Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

"Pernik Banua dan Istana Wadai", Dua Kaki yang Membuat Kami Tetap Berdiri Sampai Saat Ini

3 Agustus 2019   09:20 Diperbarui: 3 Agustus 2019   09:36 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wadai Karakter Kekinian (dokpri)

Setelah banyak perusahaan tambang skala kecil dan menengah, berikut berbagai perusahaan penopangnya tutup yang diikuti gelombang PHK besar-besaran, menyebabkan eksodus warga keluar Kalimantan Selatan. 

Tidak hanya pendatang dari beberapa daerah di Indonesia, tapi juga ekspatriat dari beberapa negara di Asia Selatan, Asia Timur, Timur Tengah, Eropa, Amerika Latin dan Amerika Latin yang sebagian besar bekerja di berbagai sektor yang berhubungan dengan pertambangan. 

Bahkan karenanya, di Komplek tempat tinggal saya di Bunyamin Residence, waktu itu warganya yang tersisa tidak sampai separuh dari biasanya. 

Uniknya, disaat bersamaan mulai masuk jaringan bisnis retail (minimarket) nasional yang pastinya bermodal besar ke Kota 1000 Sungai. Tidak tanggung-tanggung saat itu langsung ada tiga jaringan minimarket berskala nasional yang secara serentak membuka gerai masing-masing di berbagai sudut kota.

"Sudah jatuh, tertimpa tangga pula!" Mungkin ungkapan tersebut menjadi tamsil paling pas untuk menggambarkan posisi dan kondisi kami, pemilik usaha kecil dan menengah saat itu. 

Usaha retail yang kami bangun sejak sepuluh tahun sebelumnya yang saat itu dalam keadaan sekarat, akhirnya benar-benar mati alias tutup, tidak lama kemudian mengikuti usaha sejenis yang lebih dulu kolaps. 

Kami tidak sanggup bersaing dengan "gemerlap" jaringan retail berskala nasional yang menggurita sampai ke pelosok dan gang-gang di Kota 1000 Sungai. 

Kesalahan kami saat itu, kami benar-benar terlena dengan berbagai kemudahan dalam berusaha saat bisnis batubara masih moncer, kami tidak tanggap dengan perubahan-perubahan yang terjadi di sekitar kami, sehingga tidak siap menghadapi ancaman yang datangnya begitu cepat dan relatif tiba-tiba.


Pernik Banua dari Hobi jadi Amal Usaha

Beruntung, saat itu selain membuka toko kelontong saya juga mempunyai usaha produksi berbagai souvenir unik, menarik dan bermanfaat berbahan dari plywood yang saya beri label @pernikbanua. 

Beruntungnya lagi, meskipun awalnya hanya hobi semata bisnis souvenir ini ternyata memberikan hasil yang lumayan dan hebatnya lagi, relatif tidak terganggu oleh gonjang-gonjang perekonomian regional Kalimantan Selatan saat itu, karena basis pasarnya Alhamdulillah, relatif sudah merata di seluruh Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun