Sejarah panjang interaksi masyarakat Dayak Deah dengan alam-nya secara berangsur membentuk sebuah harmoni yang begitu indah dan sangat inspiratif. Dari rahim "harmoni" inilah berbagai kearifan lokal masyarakat Dayak Deah yang bersentuhan langsung dengan alam itu akhirnya terlahir, terbangun dan tetap terpelihara sampai sekarang. Salah satu kearifan lokal paling menakjubkan dari masyarakat Dayak Deah ini adalah keberadaan produk baju dari kulit kayu pohon.
Baca Juga :Â Menikmati Musik Panting & Soto Banjar di Tepian Sungai Martapura Banjarmasin
Saya yakin, bagi masyarakat modern yang hidup dijaman millenial seperti sekarang, dimanapun dia berada mau tinggal di desa apalagi yang tinggal di kota-kota besar, tidak akan pernah terbersit sedikitpun bisa berkreasi membuat sepotong baju dari kulit kayu!? Betul?
Beruntung, beberapa waktu yang lalu saya sempat bertemu langsung dengan salah satu pengrajin kreasi baju adat Dayak Deah dari kulit kayu, yaitu Bapak Wencen atau Wincen warga Desa Desa Pangelak, Kecamatan Upau, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan dalam sebuah pameran budaya bertajuk Festival Pasar Terapung 2018.Â
Budayawan sekaligus pelaku seni Dayak Deah yang juga pemimpin sanggar seni Tatau Dayo ini memang punya garis keturunan dari leluhur Dayak Deah yang punya tradisi baju berbahan kulit kayu.
Menurut Pak Wincen, bahan utama pembuatan baju kulit kayu ini adalah kulit pohon Terap Hundang (Artocarpus odoratissimus), yaitu pohon yang berbuah mirip nangka tapi ukurannya lebih kecil dengan aroma buah yang wanginya kuat mirip cempedak yang biasa disebut oleh masyarakat Suku Dayak Deah dengan sebutan Kulit Kayu Deluang. Pohon yang tumbuh subur di hutan-hutan di daerah Tabalong ini masih satu marga baik dengan nangka (Artocarpus heterophyllus) maupun cempedak  (Artocarpus integer) yang dalam bahasa lokal Banjar disebut tiwadak.
Peralatan untuk membuat baju kulit kayu ini relatif sederhana, seperti palu dari kayu (urang Banjar menyebutnya tukul), mandau dan belayung (sejenis kapak tradisonal). Tidak semua batang pohon terap bisa dijadikan bahan pembuat baju, hanya batang pohon dengan ukuran diameter 10 cm keatas saja yang boleh dan bisa diambil kulitnya.Â
Baca Juga :Â Ke Banjarmasin, Belum Lengkap kalau Belum...
Inilah salah satu kebijakan masyarakat adat untuk menjaga kelestarian dari pohon terap itu sendiri. Intinya semakin besar diameter kayu deluang maka akan menghasilkan lembaran kain yang lebih lebar juga, artinya baju atau produk lain yang dibuat juga akan semakin banyak. Sebagai gambaran, dengan mengambil batang berdiameter 10 cm dengan panjang sekitar 1 meter, Pak Wencen bisa membuat 1 baju.