Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tradisi Jujuran, "Hadiah" untuk Meminang Gadis Banjar yang Unik dan Katanya Mahal

5 Januari 2020   07:49 Diperbarui: 6 Januari 2020   05:19 13089
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lantas, apa yang terjadi ketika pihak laki-laki benar-benar tidak mampu? 

Apakah kisah cinta amorita antara pemuda biasa dengan puteri cantik nan kaya raya, puteri dari konglomerat pengusaha batubara seperti kisah cinta dalam sinetron-sinetron yang berakhir bahagia bisa terjadi di Banjarmasin?

Memang! Ada yang tetap berusaha berpikir positif dengan menempatkan “kemustahilan” pada angka-angka jujuran yang terkadang justeru benar-benar muncul dari pihak mempelai perempuan, sebagai bukti keseriusan dan juga motivasi untuk bekerja lebih keras, lebih cerdas dan lebih kreatif lagi demi cintanya kepada sang puteri. Tapi, kalau tetap saja tidak mampu?

Disinilah kearifan dan kebijaksanaan para tetuha (yang dituakan) dari kedua belah pihak keluarga terutama dari pihak mempelai perempuan dipertaruhkan.

Opsi bagi pihak calon mempelai perempuan: 

Pertama, bisa saja tetap bersikukuh mempertahankan “angka” jujuran yang diminta, meskipun pihak mempelai laki-laki jelas-jelas tidak mampu. 

Tujuannya, selain untuk mengukur keseriusan serta kesungguhan pihak mempelai laki-laki, sebagian kalangan bahkan menjadikannya sebagai upaya untuk menjaga kehormatan keluarga pihak mempelai perempuan, bahkan ada juga yang menjadikannya sebagai "cara halus" untuk menolak pinangan pihak mempelai laki-laki. 

Kedua, membuka kemungkinan “bernegosiasi” demi kebaikan bersama. Untuk opsi kedua ini memang lebih lazim terjadi, terutama bagi keluarga yang diantara kedua belah pihak sudah saling mengenal dengan baik. 

Hanya saja, konsekuensi dari membuka kemungkinan negosiasi angka jujuran ini bagi pihak perempuan, kemungkinan besar hanya malu pada tetangga dan kemungkinan menjadi bahan gunjingan masyarakat karena angka jujuran yang akan didapat tidak sesuai dengan “kelas atau level sosial" keluarga.

Sedangkan opsi bagi pihak calon mempelai laki-laki: 

Pertama, jika benar-benar tidak mampu, tidak bisa atau tidak mau untuk memenuhi permintaan angka jujuran dari pihak calon mempelai perempuan, opsinya hanya menolak atau membatalkan pinangan saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun