Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Satu Lagi Anak Bekantan Lahir di Stasiun Riset Pulau Curiak, Barito Kuala

3 Agustus 2019   23:28 Diperbarui: 3 Agustus 2019   23:48 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabar gembira kembali datang dari Stasiun Riset Bekantan & Ekosistem Lahan Basah di Pulau Curiak, setelah seekor bekantan (nasalis lavartus) betina muda yang diberi nama Juwita, melahirkan seekor bayi bekantan mungil yang sangat imut dan lucu di dalam kawasan Stasiun Riset Bekantan, Pulau Curiak di perairan Sungai Barito, Anjir Muara, Barito Kuala tepat pada tanggal 1 Agustus kemarin.

Stasiun riset berkonsep ekowisata yang dibangun dan dikelola oleh Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) ini mulai beroperasi sejak 2018, di Pulau Curiak yang luasnya sekitar 7 (tujuh) hektar dan ditumbuhi vegetasi khas rawa mangrove, setelah tiga tahun sebelumnya tim Biodiversitas Indonesia, Universitas Lambung Mangkurat  menemukan belasan populasi bekantan di pulau yang saat itu menjadi lokasi tambatan kapal tongkang milik salah satu perusahaan tambang.

Bayi mungil Bekantan yang diberi nama Ambar itu, (diapresiasikan kepada Agustina Ambar Pertiwi,  peneliti muda sekaligus kepala stasiun riset bekantan yang mendedikasikan diri pada pelestarian bekantan), wajahnya masih hitam kebiru-biruan saat terlihat berada dalam pelukan Juwita induknya,  induk betina muda dari kelompok Bravo.

"Kehadiran baby bekantan ini membawa kabar gembira buat kita semua, mengingat satwa yang sejak 1990 ditetapkan sebagai maskot provinsi Kalimantan Selatan ini, merupakan spesies kunci yang keberadaannya terancam punah dan sekarang sedang kita jadikan ikon andalan wisata minat khusus yang sedang kami kembangkan bersama pemerintah daerah", ucap Amalia Rezeki, ketua SBI seperti dikutip dari Banjarmasinpost.co.id siang tadi.

Lebih jauh, menurut Amalia Rezeki yang juga dosen Pendidikan Biologi, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin ini, "Dalam dua tahun ini saja, sudah tiga kali menemukan bekantan kawasan stasiun riset melahirkan. Untuk yang pertama diberi nama Newie oleh Prof. Tim Roberts dari Universitas New Castel Australia yang berkunjung pada bulan Desember tahun lalu dan yang kedua diberi nama Memel yang lahir pada April 2019".

Bekantan Dewasa (jenisfaunaindonesia.web.id)
Bekantan Dewasa (jenisfaunaindonesia.web.id)

Sementara itu, apresiasi atas kelahiran anak bekantan tersebut juga datang dari Zulfa Asma Vikra, ketua Forum Konservasi Kalimantan Selatan yang juga anggota DPRD Provinsi Kalsel tersebut.

"Saya sangat mengapresia kerja keras tim SBI yang selama ini berupaya menjaga dan melestarikan bekantan di Kalsel. Kelahiran bekantan di Stasiun Riset ini tentu membawa kabar gembira bagi kita semua. Dengan kelahiran bekantan ini semoga bisa membantu meningkatkan populasi bekantan Indonesia seperti yang diamanahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI sebesar 10 persen dalam kurun waktu 5 tahun," jelas Zulva

Lebih jauh menurut data Zulva, ditahun 2014 hanya ada 14 individu bekantan di Pulau Curiak dan sekarang terdapat sekitar 22 individu bekantan yang terdiri dari dua kelompok  yang  masing-masing  diberi nama alpha dan bravo. 

Bekantan, satwa unik yang juga dikenal dengan sebutan  Si Hidung Mancung ini merupakan spesies endemik Pulau Kalimantan yang statusnya terancam punah dan termasuk spesies binatang yang dilindungi negara berdasar Peraturan pemerintah No. 7 Tahun 1999. Selain itu  secara internasional si monyet Belanda ini juga sudah masuk dalam apendiks I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) dan sejak tahun 2000, IUCN (International Union For Conservation of Nature and Natural Resources) juga telah memasukkan Bekantan ke dalam kelompok satwa yang terancam punah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun