Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Ketika Hidup Harus Berbagi Ruang dengan Binatang-binatang Liar

14 Juli 2019   20:49 Diperbarui: 18 Januari 2021   11:04 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Biawak Seukuran Manusia Dewasa di Komplek Kami (@kaekaha/dokpri)

Pulau Kalimantan, pulau milik tiga negeri serumpun yang dikenal sebagai paru-paru dunia ini, sejak dulu dikenal dengan alam liarnya yang eksotis dan menantang. Hutan perawan yang belum terjamah manusia, ragam fauna liar dengan berbagai senjata mematikan yang hidup bebas Pserta serangkaian selimut misteri yang sepertinya akan tetap menjadi bagian tidak terpisahkan dari eloknya bumi Borneo.

Di tepian Kota Banjarmasin, Ibu Kota Kalimantan Selatan tempat tinggal saya dan keluarga,  meskipun sangat jauh dari hutan perawan dengan segala “keindahan” yang ada didalamnya, tetap saja masih menyisakan beberapa fenomena kehidupan alam liar khas Pulau Kalimantan, khususnya  kontak dengan beberapa binatang liar yang bila tidak diwaspadai secara  bijaksana bisa membahayakan. Inilah beberapa jenis binatang “tidak biasa” yang sering muncul bahkan mengajak saya dan keluarga saya untuk berinteraksi dengannya.

Berang-berang
Saya pertama kali melihat secara langsung mamalia buas yang tergolong binatang karnivora ini di jalanan Komplek perumahan tepat di depan rumah saya, sekitar jam 23.00 WITA.

Gerombolan empat ekor dewasa mamalia semiaquatik yang cukup cerdas ini saat itu terlihat berjalan dengan dua kaki alias berdiri secara beriringan tanpa suara sama sekali. Kalau tidak salah tinggi mereka sekitar 1 meter lebih sedikit (sayang tidak sempat di dokumentasikan)

Awalnya saya mengira mereka itu gerombolan anjing, karena selain warna hitam pekat pada bulu ukuran badannya kurang lebih juga sama dengan anjing dewasa. Tapi setelah melihat cara berjalan dan bentuk tubuhnya saya baru menyadari ini bukan anjing, tapi jenis binatang lain! Feeling saya hanya mengatakan kalau ini binatang buas, makannya saya memilih diam tidak bergerak dari tempat duduk saya yang hanya berjarak tidak lebih dari dua meter saja. 

Baru beberapa hari kemudian dari penuturan Pak Ahad, satpam paling senior di Komplek yang bertugas di RT kami yang kebetulan memang warga asli kampung tempat Komplek berdiri, saya mengetahui kalau rombongan binatang yang saya lihat itu adalah berang-berang, binatang yang bisa menyerang manusia secara keroyokan jika merasa terganggu dan terdesak. 

Tidak ketinggalan bapak satpam ini juga menceritakan nasib tetangganya yang hampir tewas di serang gerombolan berang-berang saat  sendirian di sawah padahal siang hari, hanya beberapa hari setelah dia berhasil menangkap seekor berang-berang yang merusak keramba jala apungnya.


Malam itu, saya benar-benar terkejut melihat rombongan binatang buas yang suka menyerang musuhnya secara keroyokan itu tiba-tiba lewat di depan saya dengan santainya. Padahal jalanan Komplek di depan rumah saya yang terbuat dari susunan paving blok ini meskipun relatif sepi tapi masih menjadi jalur utama lalu-lalang penghuni Komplek termasuk satpam yang ngepos hanya sekitar sepuluh meter dari rumah yang setiap satu jam sekali selalu keliling komplek. 

Karena penasaran, sejak saat itu hampir tiap malam saya sengaja “mengintip” dan mencari tahu aktifitas mereka yang ternyata mencari makan ikan-ikan haruan (gabus) di kolong-kolong rumah panggung kami. Kadang mereka turun ke jalanan dalam jumlah besar sampai sekitar lima belas ekor termasuk membawa anak-anak mereka yang bisa dikenali tidak hanya dari ukuran tubuhnya saja, tapi juga dari suaranya.

Dari penuturan Pak Ahad juga saya mengetahui, kalau komplek perumahan tempat kami tinggal  mulai berdiri sekitar tahun 2004 di lahan yang sebelumnya merupakan rawa-rawa Lebak alias rawa pasang surut yang juga dijadikan masyarakat sebagai lahan pertanian (sawah aktif) sekaligus sebagai tempat budidaya ikan keramba yang ternyata sejak dulu memang menjadi  habitat si berang-berang. Jadi tidak heran jika sampai sekarang mereka masih suka mencari makan ikan yang terkurung si bawah kolong-kolong rumah kami.

Masyarakat asli di kampung ini, menurut Pak Ahad  sudah biasa berinteraksi dengan binatang-binatang bercakar tajam yang suka merusak keramba jaring milik warga tersebut. Biasanya warga memilih menghindar jika berpapasan dengan gerombolan yang biasa keluar pada menjelang tengah malam ini.

Kepanikan dan Ketiadaan Ilmu Evakuasi Menyebabkan Kerepotan yang Luar Biasa (dokpri)
Kepanikan dan Ketiadaan Ilmu Evakuasi Menyebabkan Kerepotan yang Luar Biasa (dokpri)

Biawak (Varanus salvator)
Bagi warga Komplek tempat kami tinggal, keberadaan biawak si-kadal raksasa ini sebenarnya bukanlah sesuatu yang istimewa, luar biasa apalagi menakutkan. Bagi kami, biawak layaknya burung gereja atau burung pipit yang banyak membuat sarang di lubang “angin-angin” rumah atau juga di plafon yang lubang atau terkoyak. 

Hampir setiap saat dalam keseharian kami bisa bersua dengan biawak beraneka ukuran, dari anakan yang seukuran kadal di Banjar disebut dengan bingkarungan (kalau lagi apes mereka bisa dijadikan mainan sama anak-anaksampai indukannya yang sebesar manusia dewasa. 

Mereka biasa jalan-jalan di jalanan komplek, masuk ke pekarangan rumah, bahkan dalam beberapa kasus entah karena kesasar atau memang sengaja, mereka bisa juga menyelinap kedalam rumah bahkan ke dalam dapur, kamar mandi atau kamar tempat tidur.

Sayang, kebiasaan buruk mereka sebagai binatang pemakan daging alias karnivora seperti berang-berang yang biasa merusak dan memangsa ikan peliharaan masyarakat dalam keramba, bahkan burung, ayam hingga anjing dan kucing warga komplek, menyebabkan warga sering jengkel.

Berbeda dengan berang-berang, biawak lebih pemalu. Biasanya, sebesar apapun ukuran dan usia biawak akan memilih untuk kabur ketika “mendengar” ada kehadiran manusia di sekitarnya, apalagi jika harus berhadap-hadapan  dengan manusia. 

Repotnya, jika secara tidak sengaja kita harus bersua dengan biawak berukuran “jumbo” yang  entah kesasar atau sengaja tengah asyik mengaduk-aduk dapur, seperti yang saya alami dulu. Saya terkejut dan si biawak juga terkejut.

Spontan, saya melompat keatas kursi dan si biawak lagi-lagi lebih memilih menghindar dengan mencoba untukkabur, tapi karena tidak ingat jalan keluar akhirnya si biawak justeru menabrak sana-sini, sehingga tenaganya yang luar biasa kuat bikin dapur jadi berantakan! Setelah bisa menguasai diri, baru saya meminta tolong kepada beberapa tetangga untuk melumpuhkan sekaligus mengeluarkan si biawak yang saya kurung di dapur.

Sebenarnya, biawak relatif tidak berbahaya. Karena dia tidak mempunyai “senjata” taktis yang mematikan. Dia hanya mengandalkan kekuatan sabetan ekornya dan gigitan plus air liurnya yang mengandung ribuan bakteri mematikan. 

Bukan bermaksud untuk menyombongkan diri, bagi kami yang setiap hari biasa berinteraksi dengan mereka, senjata dan amunisi milik biawak ini sebenarnya relatif mudah untuk ditaklukkan, hanya saja tenaga biawak dewasa yang luar biasa kuat ditambah dengan kepanikan dan kekagetan saya saat itu, plus ketiadaan ilmu pengetahuan terkait cara menjinakkan ataupun evakuasi binatang-binatang ini, menjadikan mental saya saat itu jadi satu level dibawah si biawak, akibatnya saya gagal menkahlukkan dia.

Akhirnya, meskipun dengan susah payah dan memerlukan waktu yang cukup lama dengan dibantu sekitar lima orang dewasa tetangga kiri-kanan rumah, dengan peralatan sederhana seperti tali tambang, karung dan tongkat sapu seadanya kami berusaha akhirnya bisa menakhlukkan si biawak “jumbo” yang selanjutnya dilepas kembali di habitatnya yang jauh dari pemukiman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun