Banyaknya ragam suku bangsa yang mendiami bumi nusantara menjadi sebuah keniscayaan yang sangat membanggakan bagi Bangsa Indonesia, bangsa besar yang tercatat mempunyai suku bangsa, bahasa, agama, ragam adat istiadat dan budaya terbesar, terbanyak dan tentunya terunik di dunia.
Salah satu keragaman kekayaan budaya nusantara yang menjadi keunikan khususnya dari suatu daerah dan sampai sekarang masih tetap hidup, berkembang dan lestari menjadi bagian dari budaya lokal setempat adalah berbagai jenis folklore.
Folklore, yaitu berbagai macam adat istiadat tradisional serta kebiasaan-kebiasaan khas yang menjadi tradisi dalam suatu budaya dari kelompok tertentu yang bisa berwujud legenda, cerita rakyat, musik tradisi, sejarah lisan, pepatah, lelucon, takhayul, dongeng, kearifan lokal dan yang lainnya.
Selain itu, jika dongeng atau cerita rakyat telah diwariskan secara turun temurun artinya telah melalui screening atau seleksi budaya dari generasi-generasi sebelumnya.
Dalam lingkungan masyarakat Suku Banjar yang sebagian besar mendiami Pulau Kalimantan bagian tenggara yang sekarang justeru kita kenal dengan nama Kalimantan Selatan, mempunyai folklore dalam wujud cerita rakyat yang sampai detik ini tetap populer bahkan hidup dan semakin berkembang di masyarakat dengan sambatan (sebutan; Bahasa Banjar) Si Palui.
Uniknya, kisah si Palui tidak hanya populer bagi masyarakat asli Banjar saja atau masyarakat pendatang yang sudah lama menetap dan beranak-pinak di Kalimantan Selatan, seperti entitas Jawa Gambut (masyarakat keturunan suku Jawa yang lahir dan besar di Kalimantan Selatan dan belum pernah menginjakkan kaki di tanah leluhurnya, Pulau Jawa), tapi kisah-kisah kocaknya yang menghibur juga populer untuk para ekspatriat dan juga para pendatang lainnya yang sebagian besar tertarik karena awalnya berniat ingin belajar bahasa Banjar.
Menurut Budayawan Banjar, Attaberani Kasuma, tokoh Si Palui sudah menjadi bagian dari budaya tutur rakyat sejak zaman kerajaan Nan Sarunai (1500-1600 M), artinya karakter tokoh Si Palui sudah bertahan menjadi warisan turun-temurun lebih dari 5 abad.
Hal ini bisa terjadi karena, sumber kekuatan utama dari cerita Si Palui adalah cerita realitas seputar kehidupan masyarakat banjar sehari-hari (awalnya budaya Banjar Pahuluan), sehingga masyarakat banua relatif lebih mudah mengakrabi jalan ceritanya.
Di dalamnya menjelaskan bahwa peristiwa dan latar belakang dari ceritanya sebagian besar merekam tradisi keseharian serta ragam budaya kehidupan masyarakat banua yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan diri sendiri atau berkaitan dengan kegiatan manusia sebagai bentuk pengembangan dirinya dan nilai budaya Banjar yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan alam.
Secara praktis, perpaduan karakter antar tokoh dari serial Si Palui, seperti Si Palui sendiri yang biasa dikesankan sebagai sosok urang kampung yang lugu, sederhana, humoris/kocak yang sedikit lanji (“kenakalan/kegenitan” khas laki-laki dewasa), apa adanya dan banyak akal. Lantas Garbus yang lebih religius, Tulamak si jago makan dan Tuhirang, Tuhabuk, Tuhalus serta beberapa tokoh cameo yang lain layaknya representatif karakter urang Banjar.