Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Mailangi" Pengrajin Seni Ukir Banjar yang Tersisa

15 November 2018   22:08 Diperbarui: 18 November 2018   03:17 1834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah adat Banjar (Anno 1925) terbuat dari Kayu Ulin (Foto : @kaekaha)

Setiap daerah di Indonesia mempunyai ciri khas seni tradisi dan budaya yang biasanya tumbuh dan berkembang dari berbagai bentuk kearifan lokal endemic yang akan terus ada atau bahkan semakin berkembang jika terus dijaga dan dirawat dengan benar.

Baca Juga Yuk! : Jembatan Gantung Tandipah, Mengantarku Pulang dari Pasar Terapung Lok Baintan

Pulau Kalimantan sejak lama dikenal sebagai salah satu Pulau penghasil kayu-kayu bermutu tinggi dengan kuantitas besar, tidak heran jika kemudian banyak tradisi budaya masyarakat di Kalimantan yang tumbuh dan berkembang dari "sebatang" kayu.

Salah satu contoh yang paling mudah untuk di lihat adalah kearifan lokal masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan dalam membuat rumah berikut ragam hias dan perabotannya yang hampir semuanya terbuat dari kayu!

Rumah adat Banjar (Anno 1925) terbuat dari Kayu Ulin (Foto : @kaekaha)
Rumah adat Banjar (Anno 1925) terbuat dari Kayu Ulin (Foto : @kaekaha)
Salah satu ciri khas rumah adat Banjar yang paling menonjol disamping bahan baku utama yang biasa di sebut kayu besi atau kayu ulin (Eusideroxylon zwageri) adalah keberadaan aneka motif ukiran khas Banjar, jamang untuk penghias ujung atap yang biasanya berbentuk stylisasi dari Burung Enggang, Binatang Mitos seperti Naga atau juga dedaunan.

Selain itu, beberapa ornamen hias berbentuk buah-buahan lambang kemakmuran dan suka cita seperti buah nenas, manggis dan yang lainnya juga menjadi pelengkap indahnya rumah adat Banjar.

Ornamen berbentuk buah manggis dan nenas (Foto : @kaekaha)
Ornamen berbentuk buah manggis dan nenas (Foto : @kaekaha)
Khusus untuk pagar, masyarakat Banjar juga mempunyai semacam kekhasan yang tidak kalah uniknya. Pagar kayu ulin untuk rumah kayu bertingkat atau juga untuk pagar beranda atau teras ini mempuyai bentuk dan pola yang mirip dengan atang yang biasanya dipakai untuk pagar di makam. Bedanya, kalau atang untuk kubur ukuran kayunya tidak terlalu tinggi seperti untuk pagar. 

Baca Juga : Motif Sasirangan Mempercantik Dinding Pasar Malabar, Banjarmasin

Fungsi atang mirip dengan kijing berbahan semen pada penutup makam-makam masyarakat di Pulau Jawa. Bedanya, kalau kijing semen akan menutup semua permukaan makam (tanah makam sama sekali tidak akan terlihat lagi jika sudah ditutup kijing semen), maka atang yang berbahan kayu ulin ini hanya sekedar memberi batas tanah makam saja, sedangkan permukaan makam yang berupa tanah masih terlihat jelas karena sama sekali tidak tertutup.

Atang untuk pagar makam (Foto : @kaekaha)
Atang untuk pagar makam (Foto : @kaekaha)
Menurut saya, atang ini merupakan salah satu kearifan lokal suku Banjar yang bisa menjadi jalan tengah bagi polemik boleh tidaknya makam di tutup semen atau dikijing semen seperti makam-makam di Pulau Jawa.

Seiring dengan laju modernisasi dan isu lingkungan global terkait konservasi hutan-hutan alam di seluruh dunia, termasuk hutan hujan tropis Kalimantan yang telah lama dikenal sebagai paru-paru dunia, berdampak langsung pada menurunnya produksi hasil kayu dari hutan Kalimantan.

Dampak ini menyebabkan beberapa pergeseran dalam budaya masyarakat lokal Kalimantan, khususnya budaya lokal yang berhubungan dengan batang-batang kayu tentunya, seperti budaya membangun rumah berbahan kayu khas masyarakat Banjar.

1000-atang-8-5bec1fa743322f7815682743.jpg
1000-atang-8-5bec1fa743322f7815682743.jpg
Dalam dua dekade terakhir, sangat jarang terlihat masyarakat Banjar yang membangun rumah dengan bahan baku utama kayu ulin. Masyarakat Banjar sekarang lebih pragmatis, ketika berbagai macam jenis kayu untuk bahan membuat rumah mulai susah didapat dan kalaupun ada tapi harganya sangat mahal, maka jalan keluarnya adalah merubah orientasi dari rumah kayu menjadi rumah semen.

Selain bahan baku kayu lebih mahal dan mulai susah dicari, tidak jarang untuk bahan kayu-kayu tertentu seperti kayu ulin yang dilindungi, urusan administrasi perijinannya ribet dan berbelit-belit bahkan tidak jarang harus berurusan dengan pihak yang berwajib.

Jamang stylisasi dari bentuk dedaunan (Foto ; @kaekaha)
Jamang stylisasi dari bentuk dedaunan (Foto ; @kaekaha)
Kebetulan, masyarakat adat suku Banjar relatif terbuka untuk menerima dan menyerap pengaruh budaya luar selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip budaya Banjar yang sebagian besar mengadopsi dan memadupadankan kearifan  lokal Kalimantan dengan kesahajaan budaya ajaran Islam yang rahmatn lil'alamin

Baca Juga : Cerita Masjid Tua Tanpa Nama di Sungai Jingah

Seiring semakin jarangnya masyarakat Banjar yang membangun rumah berbahan kayu dan relatif semakin sulitnya mendapatkan bahan baku kayu ulin yang menjadi bahan baku utama membangun rumah Banjar berikut ragam hiasnya, berimbas pada industri kecil pembuatan berbagai ragam hias rumah Banjar berbahan kayu ulin di Kota Banjarmasin. 

Pengrajin Ukiran Banjar di Jl. Piere Tendean (Foto : @kaekaha)
Pengrajin Ukiran Banjar di Jl. Piere Tendean (Foto : @kaekaha)
Sekarang, di seputaran Kota Banjarmasin relatif agak susah mendapatkan kerajinan seni ukir Banjar untuk hiasan rumah atau untuk mengganti hiasan lama rumah adat Banjar bagi kolektor atau pewaris rumah kayu tempo dulu yang memerlukan renovasi.

Satu-satunya tempat di Kota Banjarmasin yang masih menyisakan beberapa pengrajin seni ukir Banjar berbahan kayu ulin adalah di kawasan jalan Piere Tendean ujung yang menuju jembatan Pasar Lama.

Baca Juga Yuk : Terpesona Lamin Adat "Lakeq Bilung Jau" di Kong Beng, Kutai Timur

Di tempat usaha milik H. Asad dan Khoiri ini, sampai sekarang masih diproduksi berbagai produk-produk ragam hias ukiran berbahan dasar kayu ulin, semacam jamang, ram angin kayu, les plang, aneka ukiran Banjar dan kaligrafi Al Quran, ornamen pelengkap seperti buah nenas dan manggis, pagar catur dan juga atang kubur.

Ukiran pada Les Plang berbahan kayu ulin (Foto : @kaekaha)
Ukiran pada Les Plang berbahan kayu ulin (Foto : @kaekaha)
Menurut keduanya, dulu sampai tahun 90-an di sepanjang jalan Piere Tendean ini merupakan sentra industri ukiran khas Banjar seperti tempat usahanya saat ini.

Tapi seiring berjalannya waktu dan juga karena berbagai sebab yang saya sebutkan diatas satu-persatu para pengrajin memilih beralih profesi. Padahal menurut H. Asad sendiri, prospek usaha yang memanfaatkan kayu ulin sisa-sisa untuk berbagai macam kerajinan ini prospeknya masih bagus.

Aneka bentuk jamang (Foto : @kaekaha)
Aneka bentuk jamang (Foto : @kaekaha)
Terbukti, dirinya masih mendapatkan pemesanan ram angin berbagai bentuk, es plang dan terutama atang kubur dari berbagai daerah di Kalimantan Selatan, seperti daerah Amuntai, Barabai, Kandangan bahkan sempai ke Kapuas Kalimantan Tengah, Sulawesi, Pulau Jawa dan Madura. Memang, kalau dihitung-hitung orderan yang masuk tetap saja tidak seramai dulu.

Baca Juga : Unda-Nyawa, Ini "Lo-Gue" Versi Bahasa Banjar!

Waktu terus berputar. Perjalanan panjang sebuah peradaban akan selalu diwarnai oleh sebuah keniscayaan berjudul "perubahan". Ke arah mana perubahan akan berdampak sangat ditentukan oleh subyek dari perubahan itu sendiri, yaitu manusia.

Masa depan seni tradisi ukiran khas Banjar berikut bentuk-bentuk ornamen ragam hias berbahan kayu ulin bernilai seni tinggi hasil olah cipta, rasa, karsa dan karya nenek moyang masyarakat suku Banjar ini ada di tangan generasi terkini masyarakat Banjar sendiri. 

Alat pemotong papan semi otomatis (Foto : @kaekaha)
Alat pemotong papan semi otomatis (Foto : @kaekaha)
Mulai hilangnya pengrajin ragam hias dari bahan kayu ulin, mulai langkanya rumah adat Banjar dan mulai sulitnya mendapatkan bahan baku kayu ulin merupakan gambaran nyata dari tanda-tanda "hampir" hilangnya sebuah tanda peradaban suku Banjar di muka bumi!

Apalagi yang ditunggu? Selamatkan bumi Kalimantan dengan gerakan menanam pohon (Ulin) sebanyak-banyaknya, selamatkan adat budaya serta seni tradisi suku Banjar dengan memperkenalkannya melalui berbagai media kepada generasi muda sedini mungkin. Ayo bergerak!

Kamus :

Mailangi (Bhs Banjar) : Mengunjungi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun