Sudah menjadi rahasia umum, bila masyarakat suku Banjar penduduk mayoritas di kawasan bagian tenggara Pulau Kalimantan atau sekarang lebih dikenal sebagai wilayah Propinsi Kalimantan Selatan ini mempunyai kedekatan budaya yang begitu kuat dengan Islam.
Sejarah interaksi di antara masyarakat Banjar dengan Agama Islam sebagai tatanan kehidupan yang paripurna diyakini para sejarawan telah dimulai jauh sebelum berdirinya Kesultanan Banjar, kesultanan pertama di pulau Kalimantan yang menjadikan Islam sebagai agama resmi negara, sekitar 5 abad yang lalu.
Keadaan ini selaras dengan pernyataan antropolog Judith Nagata (dalam Hairus Salim HS), di mana Suku Banjar merupakan salah satu suku di Indonesia yang identitas kesukuannya bertumpang tindih dengan identitas keagamaan, "Agama ya suku, suku ya agama".
Maka tidak heran jika dalam keseharian masyarakat Banjar, sampai saat ini relatif masih banyak ditemukan bentuk-bentuk tradisi unik yang konstruksinya dibangun dengan mengambil sekaligus memanfaatkan simbol-simbol ritual agama Islam, baik diambil sebagian maupun secara keseluruhan.
Ritual Tradisi Lawang Sekepeng
Salah satu contoh tradisi unik masyarakat Banjar yang tumbuh dari proses akulturasi budaya asli masyarakat Banjar dengan Islam yang sampai sekarang masih terpelihara kelestariannya walaupun dari waktu ke waktu pengamalnya terus mengalami penurunan yang sangat signifikan adalah tradisi Lawang Sekepeng.
Secara gramatikal, Lawang artinya Pintu, sedangkan Sekepeng berarti sekeping. Secara sederhana penamaan "Lawang Sekepeng" ini didasarkan pada fakta riil dari lawang alias pintu/gerbang yang dibangun atau dibuat dari Sekepeng alias selembar papan triplek yang dihias dengan berbagai ornamen dan hiasan islami yang dibagian tengahnya biasa ditempatkan pangkal dari kain putih panjang atap pelindung bagi pak haji untuk memasuki rumah yang ujungnya sampai menyentuh pintu rumah.
Tradisi Lawang Sekepeng dalam tradisi adat masyarakat Banjar merupakan ritual tradisi turun temurun untuk menyambut kedatangan jamaah haji, setibanya dari tanah suci Makkah dan Madinah.Â
Ini jelas berbeda dengan tradisi Lawang Sekepeng, milik masyarakat suku Dayak di Bumi Isen Mulang, Kalimantan Tengah yang kebetulan juga mempunyai tradisi dengan nama persis, Lawang Sekepen