Sehat Mas?
Anda tentu familiar dengan acara TV Famili 100 bukan? Itu lho, acara quiz yang materinya dari hasil survey pada 100 responden! Selain menghibur, karena materi quis yang selalu bisa memancing keterlibatan emosi penonton, acara ini baik juga untuk mengasah logika, kemampuan verbal dan juga pola sosial kita lho!Â
Salah satu episode Famili 100 yang menarik perhatian saya adalah ketika pembawa acara menanyakan, "Setelah menanyakan kabar, apa yang biasa anda tanyakan kepada orang yang baru saja bertemu?"
Ternyata, jawaban teratas alias jawaban paling banyak dari  hasil surveynya  adalah "menanyakan kesehatan!"
Menurut saya, fakta survey famili 100 diatas bukanlah sebuah kebetulan, karena sesuai kelaziman  kitapun sepertinya juga akan melakukan hal yang sama, yaitu menanyakan kesehatan setelah menanyakan kabar. Betul?Â
Terlepas pertanyaan "sehat" ini sekedar basa-basi atau memang tulus dari hati, setidaknya dari tradisi yang secara faktual dirisetkan oleh tim famili 100 ini, kita melihat adanya pesan tersirat berupa kesadaran kolektif pada masyarakat untuk menempatkan "sehat" sebagai aset penting dalam kehidupan.Â
Mindset "Sehat Itu Kebutuhan Primer"
Dalam tradisi kebudayaan masyarakat modern, umumnya telah memperkenalkan pentingnya sehat dan kesehatan sejak dini kepada anak-anak, baik melalui proses alamiah dengan teladan/contoh (tindakan riil),  maupun berbagai narasi dan  diskripsi dalam proses belajar-mengajar secara formal di sekolah. Kedua pola tersebut merupakan bagian dari proses indoktrinasi lingkungan kepada anak-anak, sebagai respon peradaban terhadap fakta pentingnya (hidup) sehat.Â
Hasil indoktrinasi berulang (repetisi) inilah yang akan menghasilkan kesadaran, bahwa sehat adalah kebutuhan primer bagi setiap manusia normal. Betapa susahnya jika kita tidak sehat, tidak fit atau malah sakit-sakitan!? Semua aktifitas kita pasti akan terganggu! Lhah, kalau aktifitas produktif kita terganggu, bagaimana dengan keberlangsungan hidup sehari-hari kita? Anak-istri kita? Orang-orang tersayang di sekitar kita?
Sayangnya, pada level pikiran sadar, "keyakinan" yang dimiliki umumnya masih belum tentu bisa menuntun "tuan-nya"untuk konsisten dalam bertindak atau berperilaku. Aneh dan lucu kan? Situasi ini saya buktikan sendiri ketika menjadi perokok aktif selama 26 (dua puluh enam) tahun.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!