Pulau Kalimantan atau secara internasional lebih dikenal sebagai Borneo, telah lama diidentikkan masyarakat dengan lebatnya bentang hutan hujan tropis berikut kekayaan dan keragaman adat istiadat serta budaya khas suku-suku bangsa yang mendiaminya.
Hutan hujan tropis Pulau Kalimantan merupakan rumah bersama sekaligus ruang suaka serta konservasi bagi adat istiadat serta budaya masyarakat yang bergantung kepada hutan, baik secara fisik maupun spiritual untuk bertahan hidup, juga beragam plasma nutfah berbagai spesies hayati (flora) dan hewani (fauna) endemik Pulau Kalimantan.
Fakta diatas memang bukan isapan jempol semata! Meskipun kesadaran masyarakat akan kekayaan alam dan upaya pelestariannya, secara faktual kini terus berpacu dengan degradasi alam akibat buruknya manajemen eksploitasi (pertambangan) berbagai mineral alam di perut bumi Kalimantan.
Kekayaan Budaya Kalimantan Selatan
Sebagian besar, ragam kekayaan budaya masyarakat Pulau Kalimantan mempunyai ikatan serta kedekatan yang begitu kuat dengan alam dan lingkungannya, begitu juga dengan masyarakat Kalimantan Selatan yang secara mayoritas penduduknya merupakan suku Banjar.
Kedekatan budaya masyarakat Banjar dengan alam, salah satunya bisa kita lihat dan buktikan dari ragam kuliner tradisionalnya yang semuanya menunjukkan eratnya hubungan saling menguntungkan (simbiosis mutualisme) yang dibangun oleh masyarakat Banjar dengan alam lingkungannya..
Baca Juga : [Mahalabio] Mangandung Kolesterol
Seperti pada artikel saya yang berjudul “Gangan Sulur Bunga Teratai", Olahan Sayur Kaya Nutrisi Khas Kota 1.000 Sungai yang membeberkan kedekatan masyarakat Banjar dengan lingkungan lahan basah (air dan sungai) yang kemudian melahirkan kuliner unik dan sedap berbahan "Gangan Sulur Bunga Teratai" yang citarasanya akan mengggoda siapapun penikmatnya!
Uniknya, semakin diburu untuk dikonsumsi bunga teratai di pekarangan kami dan juga di berbagai lahan basah di daerah kami justeru semakin terjaga kelestariannya dan gayung pun bersambut, sekarang bunga teratai telah ditahbiskan sebagai maskot floral, Kota 1000 Sungai oleh pemerintah Kota Banjarmasin.
Selain gangan sulur, masyarakat Banjar juga mempunyai beragam jenis kuliner unik dan khas yang kesemuanya berakar dari kedekatan budaya masyarakat dengan alam lingkungannya, salah satunya yang sangat populer adalah "mandai atau manday".
Mandai, “Daging Buatan” Multirasa dan Multiguna
Mandai atau Manday merupakan bahan kuliner hasil olahan dari daging kulit tiwadak (cempedak; Artocarpus integer) yang direndam dalam air garam (fermentasi) untuk periode waktu tertentu, minimal empat hari sampai satu tahun keatas. Intinya, semakin lama direndam dalam cairan garam maka bau, citarasa dan tekstur khasnya yang mirip daging akan semakin kuat.