Mohon tunggu...
Kartika E.H.
Kartika E.H. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

... penikmat budaya nusantara, buku cerita, kopi nashittel (panas pahit kentel) serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Citarasa Istimewa di Balik Tampilan Sederhana Nasi Itik Gambut

5 Desember 2018   01:38 Diperbarui: 5 Desember 2018   02:02 1078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyajian Nasi Itik Gambut dalam Piring (Foto : @kaekaha)

Penyajian Nasi Itik Gambut dalam Piring (Foto : @kaekaha)
Penyajian Nasi Itik Gambut dalam Piring (Foto : @kaekaha)
Dalam penyajiannya, masing-masing warung biasanya mempunyai cara strategis yang berbeda-beda untuk memanjakan langganan masing-masing. Hanya saja, secara  umum ada dua macam cara menyajikan kuliner Nasi Itik Gambut di warung-warung yang sebagian diantaranya buka sampai 24 jam, yaitu berbentuk nasi bungkus dan sajian dengan piring. Sudah pasti, masing-masing mempunyai kekhasan berikut penggemar dan penikmatnya masing-masing.

Baca Juga : Singgah di "Kampung Jagung Manis" Bati-Bati, Tanah Laut

Pada dasarnya, diantara keduanya tidaklah jauh berbeda. Bahkan, secara materi keduanya bisa dibilang sama persis, yaitu sama-sama berisi nasi putih (dari beras unus mutiara) dan lauk berupa itik masak habang. Bedanya, kalau untuk nasi bungkus biasanya, warung atau kedai penjualnya tidak hanya menjual lauk itik masak habang saja, tapi juga lauk ikan haruan/gabus, hintalu itik/telur itik, hati dan ayam yang semuanya dimasak dengan bumbu masak habang, khusus untuk pembeli lauk itik masak habang, tentu tidak bisa memilih isi lauk itik masak habangnya. Situasi ini tentu berbeda dengan penikmat nasi itik habang untuk saji di piring, dimana pelanggan bisa memilih dan meminta bagian-bagian itik untuk lauk, mau potongan bagian paha, dada atau yang lainnya.

Nasi Itik Gambut di kedai Tenda Biru (Foto : @kaekaha)
Nasi Itik Gambut di kedai Tenda Biru (Foto : @kaekaha)
Di daerah Kecamatan Gambut, khususnya di sekitar Pasar kindai Limpuar yang menjadi pusat perekonomian dan pemerintahan Kecamatan paling ujung dari Kabupaten Banjar yang berbatasan langsung dengan Kota Banjarmasin ini, terdapat banyak sekali warung atau kedai yang menjual sajian kuliner yang paling dicari oleh para pendatang yang berkunjung ke Banjarmasin dan Kalimantan Selatan ini . 

Diantara sekian banyak itu, sejauh ini terdapat dua nama warung atau kedai Nasi Itik Gambut yang paling dikenal masyarakat Banjar dan sekitarnya yaitu Warung Tenda Biru dan Warung Mama Baiti. Kedua warung ini tidak pernah sepi dari pelanggan baik pagi, siang maupun malam. 

Warung Nasi Itik Tenda Biru (Foto : @kaekaha)
Warung Nasi Itik Tenda Biru (Foto : @kaekaha)
Berbicara kuliner tentu tidak bisa lepas dari citarasa dan untuk urusan citarasa saya yakin masing-masing manusia mempunyai interpretasi yang berbeda-beda terhadap obyek kuliner yang sama. Interpretasi inilah yang akhirnya menuntun kita untuk memilih sekaligus menentukan selera citarasa kuliner masing-masing individu. Betul?

Baca Juga : Kegundahan di Balik Nikmatnya Nasi Kuning Dendeng Rusa, Khas Banjarmasin

Itu juga yang terjadi pada selera keluarga saya terhadap Nasi Itik Gambut. Orangtua saya, yang pertamakali memperkenalkan saya kepada Nasi Itik Gambut di awal tahun 2000-an, saat itu masih berupa sate itik (Gambut) bukan Nasi Itik Gambut seperti saat ini, sejak dulu mempunyai warung Nasi Itik Gambut langganan yang lokasinya di seberang jembatan sebelah kiri Pasar Kindai Limpuar yang halaman bagian depannya juga dimanfaatkan oleh sebagian pedagang ayam untuk menggelar dagangan. 

Kedai Nasi Itik Langganan Orang Tua (Foto : @kaekaha)
Kedai Nasi Itik Langganan Orang Tua (Foto : @kaekaha)
Kedai Nasi Itik Gambut tanpa nama ini, meskipun tidak seramai Warung Tenda Biru dan Warung Mama Baiti yang selalu diserbu pembeli, meskipun begitu pembeli disini sepertinya tidak pernah putus meskipun datangnya pembeli  hanya satu-dua orang saja secara silih berganti. 

Memasuki kedai yang tampak adem ayem ini, kita seperti dibawa berkelana ke warung-warung bahari (baca : jaman dulu) di era 70-80an yang banyak menonjolkan interior berbahan kayu yang semakin memperkuat kesan sederhana bangunan berkonstruksi kayu yang hampir semuanya dicat warna biru itu. Dinding bagian belakang warung yang juga terpasang meja kayu merupakan bagian yang paling menarik perhatian saya. Di dinding inilah ruang dialektika budaya dan agama bertemu di dalam warung atau kedai ini.

Dinding Kedai yang Paling Monumental (Foto : @kaekaha)
Dinding Kedai yang Paling Monumental (Foto : @kaekaha)
Dibagian atas, terdapat poster foto ulama berikut hiasan kaligrafi ayat-ayat Alquran sedangkan dibagian bawahnya dipasang rak kayu untuk meletakkan botol-botol air mineral untuk pembeli. Di dinding sebelah kiri atas tidak ketinggalan foto poster dari Guru Sekumpul ulama kharismatik dari Kota Martapura, Kalimantan Selatan yang juga dikenal sebagai Kota Serambi Makkah ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun