Khususnya perumahan-perumahan yang memang mengijinkan dirinya masuk dan menjajakan Bakwan Malangnya.Tapi rute ini kemungkinan nantinya juga akan terus berubah, seiring dengan potensi pasar dan juga personil penjaja yang kata boss-nya akan terus ditambah orangnya.
Saat berangkat, berat beban pikulan dagangan Bakwan Malangnya menurut Cak Mat sekitar 40-45 kg. “Jadi tidak lebih berat dari satu sak semen”, Kata Cak Mat yang mulai berangkat berjualan sekitar pukul 09.00 WITA dan akan pulang sekitar pukul 17.00 WITA.
Sangat jarang pembeli mengikuti menu dan harga porsian yang sebenarnya sudah ditentukan oleh Cak Mat. “Inilah seninya menjajakan Bakwan keliling, Mas! Beli Lima ribuan-pun juga saya layani”, Kata Cak Mat.
Baca Juga : Menikmati Diplomasi Rendang di Daerah Terdampak Bencana Alam
Selama seminggu menjajakan Bakwan Malang di Banjarmasin, bayak cerita menarik yang dialami oleh Cak Mat. Salah satunya terkait penyebutan pentol halus saat Cak Mat beberapa kali melayani pembelinya yang (mungkin) kebetulan urang banua alias Orang Banjar asli.
Beberapa pembeli selalu menolak terus jika ditawari pentol halus. "Kenapa Ya? Bingung saya, Mas" Kata Cak Mat. Saya langsung tertawa mendengar keluhan Cak Mat terkait pentol halus-nya yang selalu ditolak oleh pembeli.
"Makanya, Cak Mat harus segera belajar bahasa Banjar! Biar nggak sering salah paham", Saran saya pada Cak Mat.
Selain itu, pelanggan juga banyak yang salah sangka membaca kata "bakwan" di depan kata Malang. Di Banjarmasin, kata bakwan artinya gorengan yang di Jawa disebut Ote-Ote, Heci atau Hongkong sebutan dari orang Jember dan sekitarnya. Makanya ketika membaca Bakwan Malang dikiranya gorengan dari Malang.