Proses belajar seni bela diri Kuntau secara sederhana adalah dimulai atau diawali dengan belajar “bunga” (jurus), setelah menguasai secara sempurna baru dilanjutkan belajar “patikaman” yang secara umum bisa dimaknai sebagai jurus rahasia. Hanya saja, untuk bisa mendapatkan ilmu “patikaman” ini tidak mudah dan tidak semuanya bisa! Biasanya, hanya murid-murid pilihan dengan kualifikasi tertentu saja yang bisa mendapatkan ilmu mematikan yang relatif “berbahaya” jika jatuh ke pribadi yang salah ini.
Bagi murid yang sudah bisa menguasai ilmu “patikaman”, selanjutnya mereka akan belajar “palapasan” , yaitu teknik menghindar dari serangan lawan.
Setelah seorang murid dinyatakan selesai belajar Kuntau, maka akan diselenggarakan upacara “batamat” bagi si murid yang biasanya dibarengi dengan pengujian oleh para guru dengan cara bertarung di Gelanggang secara spontan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Apabila si-murid mampu menangkis dan atau menghindari serangan, maka si-murid dinyatakan tamat dan acara dilanjutkan dengan upacara selamatan yang dalam tradisi masyarakat Banjar biasa dilengkapi dengan perlengkapan berupa pisau belati dan nasi ketan yang maksudnya agar ilmu yang sudah dipelajari tetap melekat seperti ketan dan ketajaman “bunga” yang dikuasai bisa memberi manfaat kepada seluruh masyarakat.
Seni bela diri Kuntau dikenal sebagai seni bela diri khas masyarakat melayu yang sampai saat ini masih bisa ditemukan di beberapa daerah di Indonesia. Aktifitas dengan populasi yang relatif besar masih bisa ditemui di Jambi, Bengkulu, Riau, Sumatera Selatan dan hampir semua wilayah Pulau Kalimantan terutama Kalimantan bagian Selatan seperti Kalimantan Selatan, Tengah dan Timur serta wilayah Sabah dan Sarawak yang masuk wilayah Malaysia.
Sayang dalam perjalananannya di beberapa wilayah Indonesia, seni bela diri Kuntau warisan dari para tetuha bahari ini mengalami seleksi alam yang beberapa diantaranya berakhir dengan kondisi hidup segan mati tak mau, sedangkan kondisi paling mengenaskan sebagian besar terjadi di kota-kota besar yang secara faktual memang memberikan banyak pilihan seni bela diri.
Khusus untuk perguruan Pukulan Patikaman Silat Kuntau Borneo Indonesia yang didirikan oleh Demank Ahmad, pegiat sosialisasi seni bela dri Kuntau yang satu ini tidak hanya melakukan sosialisasi Kuntau di dalam negeri saja, tapi juga melakukan roadshow seminar sampai ke eropa, seperti ke Hannover Jerman pada awal tahun kemarin.
Di perguruan Sasangga Banua yang mempelajari dua jenis silat kuntau yaitu Kuntau Bangkui dan Kuntau Jagau ini, dikawal langsung oleh pendekar-pendekar kawakan silat Kuntau di Marabahan, antara lain H Muhammad (79 tahun), Artum Ali (87 tahun), Ardiansyah (70 tahun) dan Amang Kuni (60 tahun). Meskipun usia para pendekar ini tidak muda lagi, tapi jangan salah! Stamina mereka tetap masih bugar lho…!
Selain itu di daerah pahuluan atau Hulu sungai yang dikenal sebagai daerah yang dihuni oleh masyarakat Banjar Asli ini, seni bela diri Kuntau masih bisa bertahan, bahkan bisa berkembang walaupun belum bisa dikateghorikan pesat. Di Amuntai Hulu Sungai Utara berdiri perguruan Silat Kuntau Harimau hitam yang terkenal.