Mungkin itulah diskripsi naratif yang secara umum  kita pahami dari produk jaman bernama koran, berikut segala peran sosialnya yang telah jamak mewarnai budaya masyarakat sekaligus sejarah panjang peradaban  yang sayangnya sekarang mulai memasuki masa-masa senjakalanya.
Gara-gara Hobi Membaca!
Sebagai salah satu bukti pengakuan saya terhadap kesexyan koran adalah dengan menjadikannya sebagai souvenir alias oleh-oleh wajib yang harus saya bawa pulang jika berkesempatan beranjangsana ke luar daerah atau juga ke luar negeri, terlebih jika itu merupakan kunjungan pertama ke daerah atau wilayah tersebut.Â
Memang ada apa sih dengan koran? Itulah pertanyaan yang sering terdengar dari teman, keluarga dan juga kolega saya ketika melihat ketidakumuman atau kelainan saya menempatkan koran "sedikit lebih tinggi" dari fungsi dan peran yang secara umum telah dipahami dan berlaku pada sebagian besar masyarakat kita, termasuk menjadikannya souvenir alias oleh-oleh wajib saat jalan-jalan.  Apalagi jika anda melihat sendiri tumpukan-tumpukan koran yang menggunung dirumah saya!
Sejak kecil saya memang suka membaca apa saja, mulai dari koran, majalah (awalnya majalah pertanian, maklum bapak saya aktivis pertanian dan perkebunan), buku cerita juga komik! Bahkan kesukaan saya membaca ini menurut bapak dan ibu saya sudah masuk dalam kategori kelewatan bin kebabalasan!Â
Malang tidak dapat ditolak, untung tak dapat diraih! Akibatnya, sejak masuk SMP saya sudah kesulitan membedakan mana cewek cantik sama cewek yang suuuuuangaaat cantik! Kan rugi!? Untungnya ada optik penjual kacamata yang bisa memberi solusi! He...he...he...
Khusus untuk komik, saya ada kenangan tersendiri dengan buku bacaan bergambar ini! Saya tidak mungkin lupa, waktu teman-teman saya dimarahi orang tuanya gara-gara baca (buku) komik. Uniknya, disaat bersamaan orang tua saya justeru membelikan saya secara rutin koleksi komik-komik klasik superhero seperti serial Superman, Batman, Spiderman dan juga Tin tin, selain buku cerita dan buku-buku bacaan lainnya. Tentu anda juga paham alasan bapak saya melakukan itu semua!?
Bahkan, karena sering menjadi tempat ngumpul teman-teman yang justeru tidak merasa aman dan nyaman baca di rumah, bapak akhirnya justeru berinisiatif menjadikan ruang depan rumah kami semacam ruang baca atau perpustakan mini buat kami yang kemudian terus berkembang baik isi koleksi buku maupun pembacanya. Sayang, setelah saya lulus SMA dan harus menuntut ilmu ke Kota Tembakau di ujung timur Pulau Jawa, perpustaakaan itu tidak ada yang ngurus dan akhirnya buku-buku  koleksi raib entah kemana! Mudahan tetap bermanfaat ditangan-tangan pemegangnya yang baru! Amin.
Dari bapak, akhirnya saya kenal koran Kompas yang waktu itu masih hitam putih, begitu juga dengan (alm.) koran Bola yang saat itu masih menjadi semacam suplemen atau bonus lah ya!Â