Akibatnya, pemberi bantuan bencana dan teman yang meminjami uang jadi tidak percaya lagi dengan Bang Umar dan parahnya lagi teman yang meminjamkan uangnya berniat untuk meminta kembali uangnya!
Setelah berhitung dengan realitas situasi dan kondisi keluarga dan kampung halamannya yang saat itu memang cukup parah mengalami kerusakan, demi melihat masa depan (forward looking) dan latar belakang Bang Umar yang lahir dan besar dari keluarga muslim yang taat menganggap tanggungan hutang itu tanggung jawab dunia akhirat, jadi secepatnya tetap harus diusahakan untuk  dibayar atau dilunasi.
Bang Umar berpikir sepertinya tidak ada jalan lain selain harus segera bertindak untuk melakukan sesuatu! Karena kalau tidak segera bergerak, khawatir terlambat dan semakin sulit untuk menyelamatkan "perekonomian" dalam bahtera rumah tangganya.
Akhirnya, berangkat dari situasi stabilitas sistem keuangan dalam keluarga yang semakin terjepit, Bang Umar dan putra pertamanya yang sudah lulus SMA, memutuskan untuk merantau ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan mengikuti jejak beberapa tetangga yang beberapa bulan sebelumnya lebih dulu berangkat dan ternyata lumayan sukses ditanah rantau, Kalimantan Selatan.
"Alhamdulillah, setelah hijrah ke Banjarmasin sekitar enam bulan yang lalu, Allah kasih jalan bagi saya dan keluarga untuk memperbaiki kondisi keuangan. Sekarang, meskipun keadaan belum kembali normal seperti sediakala, tapi setidaknya keluarga saya di Lombok sudah bisa hidup dengan layak. Â Alokasi keuangan relatif sudah normal, kredit barang dan pinjaman dari teman sudah mulai bisa dibayar seperti yang semestinya", kata Bang Umar beberapa hari yang laluÂ
Sejak saat itu, berbondong-bondonglah sanak keluarga dan tetangga Bang Umar ikut menyusul merantau ke Banjarmasin dan sekitarnya. Mereka berusaha menata kembali "sistem keuangan" keluarga mereka yang juga sempat morat-marit dengan cara merintis usaha berjualan es kelapa khas NTB yang suegeeeer!
Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan
Kalau mencermati kisah Bang Umar dan perjuangannya diatas, dalam skala yang lebih luas kita seperti di suguhi kilas balik fragmentasi krisis keuangan yang pernah meluluhlantakkan negeri kita dua dekade silam.
Saat itu, negara sebesar dan sekaya Indonesia yang digadang-gadang menjadi macan Asia bisa mengalami kebangkrutan yang nyata. Jatuhnya nilai Rupiah yang kemudian merambat ke berbagai lini dalam sistem keuangan terutama dunia perbankan, menunjukkan betapa "sakitnya" sistem keuangan kita saat itu.
Celakanya, virus penyakit ini akhirnya menyebar ke berbagai sektor, tidak hanya perekonomian, tapi lompat pagar menyerang berbagai sektor non-ekonomi dan klimaksnya ketika rezim Orde Baru tumbang yang ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto setelah 32 tahun berkuasa.
Pengalaman ini menjadi cermin bagi Bang Umar, betapa besar biaya untuk menyelamatkan krisis ekonomi yang terlanjur bersifat sistemik, selain itu untuk kembali pulih seperti sediakala juga memerlukan waktu yang tidak sebentar!