Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Simalakama Tambang Intan Tradisional Pumpung yang Terus Meminta Korban Jiwa

28 Juli 2019   21:50 Diperbarui: 29 Juli 2019   09:02 935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Pendulangan Intan Pumpung (republika.co.id)

Pumpung Kembali Meminta Korban Jiwa
Duka masih menyelimuti keluarga besar Supian Hadi (36 tahun), warga Desa Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, korban tertimbun material tanah longsor di area tambang Intan tradisional atau pendulangan Intan di Desa Pumpung, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru beberapa hari yang lalu.

Seperti dikutip dari banjarmasinpost.co.id, menurut beberapa saksi mata warga setempat, pada saat kejadian sekitar pukul 14.30 WITA korban Supian Hadi merupakan satu-satunya penambang dari 3 orang penambang tradisonal dalam satu kelompok kerja yang turun kedalam lubang galian dan tiba-tiba tanah di samping lubang galian longsor sehingga mengubur Supian Hadi hidup-hidup di kedalaman sekitar 3 (tiga) meter lubang tambang.

Sayang, meskipun bisa dievakuasi dan segera dilarikan ke Puskesmas Cempaka oleh rekan-rekan sesama penambang dan warga setempat, nyawa Supian Hadi tetap tidak tertolong. Supian Hadi menghembuskan nafas terakhir dalam perjalanan menuju Pusekesmas Cempaka.

Peristiwa tragis yang menimpa Supian Hadi, seketika membuat geger warga Desa Pumpung dan sekitarnya. Bagaimana tidak, belum genap 100 (seratus) hari masyarakat Pumpung dan kelurahan sekitarnya syok dan berduka, karena peristiwa serupa yang merenggut 5 (lima) nyawa dari orang-orang terdekat mereka.

Ya! Kejadian tanah longsor di area tambang Intan tradisional Desa Pumpung, Cempaka yang merenggut nyawa Supian Hadi pada Selasa (23/7/2019) yang lalu, memang bukanlah kejadian yang pertama, tapi entah sudah kejadian yang ke berapa kali!? Yang jelas, kalau dihitung dan diurutkan dari nama-nama korban yang diingat saja, menurut warga setempat sudah puluhan bahkan bisa  ratusan nyawa melayang di berbagai titik lubang tambang Intan tradisional di desa Pumpung.

Proses Pemisahan Tanah dengan Intan (bubuhanbanjar.wordpress.com)
Proses Pemisahan Tanah dengan Intan (bubuhanbanjar.wordpress.com)
Fakta Pertambangan Intan di Kalimantan Selatan
Propinsi Kalimantan Selatan, khususnya Kota Martapura ibu kota Kabupaten Banjar dan Kecamatan Cempaka, Kota  Banjarbaru sejak dahulu dikenal dengan kekayaan ragam batu mulianya, terutama intan yang telah mendunia.

Jika Kota Martapura yang juga dikenal dengan julukannya sebagai Kota Serambi Mekah ini dikenal sebagai pasar batu mulia terbesar di Indonesia, maka Kecamatan Cempaka, khususnya kampung Pumpung di Kelurahan Sungai Tiung, Kelurahan Cempaka, Kelurahan Bangkal dan Kelurahan Palam dikenal sebagai daerah penghasil intan kelas Wahid.

Bahkan khusus lokasi tambang intan tradisonal di kampung Pumpung, Kelurahan Sungai Tiung ini sejak lama telah diproyeksikan oleh Pemerintah Kota Banjarbaru dan Kalimantan Selatan sebagai destinasi pariwisata edukasi, alam dan budaya pertambangan Intan tradisional.

Sayang, karena terlihat belum maksimal digarap, destinasi wisata spesifik yang tidak ada duanya dan sebenarnya sangat potensial untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata andalan bagi daerah ini, seperti dibiarkan seadanya saja berjalan sendiri tanpa ada sentuhan -sentuhan berarti yang bisa memperkuat visi dan misinya sebagai destinasi wisata edukasi, alam dan budaya pertambangan Intan tradisional.

Celakanya lagi, di lingkungan tambang Intan tradisonal Pumpung dan sekitarnya  yang sekarang ini luas tutupan lahannya mencapai 23.514.000 m3 dan jumlah ini diyakini akan terus bertambah, mengingat belum adanya potensi ekonomi lain yang secara signifikan bisa diandalkan oleh masyarakat penambang, jelas-jelas lebih banyak memperlihatkan "drama" menyedihkan daripada "lakon" kehidupan yang penuh gairah dan harapan.

Masyarakat lebih sering melihat dan mendengar ratapan dan tangisan duka dari keluarga penambang yang pulang tanpa nyawa dan tangisan alam lingkungan bumi cempaka yang terlanjur rusak parah akibat proses penambangan yang sama sekali tidak menerapkan prinsip  Good mining.

Eksploitasi alam Cempaka dalam beberapa dekade telah "menghasilkan" lubang-lubang raksasa berisi air dengan kandungan asam sangat tinggi yang sepertinya tidak mungkin untuk ditutup kembali, apalagi untuk direklamasi. Hasil dari proses pencucian yang banyak mengandung logam berat dan sudah pasti mencemari air serta tanah, telah  mematikan berbagai jenis flora dan fauna yang sebelumnya hidup dan tumbuh sebagai bagian dari ekosistem alam setempat.

Suasana Pendulangan Intan Pumpung (republika.co.id)
Suasana Pendulangan Intan Pumpung (republika.co.id)

Meskipun air melimpah, tapi tidak bisa dimanfaatkan sama sekali. Akses air bersih untuk masyarakat susah didapat, apalagi di bulan kemarau. Sementara untuk mengakses sungai (DAS) juga tidak kalah berisiko! Rembesan air dari kolam pendulangan yang terkontaminasi limbah dan posisinya lebih tinggi, ditengarai telah ikut mencemari aliran air sungai (DAS) di beberapa lokasi.

Indikasi pencemaran terlihat saat masuk musim kemarau. Biasanya pada musim kemarau air sungai di beberapa lokasi DAS di Kalimantan Selatan terlihat bening, tapi sekarang tidak lagi! Musim hujan dan kemarau sama saja, air sungai keruh dan sedikit berbau. Selain itu, tangkapan nelayan sungai dari waktu-ke waktu juga menurun drastis. 

Fakta paling menyedihkan sekaligus yang paling memprihatinkan adalah meskipun sudah bertaruh nyawa berikut degradasi alam lingkungannya, nasib pendulang intan di Pumpung dan sekitarnya tetap saja tidak beranjak dari kemiskinan.

Lubang-lubang menganga di Pumpung dan sekitarnya yang ditinggalkan dan dibiarkan begitu saja bisa menjadi bom waktu yang setiap saat bisa meledak dan menghancurkan tata kehidupan masyarakat sekitar jika tata kelola pertambangan tradisional di sini tidak segera dikelola secara bijaksana dengan menerapkan prinsip-prinsip good mining serta secara serius mulai melakukan rehabilitasi alam dan lingkungan secara bertahap, baik dan benar, karena masalah-masalah besar di bidang lingkungan, kesehatan, sosial, ekonomi, budaya bahkan keamanan yang pelik sudah menghadang di depan.


Solusi Drama Pertambangan Intan radisonal Pumpung-Cempaka 

Rentetan "drama" pertambangan Intan tradisonal Pumpung-Cempaka yang terus meminta korban jiwa harus segera mendapatkan jalan keluarnya. Pemerintah dan masyarakat pendulang intan di Pumpung dan sekitarnya harus duduk bersama untuk mendapatkan solusi yang bersifat win-win solution.

Memang harus diakui, kesan lambat Pemko Banjarbaru dalam "memikirkan" jalan keluar alias solusi terbaik bagi "drama" tambang intan di Pumpung tidak lepas dari posisinya yang dilematis, bak buah simalakama!

Realitas pertambangan Intan tradisional tidak saja dianggap sebagai warisan pekerjaan dan usaha semata oleh masyarakat Pumpung dan sekitarnya, tapi juga warisan tradisi dan budaya yang harus dijaga, dipertahankan dan dilestarikan. Bahkan pemerintah sejak kama telah memasukkannya sebagai destinasi wisata spesifik unggulan Kota Banjarbaru, sehingga tidak mungkin menutup operasional tambang tradisonal ini tanpa memberi  jalan keluar proporsional untuk semua pihak yang berkepentingan.

Uniknya lagi, bagi masyarakat setempat yang secara turun-temurun telah mewarisi profesi sebagai penambang juga mewarisi pola pikir pendahulunya, bahwa kehilangan nyawa di lubang tambang merupakan "hal biasa", sebuah resiko yang harus diambil jika ingin mencari rezeki di tambang tradisional. Kalau tidak mau mengambil resiko itu, ya jangan mencari rezeki di tambang tradisional.

Sekelompok Penambang Intan Tradisional (bubuhanbanjar.wordpress.com)
Sekelompok Penambang Intan Tradisional (bubuhanbanjar.wordpress.com)

Ini yang semestinya segera diluruskan! Memang benar, semua pekerjaan atau profesi pasti mempunyai resikonya masing-masing, tapi masalahnya bukan itu! Rata-rata tingkat pendidikan yang relatif rendah, perekonomian yang didominasi oleh masyarakat berpenghasilan rendah menjadi lingkaran setan yang tidak ada ujung pangkalnya.

Penduduk setempat yang sejak lahir "terjebak" dalam lingkaran kerja keras pertambangan tradisonal tidak pernah atau bisa juga tidak sempat mendapat tambahan wawasan diluar "dunia tambang tradisional", sehingga mereka tidak mempunyai keahlian yang lain dan akhirnya merasa tidak ada pilihan pekerjaan yang lain. Ujung-ujungnya setelah beranjak dewasa anak-anak warga Pumpung dan sekitarnya, kemungkinan terbesar pasti akan masuk ke dalam dunia tambang tradisional juga.

Dari data-data diatas, diatas kertas setidaknya ada tiga model solusi yang mungkin bisa diambil oleh pemerintah, yaitu 

  1. Tetap membiarkan pertambangan tradisional di Pumpung dan sekitarnya, tapi mensyaratkan perijinan (legalitas) agar bisa dikontrol serta dibina pemerintah dan proses pertambangan yang aman dan profesional.
  2. Menutup area tambang tradisional dan mengalihkan pekerjaan pendulang ke bidang lain. Seperti peternakan, pertanian, beragam kerajinan tangan, kuliner bahkan bisa juga menjadi guide untuk pariwisata Pumpung.
  3. Kombinasi diantara kedua opsi diatas dengan beberapa modifikasi dan kompromi agar semua bisa berjalan dengan baik.

Pasca tragedi Pumpung yang menelan lima orang korban jiwa meninggal pada bulan April yang lalu, Walikota Banjarbaru Nadjmi Adhani telah menyatakan kesiapan Pemko untuk membantu para penambang yang ingin beralih pekerjaan, khususnya untuk menggeluti usaha peternakan unggas jenis itik. Pemerintah kota Banjarbaru akan memberi modal berupa 50 ekor bibit itik untuk dibudidayakan, pembuatan kandang, pakan, obat-obatan dan lainnya.

Upaya Pemko Banjarbaru untuk mengajak penambang tradisonal beralih pekerjaan ini memang tepat sasaran dan sepertinya mendapat respon bagus dari masyarakat Pumpung dan sekitarnya. Dikutip dari jejakrekam.com menurut data saat ini ada sekitar 600 warga Desa Pumpung yang sudah masuk program pengalihusahaan dari penambang intan menjadi peternak itik. Hanya saja, mungkin kedepannya program pengalihan usaha dan pekerjaan ini harus diperbanyak bidangnya, tidak hanya ternak itik semata.

Pepatah bijak mengatakan, memberi kail lebih bijaksana daripada memberi ikan! Upaya Pemko Banjarbaru diatas sepertinya memang berkaca dari pepatah bijak diatas.

Hanya saja, sepertinya ada kebutuhan mendasar lain atau "kail" lain yang sifatnya lebih besar dan mendasar yang diperlukan masyarakat Pumpung untuk mengangkat harkat dan martabatnya, berikut lingkungan alam sekitarnya ke tempat lebih tinggi yang diharapkan bisa memutus lingkaran setan penyebab rusaknya alam serta memutus siklus turun temurun profesi menjadi pendulang Intan tradisonal, yaitu pendidikan.

Semoga bermanfaat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun