Mohon tunggu...
Kartika E.H.
Kartika E.H. Mohon Tunggu... Wiraswasta - 2020 Best in Citizen Journalism

... penikmat budaya nusantara, buku cerita, kopi nashittel (panas pahit kentel) serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Soto Banjar dan Katupat Kandangan “Pengantar” Mabrurnya Ibadah Haji

4 Juli 2019   05:57 Diperbarui: 4 Juli 2019   06:06 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Masjidil Haram (dokpri/@kaekaha)

“Pengalaman adalah guru yang terbaik!”

Pepatah bijak diatas sepertinya menjadi pegangan pemerintah Indonesia sebagai operator tunggal pengelola perjalanan haji reguler di Indonesia. Dari tahun ke tahun, berbagai inovasi pelayanan haji terus dibenahi dan ditingkatkan secara bertahap. Layaknya Kaizen, berbagai langkah inovatif terus diupayakan oleh pemerintah melalui Departemen Agama untuk memberikan layanan terbaik kepada calon jamaah haji Indonesia, terlebih selama berada di tanah suci, Makkah dan Madinah.

Pada musim haji tahun 2019 ini, lompatan inovasi khususnya untuk layanan akomodasi haji selama di Makkah yang dilakukan pemerintah Indonesia dinilai banyak pihak sangat bermanfaat untuk menambah kenyamanan, bahkan kekhusu’an jamaah dalam menjalankan ibadah haji. Salah satunya adalah sistem zonasi atau pengelompokkan lokasi pemondokan calon jamaah haji berdasar asal daerah atau embarkasi yang segera diterapkan. 

Berbeda dengan sistem pemondokan pada penyelenggaraan haji tahun-tahun sebelumnya yang "membaur", untuk tahun ini pemerintah memberlakukan pengelompokkan, dimana Jamaah dari embarkasi yang sama akan mendapatkan lokasi penginapan yang sama dan dalam satu zona wilayah yang sama tersebut bisa digabung beberapa embarkasi yang mempunyai latar belakang kedaerahan yang sama. 

Zonasi Pemondokan Jamaah Haji Indonesia 2019  (nusagate.com)
Zonasi Pemondokan Jamaah Haji Indonesia 2019  (nusagate.com)

Berikut daftar lengkap penempatan masing-masing embarkasi berdasarkan wilayah zonasi :

  1. Syisyah: Embarkasi Aceh (BTJ), Medan (KNO), Batam (BTH), Padang (PDG), dan Makassar (UPG)
  2. Raudhah: Embarkasi Palembang (PLM) dan Jakarta-Pondok Gede (JKG);
  3. Misfalah: Embarkasi Jakarta-Bekasi (JKS);
  4. Jarwal: Embarkasi Solo (SOC);
  5. Mahbas Jin: Embarkasi Surabaya (SUB);
  6. Rei Bakhsy: Embarkasi Banjarmasin (BDJ) dan Balikpapan (BPN)
  7. Aziziah: Embarkasi Lombok (LOP)

Dengan sistem zonasi, diyakini akan memudahkan koordinasi baik antar jamaah maupun jamaah dengan petugas, bahkan antar sesama petugas pendamping haji. Selain itu, sistem zonasi ini juga dimaksudkan untuk lebih memaksimalkan kualitas layanan akomodasi jamaah haji, termasuk upaya untuk mengeliminir berbagai “permasalahan klasik” jamaah haji dari Indonesia seperti masalah transportasi jamaah, komunikasi/bahasa, tersesat/kesulitan mencari lokasi pemondokan dan menu makan jamaah.

Suasana Masjidil Haram (dokpri/@kaekaha)
Suasana Masjidil Haram (dokpri/@kaekaha)

“Permasalahan klasik” jamaah haji Indonesia diatas, mungkin bukan termasuk perkara yang terkait secara langsung dengan sah atau tidaknya ataupun yang bisa membatalkan atau menggugurkan ibadah haji, tapi bisa saja mengurangi kenyamanan jamaah selama mukim di Makkah yang dikhawatirkan akan mengganggu kekhusu’an jamaah dalam menjalankan semua rukun ibadah terkhusus rukun haji untuk mendapatkan pahala haji yang mabrur.

Alhamdulillah, penerapan sistem zonasi untuk pemondokan jamaah yang maksimal berjarak 1000 meter dari Masjidil Haram ini akan memberi efek domino positif bagi beberapa permasalahan klasik jamaah haji Indonesia selama di Makkah, seperti  layanan transportasi jamaah yang lebih fokus dan terkontrol dan menurut Kasubdit Transportasi Haji Kemenag Subhan Cholid sudah siap 100%, dimana Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi sudah menyiapkan tiga jenis layanan transportasi darat yang bisa dinikmati semaksimal mungkin oleh jamaah ketika beribadah haji, yaitu 

Bus Shalawat (liputan6.com)
Bus Shalawat (liputan6.com)
  1. transportasi antar kota perhajian, melayani 6 rute, yaitu : bandara Madinah ke pemondokan Madinah, Madinah ke Makkah, Jeddah ke Makkah, Makkah ke Jeddah, Makkah ke Madinah, dan pemondokan Madinah ke bandara Madinah.
  2. transportasi shalawat, 24 jam non stop melayani 9 rute, yaitu : Jamarat - Mahbas Jin - Bab Ali (bus dengan nomor stiker 4), Syisyah - Syib Amir (nomor stiker 5), Syisyah Raudhah - Syib Amir (nomor stiker 6), Syisyah 1 - Syib Amir (nomor stiker 7), Syisyah 2 - Syib Amir (nomor stiker 8), Raudhah - Syib Amir (nomor stiker 9), Jarwal - Syib Amir (nomor stiker 10), Misfalah - Jiad (nomor stiker 11), Rea Bakhsy- Jiad (nomor stiker 12)
  3. transportasi Masyair, melayani 4 rute, yaitu: Makkah ke Arafah,  Arafah ke Muzdalifah,  Muzdalifah ke Mina,  dan Mina ke Makkah.

Untuk masalah jamaah tersesat, dengan zonasi pemondokan plus tertibnya jamaah untuk selalu mengenakan atribut haji khas Indonesia termasuk bisa mengerti bahasa Indonesia (karena masih banyak calon jamaah haji yang hanya bisa berbahasa daerah masing-masing, terutama yang berusia tua) apalagi bahasa Arab, Insha Allah akan lebih cepat mendapatkan pertolongan untuk menemukan kembali area pemondokannya.

Suasana pemondokan di Mina (dokpri)
Suasana pemondokan di Mina (dokpri)

Untuk masalah bahasa, inilah salah satu keunikan khas jamaah haji dari Indonesia! Meskipun datang dari negeri yang sama, jamaah haji kita mempunyai latar belakang etnis yang berbeda-beda yang secara otomatis pasti mempunyai bahasa ibu yang berbeda-beda juga.

Belajar dari hasil survey kepuasan jamaah haji tahun-tahun sebelumnya, dimana faktor bahasa selalu menjadi salah satu kendala dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar jamaah yang dikhawatirkan bisa memicu kesalahpahaman, maka dengan sistem zonasi atau pengelompokkan ini diharapkan akan mengurangi resiko diatas dan semakin menambah kenyamanan jamaah dalam berkomunikasi dan berinteraksi sehingga bisa menambah kekhusu’an dalam beribadah.

Terakhir, ini yang paling menarik! Dengan sistem zonasi ini, memungkinkan pemerintah sebagai “operator tunggal” penyelenggara ibadah haji di Indonesia untuk berinovasi pada ragam menu makanan/katering jamaah haji. 

Nasi Kuning Dendeng Rusa khas Banjar (dokpri)
Nasi Kuning Dendeng Rusa khas Banjar (dokpri)

Jika pada tahun-tahun sebelumnya, pemerintah memberikan menu katering berupa makanan  yang bersifat nasional secara seragam kepada seluruh jamaah selama di tanah suci, maka mulai tahun ini selama mukim di Makkah menu lokal atau menu khas daerah masing-masing jamaah bisa dihidangkan tiga kali dalam seminggu, yaitu tiap hari Selasa, Kamis dan Sabtu seperti disampaikan oleh Kepala Seksi Layanan Katering Daker Mekah Tahun 1440 H/2019 Dewi Gusti Karini.

Artinya, bagi jamaah haji dari embarkasi Banjarmasin (BDJ) dan Balikpapan (BPN) yang mayoritas merupakan urang Banjar dan Insha Allah akan menempati zona Rei Bakhsy sangat memungkinkan tetap bisa menikmati ragam kuliner khas Banjar seperti Soto Banjar, Katupat Kandangan, nasi kuning lauk Iwak haruan atau dendeng menjangan tiga kali dalam seminggu selama di Makkah. (Memang semua tergantung ketersediaan bahan baku dan kesanggupan juru masaknya!) Ini baru  inovasi keren, iya nggak?

Sekilas, urusan perut ini bagi sebagian orang mungkin dianggap hanya urusan sepele saja, tapi bagi yang pernah melaksanakan ibadah haji atau mungkin sesekali ke luar negeri dengan budaya kuliner berbeda untuk waktu lebih dari sebulan mungkin baru bisa merasakan bagaimana rasanya “tersiksa”  (secara fisik maupun psikologis) merindukan masakan ibu. Sangat mengganggu konsentrasi!

Soto Banjar Klasik (dokpri/@kaekaha)
Soto Banjar Klasik (dokpri/@kaekaha)

Untuk itulah, setelah mengkaji hasil survey kepuasan layanan haji tahun-tahun sebelumnya, maka untuk musim haji tahun 2019 ini, demi lebih menjaga konsentrasi, kenyamanan dan juga kekhusu’an jamaah haji dalam menjalankan rukun ibadah haji di tanah suci, maka pemerintah dengan serius ingin memberikan pelayanan maksimal kepada para calon jamaah haji, salah satunya dengan menghadirkan berbagai menu khas daerah sesuai dengan zona atau daerah asal masing-masing jamaah.

Harapannya, dengan pendekatan menu yang lebih variatif dan berasal dari “kampung” sendiri tidak hanya untuk keseimbangan asupan gizi bagi jamaah semata, tapi juga agar jamaah tidak cepat bosan dan terserang rindu berat dengan “masakan ibu”, sehingga semua jamaah haji dari Indonesia tetap sehat dan bergairah untuk lebih menikmati semua prosesi ibadah haji dengan lebih nyaman dan khusu’ yang Insha Allah akan berbalas dengan haji yang mabrur. Wallahu A'lam Bishawab

 Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun