Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Kisah Demam Harga, Anomali Sayur "Carter" Pesawat dan Ikan Haruan Seharga Daging Sapi

29 April 2020   13:59 Diperbarui: 29 April 2020   14:21 1251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ragam Sayuran Gunung di Pasar Gambut | @kaekaha

Mengenal Tradisi Pangan Urang Banjar

Kota 1000 Sungai, Banjarmasin dan sebagian besar wilayah daratan Kalimantan Selatan didominasi oleh lahan basah berupa rawa-rawa lebak dan daerah aliran sungai. Topografi dan ekositem alam yang spesifik khas Banua Banjar ini dalam perjalanannnya juga berperan besar dalam membentuk pola tradisi, sosial dan budaya Urang Banjar yang kelak banyak dikenal sebagai budaya perairan darat atau lebih populer disebut sebagai budaya sungai.

Budaya sungai khas Urang Banjar, salah satunya  bisa kita lihat dari ragam kulinernya! Sebagian besar, bahan pangan pembentuk ragam kuliner khas Urang Banjar didominasi oleh hasil sungai atau rawa. 

Sebut saja, mulai dari beragam jenis padi rawa yang kelak menghasilkan beragam komoditas Beras Banjar "premium" kebanggaan Urang Banjar yang mempunyai kekhasan pada bulir padinya yang kecil-kecil dengan tekstur pera plus citarasa yang unik, tentu akan selalu "ngangeni" siapapun yang pernah mencobanya! 

Ini juga yang menjadi alasan sebagian besar Urang Banjar sampai detik ini tidak bisa juga pindah kelain hati...eh maksudnya pindah ke jenis beras lain, termasuk selalu membawanya kemanapun mereka madam (bepergian/merantau ; bahasa Banjar). Sebagian lagi yang akhirnya bisa mengkonsumsi jenis beras dari luar, umumnya karena pernah lama madam dan di daerah baru tidak ada beras Banjar, sehingga mau tidak mau mengkonsumsi beras yang ada dan akhirnya terbiasa.

"Kada kawa makan amun nasinya lambik, jar!"  

"Katanya, tidak bisa makan kalau nasinya lembek!"

Ikan Haruan (Channa Striata) | @kaekaha
Ikan Haruan (Channa Striata) | @kaekaha

Selain beras, hasil sungai dan rawa lainnya yang punya andil besar membentuk budaya kuliner khas Banjar adalah aneka jenis ikan dan unggas berhabitat rawa. 

Pada dasarnya, Urang Banjar memakan semua jenis ikan sungai/rawa yang hidup bersama-sama dalam ekosistem banua, tapi mempunyai ketergantungan sangat tinggi terhadap dua jenis ikan yang paling banyak terlibat dalam kuliner tradisional khas Banjar, yaitu jenis ikan haruan atau ikan gabus (Channa Striata) dan ikan papuyu  atau ikan betok/betik (Anabas Testudneu). 

Baca Juga :   Fantastis! Harga Dua Jenis Ikan Ini Sama dengan Harga Daging Sapi

Sedangkan untuk jenis unggas dengan habitat rawa yang paling banyak terlibat dalam beragam jenis kuliner tradisional Urang Banjar adalah Itik Alabio, jenis itik lokal dari Kalimantan Selatan berkualitas dunia yang produktif menghasilkan daging dan juga telur untuk dikonsumsi.

Batang  Talipuk (Nymphae  pubescens Willd) | @kaekaha
Batang  Talipuk (Nymphae  pubescens Willd) | @kaekaha
                   

Setelah jenis padi, ikan dan unggas berhabitat rawa, ragam pangan hasil sungai/rawa yang membentuk budaya kuliner khas Urang Banjar selanjutnya adalah sayur-sayuran.

Secara tradisi, sebenarnya budaya kuliner masyarakat suku Banjar relatif tidak "mengenal" sayur-sayuran! Kalaupun ada sayur dalam beberapa kuliner khas Banjar, sifatnya hanya sebagai pemeo alias hiasan pemanis yang porsinya sangat sedikit.

Apalagi jika sayur-sayuran yang dimaksud adalah jenis sayur-sayuran yang umum dijual di pasar-pasar tradisional di Pulau Jawa, seperti kubis, sawi, bayam, kentang, wortel yang secara generalisir biasa disebut sayuran gunung oleh Urang Banjar.

Fakta ini tentu tidak terlepas dari topografi dan ekosistem alam dataran rendah khas Banua Banjar  yang tidak memungkinkan untuk budidaya berbagai jenis sayuran konsumsi yang sebagian besar memang tumbuh di dataran tinggi tersebut. Meskipun begitu, bukan berarti Urang Banjar sama sekali tidak mengenal sayuran dalam budaya kulinernya.

Ini uniknya, ragam sayuran dalam kuliner Urang Banjar mayoritas berasal dari ekosistem rawa/sungai dan sepertinnya asing ditelinga masyarakat umum, seperti batang  talipuk atau batang bunga teratai (Nymphae  pubescens Willd), Genjer (Limnocharis  flava), Kalakai atau pakis (Stechnolaena palustris), pucuk daun supan-supan dll.     

Ragam Sayuran Gunung di Pasar Gambut | @kaekaha
Ragam Sayuran Gunung di Pasar Gambut | @kaekaha

Fenomena Unik Fluktuasi Harga Pangan di Banjarmasin

Setiap menjelang bulan Ramadhan tiba, jamak terjadi di seluruh pelosok nusantara mengalami yang namanya "demam harga" yang ditandai dengan naiknya harga-harga semua komoditas perdagangan, terutama harga bahan pokok atau kita kenal dengan sembako. Begitu juga di Kota 1000 Sungai, Banjarmasin.

Bedanya, karena Ramadhan tahun 2020 ini bersamaan dengan diberlakukannya berbagai kebijakan kedaruratan oleh pemerintah akibat pandemi covid-19 yang menyebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia yang mengharuskan masyarakat stay at home alias beraktifitas dari rumah, mau tidak mau, suka tidak suka, bisa tidak bisa memang membawa banyak konsekuensi di berbagai bidang, termasuk salah satunya fakta kenaikan harga beberapa bahan pokok yang tidak terelakkan.

Baca Juga :  Ramadan 2020 |  Sehat, Selamat, dan Memberi Manfaat

Beruntungnya, meskipun sejak hari pertama bulan Ramadhan yang jatuh pada tanggal 24 April 2020, Kota 1000 Sungai, Banjarmasin secara resmi memberlakukan PSBB alias Pembatasan Sosial Berskala Besar guna mengendalikan penyebaran covid-19, berkat kesigapan koordinatif dan juga kerja sama yang baik antar lembaga serta berbagai pihak yang berkepentingan untuk mengantisipasi dampaknya secara langsung, menjadikan fluktuasi harga-harga komoditas pangan di pasar terlihat masih dalam batas kemampuan warga secara umum. 

Mungkin, ini juga ada hubungannya dengan kearifan lokal tradisi pangan Urang BANJAR yang  relatif "mandiri", dimana kebutuhan pokok untuk konsumsi sehari-hari juga relatif bisa dipenuhi oleh produksi  lokal, bahkan faktanya untuk beberapa komoditi seperti beras Banjar dalam beberapa tahun terakhir tetap limpuar (surplus ; bahasa Banjar). 

Penjual Bawang Merah di Pasar Harum Manis | @kaekaha
Penjual Bawang Merah di Pasar Harum Manis | @kaekaha

Tapi tunggu dulu! Ada beberapa fenomena unik terkait fluktuasi harga pangan di Kota 1000 Sungai yang sepertinya hanya ada dan terjadi di Banjarmasin, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah saja yang sepertinya perlu juga diketahui masyarakat nusantara!

Salah satunya yang paling sering menyita perhatian adalah kebutuhan komoditas sayur-sayuran gunung yang selama ini sebagian besar masih didatangkan dari Pulau Jawa. 

Seiring dengan semakin besarnya kebutuhan terhadap sayur-sayuran gunung, seperti wortel, kubis, kentang, bawang merah, bawang putih dll, akibat akulturasi budaya dengan para pendatang dan juga karena semakin mudahnya akses sumber informasi masal, menyebabkan ketergantungan pengiriman dari Pulau Jawa semakin akut! Akibatnya, harga dari berbagai jenis sayur gunung ini sering tidak terkontrol.

Setiap pengiriman jalur laut terhenti atau setidaknya jadwalnya tidak stabil karena berbagai sebab, umumnya yang paling sering adalah karena cuaca buruk berupa  gelombang tinggi di laut Jawa, maka tidak ada pasokan sayur-sayuran gunung ke Banjarmasin dan Kalimantan Selatan, bahkan juga ke sebagian Kalimantan Tengah. Akibatnya harga sayur-sayuran gunung otomatis meroket selangit. Itupun barangnya tidak ada!                                                

Baca Juga :  Cara Cepat dan Mujarab Meredakan Sakit Kepala Tanpa Obat

Dari sinilah anomali bermula! Untuk memenuhi kebutuhan sayur gunung masyarakat Kota 1000 Sungai, Banjarmasin dan sebagian besar Kalimantan Selatan, akhirnya pengiriman sayur melalui jalur udara alias naik pesawat menggunakan jasa penerbangan dengan cara "carter" cargo pesawat, bahkan tidak menutup kemungkinan pesawatnya sekalian! He...he...he...

Tidak heran, jika kemudian harga sayur-sayuran gunung yang beredar di pasaran harganya jadi melejit selangit!

Katupat Kandangan berbahan Ikan Haruan | @kaekaha
Katupat Kandangan berbahan Ikan Haruan | @kaekaha

Selain, fenomena sayuran gunung yang mencarter pesawat untuk terbang ke Banjarmasin, fenomena unik lainnya terkait harga pangan di Banjarmasin yang berpotensi "menggoyang" perekonomian regional adalah kelangkaan 2 (dua) jenis ikan yang paling banyak terlibat dalam kuliner tradisional khas Banjar, sehingga menjadi jenis ikan yang paling diburu dan dikonsumsi,  yaitu jenis ikan haruan atau ikan gabus (Channa Striata) dan ikan papuyu  atau ikan betok/betik (Anabas Testudneu) yang kebetulan sejauh ini sebagian besar masih tergantung dari alam.

Bagaimana tidak, setiap memasuki puncak musim hujan, ketika rawa-rawa dan sungai mengalami titik pasang tertinggi atau Urang Banjar menyebutnya sebagai banyu dalam, maka saat itu ikan-ikan tersebut sangat sulit untuk didapat. Tidak heran, di waktu-waktu tersebut  dua jenis ikan yang paling dicari Urang Banjar ini harganya bisa melambung melebihi harga daging sapi!

Semoga Bermanfaat!

Salam dari Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!


Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN 
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun