Berikutnya, sebelum finish di Candi Prambanan, tepat di Km 40 terdapat Candi Bubrah yaitu salah satu candi Buddha yang saat ditemukan kondisinya dalam keadaan rusak atau bubrah (Bahasa Jawa). Lokasi candi ini masih berada di dalam kompleks Taman Wisata Candi Prambanan, yaitu di antara Percandian Rara Jonggrang dan Candi Sewu.
Secara administratif, candi yang menurut perkiraan, dibangun pada abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno atau satu periode dengan Candi Sewu ini, terletak di Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten.
Candi bubrah yang baru selesai dipugar tahun 2017 yang lalu ini mempunyai ukuran 12 m x 12 m dan terbuat dari jenis batu andesit. Saat ditemukan masih terdapat beberapa arca Buddha, walaupun tidak utuh lagi.
Selain melintasi Candi-candi megah dengan arsitektur indah, di km di Km 26, pelari akan disambut oleh Monumen Taruna Perjuangan atau juga dikenal dengan nama Museum Pelataran, yaitu saksi bisu kisah perjuangan taruna Akademi Militer pada tahun 1949 yang terletak di Dusun Plataran, Desa Selomartani, Kecamatan Kalasan, Sleman.
Monumen ini untuk mengenang puluhan pejuang Indonesia yang sebagian besar adalah para taruna Militer Academy (MA) atau saat ini dikenal sebagai Akademi Militer (Akmil) yang gugur dalam pertempuran melawan Belanda, pasca terjadinya Agresi Belanda pada tanggal 24 Februari 1949.
Selain destinasi wisata berupa bangunan-bangunan bersejarah, rute Mandiri Jogja Marathon 2019 yang digelar untuk mempromosikan pola hidup sehat sekaligus mempromosikan pariwisata di Yogyakarta ini juga mempertontonkan eksotika alam dan budaya masyarakat Jogjakarta.
Pemandangan puncak gunung Merapi (2930 mdpl) salah satu titik terpenting dan istimewa dalam kosmologi kehidupan masyarakat Jawa, khususnya daerah Jogjakarta dan sekitarnya akan memanjakan mata para pelari mulai di km 13- 15.
Tidak hanya itu, hamparan sawah menghijau dengan latar pedesaan khas Jogjakarta yang sarat dengan kearifan lokal siap melanjutkan aksinya memanjakan mata semua pelari.
Di sepanjang rute lomba masyarakat tidak hanya sekedar menonton, tapi juga beraksi dengan aktifitas dan kreativitasnya masing-masing untuk memberikan tontonan dan hiburan kepada para pelari dan masyarakat yang melintas dengan menampilkan berbagai suguhan pentas seni.
Ada yang membagi-bagikan minuman dan kuliner daerah dengan memakai kostum Hanoman layaknya pemain wayang orang dalam cerita Legenda Ramayana, ada juga yang menyuguhkan ragam tari-tarian bahkan seni tradisional “kotekan lesung” yang disajikan oleh para ibu-ibu dengan pakaian adat Jawa lengkap, sehingga menarik perhatian para pelari dan masyarakat yang melintas di jalur lomba, bahkan beberapa pelari asing ada yang merasa perlu untuk berfoto dengan ibu-ibu tersebut.