Sejarah besar Datsun dan Nissan dimulai saat Mashujiro Hashimoto mendirikan Kwaishinsa Motor Car Works pada 1911 . Selanjutnya, pada 1913 Kwaishinsa berhasil membuat mobil pertamanya dan diberi nama model DAT. Kata DAT  konon diambil dari singkatan nama tiga pendirinya yaitu Kenjiro Den, Rokuro Aoyama, dan Meitaro Takeuchi, kebetulan dalam bahasa Jepang kata DAT bisa dimaknai sebagai "secepat sambaran petir" atau "secepat kilat" Keren ya!?
Seperti kebiasaan di Indonesia, untuk keperluan promosi skala  lebih luas lagi, dalam perjalanannya kata DAT juga diterjemahkan dalam bahasa Inggris, sebagai  Durable (memiliki ketahanan tinggi), Attractive (menarik), dan Trustworthy (dapat dipercaya).
Baca juga : 650 km Menjelajah Jalur Roller Coaster Kalimantan Timur          Â
Setahun berikutnya, pada 1914 mobil Datsun pertama kali diperkenalkan di Jepang dengan nama DAT-Go yang berarti "mobil DAT". Tahun 1933, Yoshisuke Aikawa yang dikenal sebagai pendiri sekaligus pemilik perusahaan induk Nihon Sangyo, membeli lini produksi mobil kecil DAT Motor.Â
Dengan visi "mobilitas untuk semua", Yoshisuke Aikawa ingin agar manfaat dari mobil yang diproduksinya dapat dirasakan oleh lebih banyak orang. Seiring dengan visinya tersebut, maka diperkenalkanlah mobil yang berbobot ringan, ekonomis, namun memiliki fleksibilitas yang tinggi untuk memenuhi aspirasi kaum muda Jepang pada awal 1930-an.
Dari visi sekaligus target pasar itulah kemudian lahir nama "son of DAT" atau anak laki-laki DAT (DAT son) yang kemudian lebih familiar disebut dengan Datsun, kombinasi terbaik dari teknologi mesin lokal dan produksi massal seperti yang diimpikan oleh pendirinya.
Baca Juga : "Babon,  Ayam dan Cacing" Romantisme Verbal Pengantar Kebersamaan Para Risers          Â
Tahun 1934, nama Kwaishinsa diubah menjadi Nissan kependekan dari Nihon Sangyo yang artimya kurang lebih Japan Industries . Di bawah naungan tangan dingin Nissan Motor Co., Ltd, Datsun menghasilkan mobil-mobil bersejarah, seperti Datsun 14 yang dikenal sebagai mobil pertama yang diekspor. Selanjutnya, pada 1955 muncul mobil berpenumpang pertama yakni Datsun 110.
Mobil Datsun produksi Nissan masuk ke pasar otomotif Indonesia dan sebagian besar Asia, juga benua Amerika pada era 60-an, jumlah produksi hanya sekitar 750 unit saja untuk Indonesa dan distribusikan oleh ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merek) PT Indokarya.
Pada 1974, Â PT Indokarya memutuskan untuk memproduksi Datsun dengan kandungan 75% bahan-bahan lokal (atas anjuran pemerintah). Sayang tidak berlangsung lama, pada 1981, agen tunggal Nissan berpindah tangan ke Wahana Wirawan yang pada tahun 1989 menjualnya ke Indomobil Group. Sejak saat itu Indocitra Buana menjadi perusahaan distribusinya.
Di era 80-an, masyarakat Indonesia sangat familiar dengan beberapa varian mobil Datsun, seperti Datsun 620 (salah satu raja mobil jenis pick-up  di Indonesia saat itu), Datsun Sunny, Datsun Bluebird 510, Datsun 180SX dan tentu saja Datsun 280Z. Ada yang masih ingat dengan penampakan mobil-mobil tersebut.
Selamat pagi, Sangatta! Â
Baiklah, setelah tulisan pertama "Datsun dan Kenangan Menjelajah Eksotisnya Alam Liar Kalimantan (1)", sebagai bentuk apresiasi saya untuk kenangan dan pengalaman indah yang pernah terukir dengan DATSUN yang khabarnya akan tutup buku di awal tahun 2020, saya akan melanjutkan berbagi kenangan indah keliling Pulau Kalimantan menjelajah wisata pulau terdepan dengan Datsun Go Panca dan Go Panca + dalam tajuk "Kompasiana Blog Trip - Datsun Risers Expedition, Etape 1 - Kalimantan Timur ". Yuk berangkat!
Selamat pagi, Sangatta! Â Itulah sapaan salam hangat penuh semangat dari para risers ketika mentari pagi mulai memendarkan cahaya kuning emasnya di langit Kota Sangatta, Â ladang batubara terbesar di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Â
Semalam di Sangatta, Â merupakan kenangan luar biasa yang tidak akan pernah terlupakan. Â
Sedih, suka dan bahagia semua berbaur dalam kebersamaan sebagai risers dalam Datsun Risers Expedition, Sedih karena koneksi internet yang "aneh", lha kok aneh? Â Memang aneh, Â sangat aneh malah!Â
Di saat semua risers yang otomatis juga Kompasianer (kecuali trio risers cewek Maya, Devi,  Achi) memerlukan koneksi internet untuk meng-upload reportase  masing-masing ke akun Kompasiana ternyata harus rela mengelus dada.
Koneksi internet via wifi yang disediakan oleh pihak hotel tempat para risers menginap ternyata distribusinya tidak merata, memang ada sebagian yang bisa mendapatkan akses meskipun tidak terlalu lancar, tapi sebagian besar Kompasianer justeru tidak bisa mengakses layanan gratis tersebut. Celakanya, Â layanan internet broadband dari beberapa provider seluler bawaan masing-masing risers-kompasianer, statusnya setali tiga uang alias sama saja tidak bisa diakses.Â
Padahal, Â para risers semuanya dituntut untuk mengirimkan minimal 2 (dua) reportase harian kegiatan Datsun Risers Expedition kualitas terbaik pada hari yang sama alias real time! Â Waduuuuuh!Â
Memang semangat para risers-Kompasianer untuk setor reportase tidak juga mengendor meskipun situasi dan kondisi di lapangan sangat tidak mendukung. Bahkan beberapa diantaranya sampai rela tidak tidur semalaman demi berjaga kemungkinan munculnya link internet.
Tapi sayang, keberuntungan sepertinya belum berpihak kepada sebagian besar para risers-Kompasianer, sampai pagi menjelang ternyata yang ditunggu-tunggu tidak juga datang. Sayang memang, niat para risers-Kompasianer memberikan informasi up to date seputar kegiatan Datsun Risers Expedition jadi "gatal" alias gagal total. Â
Bagi para  Kompasianer internet merupakan nyawa kedua yang tidak bisa ditinggal dan tertinggal, karena setiap saat pasti sangat dibutuhkan. Seperti halnya saat ini, dalam event Datsun Risers Expedition link internet sangat-sangat dibutuhkan oleh para risers.Â
Setelah seharian melakukan perjalanan panjang dari satu titik daerah menuju daerah yang lain sesuai dengan rute yang telah ditentukan malam adalah saat yang paling ditunggu untuk melepaskan energi di otak yang telah merekam semua catatan perjalanan yang telah dilakukan.
Jadi memang sayang beribu sayang kalau link internet akhirnya justeru memasung energi dalam otak yang seharusnya bisa dikonversi menjadi sebuah catatan perjalanan dalam bentuk tulisan yang bisa dinikmati oleh banyak orang.Â
Kenyataan "internet" Â ini, sebenarnya sebuah pembuktian tidak sengaja yang dilakukan oleh para risers. Inilah wajah Kalimantan dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Para risers yang berasal dari beberapa daerah berbeda, bisa melihat sendiri bagaimana isi pedalaman Kalimantan yang sebenarnya. Bagaimana fasilitas dan infrastruktur di daerah, bagaimana fasilitas umum di daerah?Â
Kaekaha, ini dia driver #JagawRisers untuk jalur tengkorak Sangatta-Barau
Adu Nyali di Jalur Tengkorak Sangatta-Tanjung RedebÂ
Bismillah, setelah berdoa bersama akhirnya kami tim #JagawRisers dan semua peserta Datsun Risers Expedition Kalimantan, berangkat menuju destinasi kota berikutnya, yaitu Kota Tanjung Redeb, Ibu Kota Kabupaten Berau.Â
Untuk perjalanan sejauh hampir 400 km ini, sesuai kesepakatan tim saya yang ditunjuk untuk duduk di belakang kemudi. Jam tangan saya menunjukkan tepat pukul 07.30 WITA ketika start dimulai, sedangkan catatan kilometer pada speedometer mobil kami menunjukkan angka 8327 dengan kondisi bahan bakar full.Â
Seperti sehari sebelumnya, tim kami selalu mencatat data-data tersebut guna mengetahui total jarak tempuh yang kami tuntaskan plus tingkat konsumsi bahan bakar mobil tunggangan kami Datsun Go+ Panca.Â
Keluar dari, area parkir Q Hotel Kota Sangatta, semua risers dan tim official lansung melaju teratur sesuai urutan angka mobil. Sekitar 15 menit pertama, para risers masih menjelajahi area Kota Sangatta yang pagi itu terlihat sudah mulai menggeliat aktifitas warganya.Â
Sebagai kota kecamatan, Kota Sangatta memang relatif sepi dan tidak terlalu padat layaknya Kota Samarinda yang kemarin telah kita lalui. Beberapa saat berlalu, perjalanan risers mulai memasuki daerah tidak berpenghuni yang terlihat didominasi oleh lahan kosong pertambangan batubara baik yang masih aktif mapun yang sudah tidak aktif.Â
Dari papan nama yang yang umumnya berupa papan peringatan yang bertebaran di beberapa titik untuk area pertambangan yang terlihat masih aktif tersebut adalah milik salah satu perusahaan tambang batubara nasional yang namanya tentu sudah tidak asing di telinga, yaitu KPC (Kaltim Prima Coal) milik salah satu pengusaha nasional. Sedang yang tidak aktif lagi, terlihat tidak terurus dan terbengkalai tidak jelas siapa pemiliknya.Â
Semakin jauh meninggalkan Kota Sangatta, jalanan yang kami lalui semakin menyempit dan menantang nyali. Terdapat beberapa ruas yang aspalnya terkoyak, sehingga perlu ekstra hati-hati untuk melintasinya. Kontur geografis wilayah Sangatta-Tanjung Redeb yang berbukit-bukit dengan hutan lindung di sekelilingnya menyebabkan sepanjang jalan yang kami lalui layaknya mengendarai roller coaster di tengah hutan. Wiiiih keren!
Kontur jalan bergelombang, tanjakan, turunan dengan tingkat kecuraman mulai dari yang sedang, luar biasa, sampai yang super ekstrem plus kelokan dengan variasi tikungan biasa sampai hampir berputar 180 derajat dengan lengkung putar yang relatif sempit,Â
belum lagi di sebelah kiri atau kanan sebagian besar adalah jurang-jurang menganga, kalaupun dikombinasi dengan hijaunya rimba raya yang kelihatan saat itu pucuk pohonnya saja! Jadi kebayang deh kedalaman jurang sampai puluhan meter yang tidak jarang terkombinasi dengan badan jalan yang tinggal 1/3-nya saja, karena longsor. Wooow sereem!
Tapi memang inilah yang harus kami lalui, alam liar Kalimantan yang masih perawan dan sangat menantang bagi para petualang seperti kami, semua risers.
Bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H