Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Asyiknya Meretas Jalan Sunyi Museum Wayang di Kota Tua, Jakarta

8 Februari 2020   08:35 Diperbarui: 9 Februari 2020   17:25 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Museum Wayang, Kota Tua (dokpri)

Fakta Kesenian Wayang Nusantara

Masyarakat Indonesia tentu sangat familiar dengan kesenian wayang, salah satu  kesenian warisan leluhur yang mempunyai varian paling beragam dalam budaya berkesenian, khususnya seni pertunjukan di lingkungan masyarakat Indonesia. 

Meskipun ragam kesenian wayang dikenal lebih banyak tumbuh dan berkembang di Pulau Jawa dan Bali, faktanya di Kalimantan Selatan sampai saat ini masih eksis dua jenis pertunjukan kesenian wayang, yaitu wayang Gung (sejenis wayang orang Jawa) dan Wayang Kulit Banjar. K

edua jenis wayang yang tumbuh dalam budaya masyarakat Banjar tersebut sekilas memang mempunyai kemiripan dengan "saudara-nya" di Pulau Jawa, khususnya dalam konteks tema cerita. Tapi untuk aspek lainnya, relatif berbeda. Mungkin istilah "serupa tapi tak sama" bisa mewakili hubungan kekerabatan diantara keduanya.

Wayang berasal dari kata 'Ma Hyang' yang artinya menuju kepada roh spiritual, dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa. Ada juga yang mengartikan wayang adalah istilah bahasa Jawa yang maknanya 'bayangan', merujuk pada konteks pertunjukan wayang kulit dimana penonton juga bisa menonton pagelaran wayang dari sisi belakang kelir atau dibelakang layar, sehingga melihat kelebatan bayangannya saja.

img-9997-lg-1000-5e3df48bd541df443c0d1932.jpg
img-9997-lg-1000-5e3df48bd541df443c0d1932.jpg

Perjalanan panjang kesenian wayang Indonesia mencapai klimaks sejak mendapatkan pengakuan dari UNESCO (United Educational, Scientific and Cultural Organization), badan PBB yang khusus mengurusi masalah pendidikan dan budaya pada tanggal 17 November 2003 di Kota Paris.  Wayang (kulit) Indonesia diakui sebagai karya agung budaya dunia dengan titel "Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity". Secara resmi, penyerahan sertifikat/Piagam Penghargaan UNESCO diserahkan pada tanggal 21 April 2004 juga di Paris, Perancis. Inilah salah satu alasan kita harus bangga memiliki wayang?

Secara faktual, Indonesia memiliki beragam jenis wayang yang tumbuh dan berkembang sejalan dengan kultur budaya masing-masing daerah di seluruh nusantara yang sudah pasti masing-masing juga mempunyai ciri khas, keunikan dan juga gaya teknis pertunjukan yang berbeda-beda.

Berangkat dari keunikan dan keragaman itulah, pemerintah akhirnya merasa perlu untuk membangun museum khusus wayang di gedung yang terlihat artistik, bekas bangunan gereja milik penjajah Belanda di Jalan Pintu Besar Utara No. 27 Jakarta Barat atau di kawasan Kota Tua Jakarta yang diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta Bapak H. Ali Sadikin pada tanggal 13 Agustus 1975 dan sejak 16 September 2003 mendapat perluasan bangunannya hibah dari Bapak H. Probosutejo. 

Wayang Golek
Wayang Golek "Raksasa" (dokpri)

Jalan Sunyi Museum Wayang Nusantara 

Jalan-jalan ke Museum Wayang yang sampai saat ini mempunyai koleksi sebanyak 6.373 wayang, pada dasarnya membawa kita mengenal beragam karakter, sikap maupun perilaku lakon wayang dari berbagai daerah yang mempunyai bobot kearifan yang luhur dan tinggi nilainya dalam budaya kita dengan menyaksikan tampilan beragam koleksi wayang dan pernak-pernik diseputarnya, seperti wayang kulit, wayang golek, patung wayang, topeng wayang, wayang beber, wayang kaca, gamelan, serta lukisan-lukisan wayang.

Tidak hanya itu, di lantai dasar berupa lorong dengan deretan taman asri yang diantaranya terdapat prasasti-prasasti batu dengan tulisan berbahasa Belanda, pengunjung bisa melihat sekaligus menapaktilasi bekas tempat bersemayam 18 Gubernur Jenderal Belanda yang pernah memerintah Hindia Belanda (Indonesia) pada masa penjajahan dan salah satunya yang paling terkenal adalah pendiri Batavia atau Jakarta, Jan Pieterzoon Coen. 

Merujuk pada buku Kota Tua Punya Cerita, di salah satu artikel karya Mulyawan Karim berjudul Menikmati Oud Batavia disebutkan, gedung tempat Museum Wayang berdiri tahun 1626 yang dibangun VOC sebagai Gereja De Oude Hollandse Kerk (Gereja Belanda Lama). 

Kemudian tahun 1732, gereja dibongkar dan dibangun kembali menjadi Nieuwe Hollandsche Kerk (Gereja Belanda Baru) dan di area gereja itu juga difungsikan sebagai tempat pemakaman bagi orang Belanda, khususnya para bangsawan dan pembesar pemerintahan Belanda di Hindia Belanda.

Bekas makam J.P. Coen (dokpri)
Bekas makam J.P. Coen (dokpri)

Konon, dulunya ada sekitar 18 jasad Gubernur Jenderal Belanda "pernah" bersemayam di dalam tanah lantai dasar Museum Wayang. Tapi jangan kuatir, meskipun bekas makam tua kawasan ini samasekali tidak menunjukkan tanda-tanda horor yang menyeramkan, karena pengelola museum telah mendesain area ini menjadi taman yang asri dengan sentuhan artistik dari bekas nisan-nisan raksasa yang justeru menjadi buruan penikmat swafoto.  

Apalagi, semua kerangka Gubernur Jenderal maupun familinya yang ada di dalam tanah tersebut sudah dipindahkan ke negeri Belanda, setelah melalui proses pengambilalihan aset bersejarah itu pada tanggal 23 Juni 1968 melalui pemerintah DKI Jakarta. Jadi nggak usah kahwatir,!

Yuk Lanjut!

Di bangunan museum wayang yang memiliki dua lantai dengan bangunan terpisah tersebut, pada bangunan pertama terdapat koleksi wayang golek "raksasa" beserta cerita serial Ramayana, di antaranya tokoh antagonis Raja Hastina Duryudana, adik Rahwana raksasa yang baik budi pekertinya Kumbakarna, juga Rahwana si Raja Alengka dan tidak ketinggalan Semar Sang Hyang Ismoyo yang menjadi abdi satria plus beberapa koleksi patung tokoh pewayangan seperti Rama, Hanoman dan Bima bahkan juga sepasang ondel-ondel.

Wayang Lukisan Kaca (dokpri)
Wayang Lukisan Kaca (dokpri)

Pada bangunan selanjutnya terdapat koleksi beragam wayang kulit juga wayang golek dari berbagai daerah, seperti wayang golek Pakuan Bogor, wayang golek Bandung, bahkan ada juga wayang golek dari Betawi. Selain itu, ada juga cerita wayang kontemporer seperti Si Pitung dan penjajahan zaman Belanda, hingga kisah Si Manis Jembatan Ancol.

Ini unik! Pada bagian dinding tangga menuju lantai dua, disuguhkan dua buah wayang lukisan kaca karya dari seniman Kusdono Rastika dari Cirebon. yang menceritakan kisah Pandhawa Lima beserta Punokawan Sembilan serta karya Ki Dalang Entus Susmono yang berkisah tentang perang tanding Bharatayuda.

Di lantai dua, terdapat beragam jenis wayang kulit yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, seperti wayang kulit dari Solo atau Surakarta, wayang kulit Banjar, wayang kulit Cirebon, hingga wayang kulit Cina Jawa dari Yogyakarta. Selain itu, disini juga terdapat koleksi alat musik gamelan yang ditata di atas panggung mini. 

Koleksi Wayang (dokpri)
Koleksi Wayang (dokpri)

Uniknya lagi, disini juga terdapat koleksi boneka dari mancanegara yang dipamerkan dalam etalase kaca. Diantaranya, boneka dari Vietnam, Rusia, Polandia, Thailand, Malaysia, juga dari India, Amerika dan dari Prancis.

Setelah puas menjelajah lantai dua, rute penjelajahan pengunjung diarahkan menuju sebuah ruangan yang berisi ragam kreasi wayang, mulai dari anyaman bambu, kardus, kayu, kulit dan lain sebaginya, disini juga terpajang tokoh boneka paling terkenal di Indonesia, yaitu keluarga serial televisi kesayangan anak-anak yang pernah berjaya bersama TVRI di dekade 1980-1990 an, Si Unyil.

Terakhir pada bagian pintu keluar dengan jalanan yang menurun, pada sisi kiri terpajang beragam koleksi topeng dari berbagai daerah di Indonesia lengkap dengan identitasnya.  

Yuk jalan-jalan ke Museum!


KOMBATAN
KOMBATAN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun