Siapa Orang Belgia?
Sebagai sebuah negara, keberadaan negara bernama resmi Knigreich Belgien (Jerman), Royaume de Belgique (Perancis) dan Koninkrijk Belgi (Belanda) ini, bisa dibilang sangat unik. Teramat unik mungkin....!?
Negara Belgia yang saat ini kita kenal, Â menurut masyarakatnya sendiri sebenarnya tidak lebih dari sekedar sebuah komunitas imajiner semata! Kata Belgia untuk menyebut identitas negara, ternyata sangat jarang disebut di negerinya sendiri. Wooooow! Ada apa ini?
Secara garis besar, sejak kerajaan Belgia berdiri tahun 1830 sampai hari ini, detik ini, dua kelompok etnis terbesar yang masing-masing menguasai separuh wilayah Belgia, yaitu orang-orang Flemish keturunan orang-orang Germania (Eropa utara) yang lebih dekat dengan budaya Belanda berada di sebelah utara atau biasa di sebut dengan wilayah Flanders. Mereka berbicara bahasa Belanda yang merupakan turunan dari rumpun bahasa Germania.
Meskipun keduanya sebenarnya mempunyai satu kesamaan yang entah mereka sadari atau tidak, yaitu Agama Katolik!  Sayang, kesamaan sebagai pemeluk agama Katolik ini juga belum bisa menyamakan persepsi mereka untuk menemukan kata sepakat terkait identifikasi terhadap identitas ke-Belgia-an  mereka.
Menurut mereka, mereka masing-masing bukan orang Belgia, tapi identitas mereka adalah orang Walloons  atau orang Flemish. Laaaah kalo gitu, orang Belgianya siapa? Ini keunikan sekaligus keanehan pertama.
Fakta berikut ini mungkin lebih unik lagi! Meskipun ketegangan antara orang-orang Flemish dan orang-orang Walloons sempat menimbulkan krisis politik hebat di Belgia pada tahun 2007 dan 2010 silam, tapi diantara keduanya sama sekali tidak ingin untuk memisahkan diri atau memerdekakan diri dari yang lain untuk mendirikan negara sendiri sesuai dengan latar belakang mereka masing-masing, seperti yang terjadi pada Cekoslovakia atau Yugoslavia.
Apa yang terjadi di Belgia antara orang Flemish dan orang-orang Walloons sebenarnya memang mirip sekali dengan politik apartheid di Afrika Selatan. Bedanya, politik apartheid di Afrika Selatan point segregasinya pada warna kulit, sedang di Belgia point segregasinya adalah latar belakang masing-masing pihak (budaya, bahasa, trah/keturunan). Sepertinya mereka hanya ingin hidup sendiri-sendiri dengan atribut budaya masing-masing tanpa harus repot berinteraksi dengan pihak lain...!?
Lantas bagaimana dengan Timnas Sepak Bola Belgia!? Kalau melihat wajah-wajah yang mengisi squad Belgia di Piala Dunia 2018 yang "warna-warni" alias multi ras sepertinya tidak jauh berbeda dengan induknya! Atau jangan-jangan jauh lebih warna-warni lagi, komunitas imajinernya!? Waduuuh...!
Seperti kita ketahui, sebenarnya negara Belgia tidak hanya berisi orang Walloons  dan orang Flemish saja, begitu juga di tim nasional Belgia.
Seperti halnya beberapa negara eropa lainnya, sejak lama Belgia dikenal sebagai rumah bagi imigran dari berbagai negara baik eropa sendiri seperti Jerman dan Italia, juga negara Afrika yang sebagian besar merupakan bekas jajahannya seperti, Maroko, Kongo, serta Mali. Para imigran inilah yang pada gilirannya ikut mewarnai tim nasional Belgia bersama-sama dengan orang Walloons dan Flemish.
Saat ini,  di Tim Nasional Belgia yang berhasil meraih posisi ke-3 Piala Dunia setelah mengalahkan Inggris, juga dihuni oleh beberapa orang Walloons seperti  Eden Hazard, Thibaut Courtois, Simon Mignolet dan Thomas Meunier. Sedangkan orang-orang Flemish antara lain Kevin de Bruyne, Jan Vertonghen, dan Dries Mertens.
Selain itu, Tim Nasional Belgia juga diperkuat oleh pemain-pemain hebat keturunan dari para imigran seperti Yannick Carrasco (Portugal), Adnan Januzaj (Albania-Kosovo), Romelu Lukaku, Jordan Lukaku, Youri Tielemans, Michy Batshuayi, Dedryck Boyata dan Vincent Kompany (Kongo), Mousa Dembele (Mali), Axel Witsel (Karibia) serta duo penentu kemenangan Belgia atas Jepang di babak enambelas besar, Marouane Fellaini dan Nacer Chadli (Maroko).
Sayangnya, Tim nasional Belgia yang dibangun dari kombinasi tiga pilar Flemish, Walloons dan imigran ini justeru menjadi dualisme kepentingan, masing-masing pemain dan ataupun tim secara keseluruhan menjadi titik harapan dan tekanan ditempatkan.
Jika mampu berprestasi, baik dalam posisi personal maupun tim maka identitas ke-Belgia-an itu akan menemukan tempat untuk bernaung sekaligus berlindung. Begitu juga sebaliknya, jika tim dalam posisi sulit, maka para pemain akan menjadi sasaran tembak yang empuk.
Contohnya, terjadi pada 2007 ketika seorang politisi Flemish meminta Timnas Belgia dibubarkan dan digantikan dengan Timnas Flanders dan Walloons.
Sedangkan yang terbaru dan relatif masih hangat adalah curhatan Romelu Lukaku kepada media internasional yang mengaku tidak dihargai oleh masyarakat dan media Belgia. Ketika dirinya sukses menjadi salah satu striker level dunia. "Koran-koran menyebut saya sebagai "Romelu Lukaku, Striker Belgia", tapi ketika performanya menurun mereka memanggilku dengan sebutan "Romelu Lukaku, Striker Belgia keturunan Kongo".
Inilah Timnas Belgia, komunitas imajiner yang dibangun dengan tiga pilar yang rentan patah, sepertinya tidak ada jalan lain untuk menjadi kuat sebagai Belgia selain meraih kemenangan dan kejayaan. Ayo semuanya! "jangan nonton bola tanpa Kacang Garuda"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H