Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Lawang Sekepeng, Tradisi Masyarakat Banjar Menyambut Kedatangan Pak Haji dari Tanah Suci

24 Agustus 2019   23:32 Diperbarui: 25 Agustus 2019   08:30 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Air Kembang untuk Cuci kaki sebelum naik ke rumah (@kaekaha)

Islam dan Suku Banjar

Sudah menjadi rahasia umum, bila masyarakat suku Banjar penduduk mayoritas di kawasan bagian tenggara Pulau Kalimantan atau sekarang lebih dikenal sebagai wilayah Propinsi Kalimantan Selatan ini mempunyai kedekatan budaya yang begitu kuat dengan Islam.

Sejarah interaksi di antara masyarakat Banjar dengan Agama Islam sebagai tatanan kehidupan yang paripurna diyakini para sejarawan telah dimulai jauh sebelum berdirinya Kesultanan Banjar, kesultanan pertama di pulau Kalimantan yang menjadikan Islam sebagai agama resmi negara, sekitar 5 abad yang lalu.

Budaya lokal masyarakat suku Banjar yang berakar dari kebudayaan melayu, secara perlahan bisa  berakulturasi dengan tradisi dan budaya Islam yang lebih dulu berkembang di jazirah Arab dengan baik, bahkan saking baiknya relatif susah untuk sekadar mendapatkan garis "pemisah" di antara keduanya.

Keadaan ini selaras dengan pernyataan antropolog Judith Nagata (dalam Hairus Salim HS), di mana Suku Banjar merupakan salah satu suku di Indonesia yang identitas kesukuannya bertumpang tindih dengan identitas keagamaan, "Agama ya suku, suku ya agama".

Maka tidak heran jika dalam keseharian masyarakat Banjar, sampai saat ini relatif masih banyak ditemukan bentuk-bentuk tradisi unik yang konstruksinya dibangun dengan mengambil sekaligus memanfaatkan simbol-simbol ritual agama Islam, baik diambil sebagian maupun secara keseluruhan.

Butiran Baras Kuning (@kaekaha)
Butiran Baras Kuning (@kaekaha)
Ritual Tradisi Lawang Sekepeng

Salah satu contoh tradisi unik masyarakat Banjar yang tumbuh dari proses akulturasi budaya asli masyarakat Banjar dengan Islam yang sampai sekarang masih terpelihara kelestariannya walaupun dari waktu ke waktu pengamalnya terus mengalami penurunan yang sangat signifikan adalah tradisi Lawang Sekepeng.

Secara gramatikal, Lawang artinya Pintu, sedangkan Sekepeng berarti sekeping. Secara sederhana penamaan "Lawang Sekepeng" ini didasarkan pada fakta riil dari lawang alias pintu/gerbang yang dibangun atau dibuat dari Sekepeng alias selembar papan triplek yang dihias dengan berbagai ornamen dan hiasan islami yang dibagian tengahnya biasa ditempatkan pangkal dari kain putih panjang atap pelindung bagi pak haji untuk memasuki rumah yang ujungnya sampai menyentuh pintu rumah.

Tradisi Lawang Sekepeng dalam tradisi adat masyarakat Banjar merupakan ritual tradisi turun temurun untuk menyambut kedatangan jamaah haji, setibanya dari tanah suci Makkah dan Madinah. 

Ini jelas berbeda dengan tradisi Lawang Sekepeng, milik masyarakat suku Dayak di Bumi Isen Mulang, Kalimantan Tengah yang kebetulan juga mempunyai tradisi dengan nama persis, Lawang Sekepen

Air Kembang untuk Cuci kaki sebelum naik ke rumah (@kaekaha)
Air Kembang untuk Cuci kaki sebelum naik ke rumah (@kaekaha)
Secara sederhana, berikut prosesi penyambutan kedatangan jamaah haji setibanya di rumah dalam ritual tradisi Lawang Sekepeng, khas Urang Banjar,

Pertama, ketika jamaah haji sampai di muhara Lawang atau di depan pintu gerbang dengan memakai bolang (sejenis bentuk ikat kepala khas ulama Banjar yang sekarang lebih banyak diganti dengan songkok putih), Surban putih dan juga pakaian yang serba putih juga.

Saat para jamaah haji datang, maka kedatangannya akan disambut dengan irama terbangan yang biasanya diisi dengan syair-syair shalawat dan tentu saja sambil dihamburi atau ditaburi baras kuning.

Atap kain putih dengan hiasan untaian bunga khas Banjarmasin (@kaekaha)
Atap kain putih dengan hiasan untaian bunga khas Banjarmasin (@kaekaha)
Kedua, Setelah para "penerbang" menuntaskan tugasnya, maka dengan diiringi doa-doa, pak haji mulai melangkahkan kaki untuk masuk ke halaman rumah melalui jalur beratap kain putih yang membentang dari Lawang Sekepeng sampai muhara lawang.

Ketiga, di muhara lawang sebelum masuk kedalam rumah, pak haji yang baru saja datang dari berhaji di tanah suci wajib mencuci kedua kakinya dengan air bunga.

Keempat, setelah mencuci kaki dengan air yang berisi campuran beberapa macam bunga, barulah pak haji bisa masuk ke dalam rumah.

Camilan khas tanah Arab yang unik (@kaekaha)
Camilan khas tanah Arab yang unik (@kaekaha)
Kelima, setelah pak haji dan semua tamu undangan menempati tempat duduknya masing-masing, tetua kampung atau imam masjid akan memimpin doa.

Setelah doa dipanjatkan,  tuan rumah mengeluarkan aneka makanan kecil khas Arab Saudi, semacam berbagai jenis kurma, kacang Arab, manisan Arab/gulaan/permen sampai air zam-zam yang diminum menggunakan gelas kecil yang biasanya bergambar Kabah atau kubah hijau makam Nabi di Madinah.

Setelah itu, acara biasanya diakhiri dengan makan besar alias makan nasi dengan lauk pauknya sambil berbagi oleh-oleh dari tanah suci

Pembagian Soto Banjar (@kaekaha)
Pembagian Soto Banjar (@kaekaha)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun