Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Terbujuk Nostalgia, Bakwan Malang "Pikulan" Ini Sedapnya Unik

18 November 2018   21:42 Diperbarui: 20 November 2018   01:46 1758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernah mendengar istilah Bakwan Malang? Bagi penikmat bakso, tentu sangat familiar dengan brand Bakso Malang bukan? Nah, “menurut saya” yang namanya Bakwan Malang ini merupakan nama lain dari Bakso Malang yang terkenal karena kelezatan dari sepaket komplet isiannya yang sangat ramai, berbeda dengan jenis bakso atau baso dari derah atau kota-kota lain di Indonesia.

Memang, kajian “menurut saya” ini mungkin akan berpotensi menjadi perdebatan, tapi bukan itu yang ingin saya ceritakan di sini. Toh, bakso atau bakwan Malang diolah memang bukan untuk diperdebatkan tapi untuk dinikmati. Betul?


Ada yang menarik perhatian saya jika melintas di sepanjang jalan Ahmad Yani kilometer 6-8, Banjarmasin dalam beberapa hari terakhir. Saya sering melihat seorang pedagang kuliner dengan penampilan yang tidak biasa alias tidak umum di Banjarmasin, yaitu dengan cara dipikul.

Cara berjualan dengan dipikul, jelas bukan tradisi yang berakar dari budaya masyarakat Banjar. Sayang karena jalanan selalu ramai dan saya dalam keadaan beraktivitas jadi selalu gagal untuk mencari informasi tentang pedagang yang menurut saya berani tampil beda itu.

Baca Juga : Singgah di "Kampung Jagung Manis" Bati-Bati, Tanah Laut

Dari ciri-ciri barang yang dipikul, berupa dandang yang sepertinya untuk wadah kuah di sebelah kanan atau belakang berikut anglo pemanas dengan bahan bakar arang dan kotak kayu berkaca di sebelah kiri atau depan.

Ditambah bunyi khas tik-tok tik-tok tik-tok dari sebilah bambu yang dipukul dengan sebatang bambu gilig sebesar kelingking anak kecil ini, membawa ingatan saya ke masa kecil di tanah kelahiran di lereng timur Gunung Lawu, Jawa Timur di era 80-an.

Bunyi Bambu ini Salah Satu Cirikhas Pedagang Bakwan Malang Pikulan (Foto : @kaekaha)
Bunyi Bambu ini Salah Satu Cirikhas Pedagang Bakwan Malang Pikulan (Foto : @kaekaha)
Saya ingat, pada masa-masa itu merupakan pertama kalinya saya dan tentunya masyarakat kampung saya melihat pedagang yang wujud penampilannya sama persis dengan yang saya lihat di tepian jalan A. Yani antara km 6-8 Banjarmasin tadi.

Yap! Tidak lain dan tidak bukan! Pedagang itu pasti penjaja Bakwan Malang. Jenis kuliner baru yang saat itu namanya juga relatif asing di telinga saya. Ciri khas menjajakannya dengan cara dipikul berkeliling kampung tidak pakai gerobak yang didorong layaknya penjual bakso yang lebih dulu sering ngider di kampung saya.

Ini sangat memorable bagi saya, terlebih jika mendengar bunyi tik-tok tik-tok tik-tok yang keluar dari seruas batang bambu sepanjang sekitar 15 cm dengan lebar 5 cm yang sengaja dipukul berirama oleh pedagang yang memikulnya. Woooow kereeen!

Cak Mat Sedang Melayani Pembeli (Foto : @kaekaha)
Cak Mat Sedang Melayani Pembeli (Foto : @kaekaha)
Cara menjaja makanan dengan cara dipikul seperti itu, di kampung saya lebih dulu dipopulerkan oleh para penjaja soto ayam atau gulai kambing keliling yang biasa ngider di kampung pada malam hari dengan memberi tanda berupa teriakan-teriakan khas yang unik, masih di sekitaran tahun 80-an.

Bedanya, ubarampe atau perabot yang dipikul penjaja Bakwan Malang ini lebih kecil dan lebih ringkas/simpel, jadi sepertinya tidak seberat pikulan pedagang soto ayam keliling atau gulai keliling yang biasanya berjumlah minimal 2 orang dalam satu rombongan.

Baca Juga : Melepas Rindu Kampung Halaman di Gerobak "Tahu Campur Cak Di"

Cak Trimo, begitu kami akhirnya mengenal penjaja Bakwan Malang yang bersama keluarganya memperkenalkan kuliner yang memang mirip bakso tersebut di kampung kami sekitar tahun 80-an.

Dari beliau juga,  akhirnya saya mengetahui kalau Bakwan Malang itu memang bakso khas Malang yang isi sepaketnya terbilang rame di mangkok, karena ragam isinya memang banyak, seperti pentol kasar, pentol halus, pentol goreng, siomay basah, siomay goreng, tahu bakso, kubis isi adonan daging yang saya tidak tahu namanya dan mie kuning yang dibentuk bulat.

Dalam menyajikannya, bakwan Malang ini biasanya ditambah toping berupa bawang goreng dan daun kucai atau daun bawang bukan daun sop atau seledri seperti bakso pada umumnya. Inilah awal mula saya berkenalan dengan kuliner bernama Bakwan Malang.

Isian (Foto : @kaekaha)
Isian (Foto : @kaekaha)
Khusus untuk penjaja kuliner yang awalnya saya duga sebagai penjaja Bakwan Malang, akhirnya benar-benar terbukti memang penjaja Bakwan Malang. Setelah beberapa hari dihantui oleh rasa penasaran, akhirnya saya bertemu lagi dengan salah satu kawanan penjaja Bakwan Malang pikulan tersebut saat sedang ngider di dalam komplek tempat saya tinggal.

Baca Juga : Fantastis! Harga Dua Jenis Ikan Ini Sama dengan Harga Daging Sapi 

“Panggil saja Cak Mat!”, Katanya. Asli dari Turen salah satu kecamatan di Kabupaten Malang Jawa Timur. Baru dua minggu ini dia mengaku menginjak tanah Banjar dan baru seminggu lalu dia keliling menjajakan Bakwan Malang milik boss-nya yang juga tetangga sekampung di Turen, Malang. 

Ketika saya tanya soal pikulan yang dipakai untuk menjajakan Bakwan Malang, Cak Mat memberikan jawaban menarik yang awalnya sama sekali tidak saya duga.

"Kata boss saya, dulu asalnya berjualan bakwan Malang ini juga pakai gerobak, bahkan ada yang pakai gerobak becak dan gerobak sepeda motor, tapi lama kelamaan banyak saingan dan penjualan menurun. Akhirnya boss ingat cara jualan Bakwan Malang jaman dulu yang katanya dengan cara dipikul dan agar terlihat unik dan berbeda akhirnya boss mencoba menjajakan Bakwan Malang dengan cara dipikul dan ternyata hasilnya lumayan bagus".

Kotak Kayu Berkaca Berisi Siomay Kering, Tahu dan Mie Kuning (Foto : @kaekaha)
Kotak Kayu Berkaca Berisi Siomay Kering, Tahu dan Mie Kuning (Foto : @kaekaha)
Menurut Cak Mat, setiap hari dia menjajakan Bakwan Malang-nya di sepanjang jalan Ahmad Yani Pal 6 atau sekitar batas kota sampai paling jauh ke Pal 8. Karena saat ini masih dalam tahap penjajagan, selain menyusuri sepanjang jalan poros Kalimantan ini, Cak Mat juga mencoba masuk ke beberapa gang dan perumahan yang ada di sepanjang jalan itu secara bergiliran.

Khususnya perumahan-perumahan yang memang mengijinkan dirinya masuk dan menjajakan Bakwan Malangnya.Tapi rute ini kemungkinan nantinya juga akan terus berubah, seiring dengan potensi pasar dan juga personil penjaja yang kata boss-nya akan terus ditambah orangnya.

Saat berangkat, berat beban pikulan dagangan Bakwan Malangnya menurut Cak Mat sekitar 40-45 kg. “Jadi tidak lebih berat dari satu sak semen”, Kata Cak Mat yang mulai berangkat berjualan sekitar pukul 09.00 WITA dan akan pulang sekitar pukul 17.00 WITA.

Isi Lengkap Kotak Kayu Berkaca (Foto : @kaekaha)
Isi Lengkap Kotak Kayu Berkaca (Foto : @kaekaha)
Berbeda dengan cara menjual Bakwan atau Bakso yang manggon atau menetap yang biasanya isian menu bakwan atau bakso dan harga perporsinya sudah tetap, maka kalau berjualan dengan cara keliling seperti Cak Mat sebagian besar pembelinya menentukan sendiri apa jenis isian yang mau dimakannya yang otomatis juga menentukan harga yang harus dibayar.

Sangat jarang pembeli mengikuti menu dan harga porsian yang sebenarnya sudah ditentukan oleh Cak Mat. “Inilah seninya menjajakan Bakwan keliling, Mas! Beli Lima ribuan-pun juga saya layani”, Kata Cak Mat.

Baca Juga : Menikmati Diplomasi Rendang di Daerah Terdampak Bencana Alam

Selama seminggu menjajakan Bakwan Malang di Banjarmasin, bayak cerita menarik yang dialami oleh Cak Mat. Salah satunya terkait penyebutan pentol halus saat Cak Mat beberapa kali melayani pembelinya yang (mungkin) kebetulan urang banua  alias Orang Banjar asli.

Beberapa pembeli selalu menolak terus jika ditawari pentol halus. "Kenapa Ya? Bingung saya, Mas" Kata Cak Mat. Saya langsung tertawa mendengar keluhan Cak Mat terkait pentol halus-nya yang selalu ditolak oleh pembeli.

Pembeli Bebas Memilih Isian (Foto : @kaekaha)
Pembeli Bebas Memilih Isian (Foto : @kaekaha)
"Cak Mat, dalam bahasa Banjar, kata halus itu artinya kecil. Jadi, kalau Cak Mat menawari pentol halus selalu ditolak karena dikira Cak Mat menawari pentol berukuran kecil"  Jawab saya yang membuat Cak Mat tersenyum sendiri. 

"Makanya,  Cak Mat harus segera belajar bahasa Banjar! Biar nggak sering salah paham", Saran saya pada Cak Mat.

Selain itu, pelanggan juga banyak yang salah sangka membaca kata "bakwan" di depan kata Malang. Di Banjarmasin, kata bakwan artinya gorengan yang di Jawa disebut Ote-Ote, Heci atau Hongkong sebutan dari orang Jember dan sekitarnya. Makanya ketika membaca Bakwan Malang dikiranya gorengan dari Malang.

Tampak samping Kotak Kaca berisi Mie Kuning dan Mangkok (Foto : @kaekaha)
Tampak samping Kotak Kaca berisi Mie Kuning dan Mangkok (Foto : @kaekaha)
Sedangkan terkait Perbedaan antara Bakso Malang dan Bakwan Malang yang juga sangat sering ditanyakan oleh pembelinya, Cak Mat juga memberi penjelasan kalau yang namanya Bakwan Malang itu ya Bakso khas Malang. 

Menurut saya, Bakwan Malang yang dijajakan oleh Cak Mat dan grupnya ini, isiannya relatif lengkap, ada pentol halus, pentol kasar, Siomay basah, siomay goreng, tahu bakso dan mie kuning yang dibentuk bulat.

Kalau soal rasa, menurut saya taste kuah Bakwan Malang Cak Mat memang sedikit berbeda dengan Bakwan Malang yang taste-nya sudah ada di alam bawah sadar saya, maklum mantan aktivis per-bakwanan dan perbaksoan he...he...he....

Tapi, apapun itu pertemuan saya dengan Cak Mat berikut gerobak pikulannya yang sederhana plus pukulan ritmis pada bilah bambu yang digenggam di tangan kirinya cukup membuat saya bernostalgia dengan masa-masa kecil saya di lereng timur  gunung Lawu.  

Terima kasih Cak Mat!  Wellcome To The Jungle!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun