmi Fisik | @kombatan

Relevansinya!

Nah, kisah legenda Hanacaraka atau Ajisaka diatas, kalaupun memang bener-benar terjadi, menurut kajian sejarah setting-nya di seputar abad ke- 10 atau lebih dari seribu tahun yang lalu!

Artinya, sangat wajar jika silaturahmi dan juga komunikasi antar masyarakat bahkan yang tergolong sakti seperti Ajisaka dan dua asistennya Dora dan Sembada sekalipun, masih terganggu oleh jarak, infrasruktur dan juga teknologi. Poinnya, sejak dahulu, sejak manusia dilahirkan, manusia memang membutuhkan silaturahmi! 

Selain hikmah tersurat dari kisah Ajisaka dengan Hanacarakanya diatas, bahkan Rasulullah SAW yang eksistensinya lebih awal sekitar 4 (empat) abad sebelum Kerajaan Medan Kamulan, dalam beberapa hadits sahihnya juga mengingatkan perlunya untuk bersilaturahmi. Salah satunya yang paling masyhur adalah HR. Bukhari no. 5985 dan Muslim no. 2557 yang artinya,

“Siapa yang suka dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung silaturrahmi.” 

dan HR. Bukhari no. 5983 yang artinya

“Sembahlah Allah, janganlah berbuat syirik pada-Nya, dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan jalinlah tali silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat).”

Sedangkan yang lebih dahsyat lagi adalah shahih yang diriwayatkan oleh HR. Abu Daud no. 4902, Tirmidzi no. 2511, dan Ibnu Majah no. 4211, shahih yang artinya,

“Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk disegerakan balasannya bagi para pelakunya [di dunia ini]-berikut dosa yang disimpan untuknya [di akhirat]- daripada perbuatan melampaui batas (kezhaliman) dan memutus silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat)"

Selain itu, dalam teori ilmu sosiologi modern juga menyebutkan kodrat manusia memang tidak hanya menjadi makhluk individu saja, tapi juga sebagai makhluk sosial yang "memerlukan" silaturahmi dengan lingkungannya untuk memenuhi semua kebutuhan dan hajat hidupnya. 

Berangkat dari kisah Hanacaraka, hadis sahih Rasulullah SAW dan juga teori ilmu sosiologi diatas, jelas sudah bagaimana posisi silaturahmi bagi kita semua. Termasuk dimasa pandemi covid-19 sekarang ini yang mengharuskan kita semua lebih banyak beraktifitas dari dalam rumah atau lebih dikenal sebagai work from home. 

Dalam keadaan dan situasi apapun dan bagaimanapun, kita tidak boleh atau mungkin justeru memang tidak bisa meninggalkan silaturahmi! Karena sejatinya kita memang sudah dikodratkan menjadi makhluk sosial yang memerlukan silaturahmi tidak hanya untuk memenuhi kebutuhannya hidup di dunia semata tapi juga di akhirat.

Media Silaturami Virtual | wixsite.com
Media Silaturami Virtual | wixsite.com

Satu lagi! 

Uniknya, kalau kita mau berpikir, momentum keberuntungan kita sepertinya juga terus dijaga oleh Sang Khalik pemilik kehidupan, tidak hanya beruntung ditakdirkan menjadi manusia nusantara yang hidup dikelilingi oleh kisah mite atau mitos, legenda, fabel, sage, epos dan beragam cerita dongeng jenaka  saja yang terbukti juga memberi banyak manfaat, tapi juga beruntung sebagai bagian dari masyarakat global yang secara konsisten terus ikut memperbarui infrastruktur teknologi berikut inovasinya, khususnya teknologi informasi.

Coba bayangkan jika pandemi covid-19 terjadi disaat kita belum kenal dengan handphone, internet, big data dan juga berbagai teknologi aplikasi untuk silaturahmi virtual semacam email, WA, skype, zoom, dan banyak lagi yang lainnya itu?

Artinya, memang benar Sang Khalik memberi kita ujian hanya sebatas kemampuan kita saja! Salah satu bukti aktualnya, momentum disaat kita tidak boleh bersilaturahmi fisik karena pandemi civid-19, ternyata waktu berlabel " zaman milenial" telah mempersiapkan infrastruktur teknologi yang memadai untuk melakukan silaturahmi secara virtual! 

Jadi, jangan ada alasan putus silaturahmi dengan kawan, kolega, keluarga apalagi dengan Sang Maha Kuasa karena alasan pandemi covid-19 ataupun karena work from home ya, karena silaturamilah yang akan membuat kita tetap bisa eksis di dunia dan Insha Allah selamat di akhirat.

Semoga bermanfaat!

Salam dari Kota 1000 Sungai, Banjarmasin ana Bungas!

Baca Juga Artikel Menarik Lainnya :

1.    Munculnya Belungka Batu, Pertanda Kota Banjarmasin Memulai Ramadan

2.   Ramadan 2020 |  Sehat, Selamat, dan Memberi Manfaat

3.   Cara Cepat dan Mujarab Meredakan Sakit Kepala Tanpa Obat

4.   Kisah Demam Harga, Anomali Sayur "Carter" Pesawat dan Ikan Haruan Seharga Daging Sapi

5.   Keunikan Situs Masjid di Dalam Masjid Agung Al-Karomah, Martapura, Kalimantan Selatan 

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN 
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun