Mohon tunggu...
Kartika E.H.
Kartika E.H. Mohon Tunggu... Wiraswasta - 2020 Best in Citizen Journalism

... penikmat budaya nusantara, buku cerita, kopi nashittel (panas pahit kentel) serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Apresiasi Dialogis, Analogi Pelacur Berjilbab dan Logika Terbalik Suluk Lir-Ilir

8 Mei 2016   02:20 Diperbarui: 8 Mei 2016   21:04 1344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam konteks hubungannya dengan institusi perbankan syariah, istilah "pelacur berjilbab" secara lugas dipahami sebagai gambaran ironi praktik perbankan syariah di Indonesia yang dianggap bergeser jauh dari fiqih muamalah, kata pelacur untuk analogi praktik ribawi bank dan berjilbab untuk analogi syariah. Pada praktiknya bank syariah dianggap menjalankan syariah hanya di awal, pada saat akad saja. Selanjutnya bank syariah dinilai masih menjalankan praktik ribawi mirip pola kraktik bank konvensional (khususnya untuk produk pinjaman/kredit), sehingga banyak kalangan yang mempertanyakan dimana letak syariahnya?

Kehadiran perbankan syariah di Indonesia, di satu sisi merupakan angin segar bagi masyarakat Indonesia, terutama yang menginginkan adanya konsep "berkah" didalamnya, tapi di sisi lain juga berpotensi menjadi ancaman serius bagi eksistensi perbankan konvensional. Buktinya, hampir semua bank umum konvensional yang sudah mapan, beramai-ramai membuka unit syariah secara massive di Indonesia. Keberadaan unit syariah dari bank-bank umum konvensional ini juga dinilai berbagai kalangan turut "mengaburkan" konsep syariah dari perbankan syariah di Indonesia. Bagaimana dengan struktur modalnya? Darimana sumber modalnya? Bagaimana dengan split atau pemisahan koneksitas jalur kebijakan strategis diatara keduanya? Masyarakat masih bertanya-tanya.

prasangka-572e3334d77e61710beab13c.jpg
prasangka-572e3334d77e61710beab13c.jpg
Hati-hati menyikapi prasangka! (Grafis : neverblast.com)

Sementara di lapangan, benturan dan pertarungan bebas antara perbankan konvensional dan perbankan syariah tidak terelakkan lagi! Secara logika, bagaimana mungkin bagi bank-bank besar yang menguasai marketshare dan memaksakan diri berdiri pada dua kaki yang berpijak pada prinsip dan konsep yang saling bertentangan bisa berjalan beriringan? Disinilah yang dikhawatirkan akan memunculkan berbagai bentuk kompromi tidak sehat, yang bisa menyeret sekaligus mengaburkan konsep syariah yang sedang dikembangkan di Indonesia dan dengan pola sistematik juga tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya proses pelemahan daya saing perbankan syariah dari dalam! Toh meskipun Bank Syariah yang menjadi unit usaha dikatakan sudah terpisah dari induk secara manajerial, tapi tetap saja posisinya sebagai anak usaha! Dimana-mana yang namanya anak pasti harus nurut sama bapaknya.....

Fakta dilapangan, istilah konotatif  "pelacur berjilbab" dijadikan kompetitor sebagai salah satu barrier to entry yang efektif untuk menahan laju infiltrasi proses marketing perbangkan syariah di masyarakat yang otomatis akan ikut berperan menahan laju proses sosialisasi perbankan syariah secara umum. Maka tidak heran jika sampai sekarang marketshare  perbankan syariah di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini belum sampai 5%. Ironis bukan? Disisi lain, berkembangnya Istilah konotatif  "pelacur berjilbab" tentu semakin membuat bingung masyarakat, karena menjadi kontradiktif dengan citra persepsi yang terbangun di awal sebagai lembaga keuangan yang berazaskan agama (Islam) yang seharusnya rahmatan lil alamin!?

Muncul dan berkembangnya istilah konotatif  "pelacur berjilbab" di masyarakat, setidaknya memberikan 2 (dua) pesan penting bagi institusi perbankan syariah, yaitu 

1. Sesegera mungkin melakukan introspeksi dan membenahi semua perangkat usahanya yang sudah terlanjur berlabel "syariah" agar benar-benar menerapkan konsep syariah secara utuh.

2. Bank syariah tidak sendirian menikmati kue di pasar perbankan Indonesia. Mereka berhadapan dengan raksasa-raksasa perbankan yang sudah eksis selama puluhan bahkan ratusan tahun.

Memang tidak ada gading yang tak retak, tidak ada yang sempurna di dunia ini! Mengutip pernyataan Deputi Direktur Pengembangan Produk dan Edukasi Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (PPE DPbS OJK) Dr. Setiawan Budi Utomo, “Tidak ada bank syariah yang seratus persen syariah. Sama halnya saya katakan bahwa tidak ada dosanya manusia itu. Artinya kesalahan itu pasti ada”. 

Dalam kerangka "proses",  pernyataan Dr. Setiawan Budi Utomo masih bisa diterima. Dengan catatan, upaya perbaikan dan penyempurnaan prinsip syariah secara total dan berkesinambungan untuk menuju konsep falah benar-benar bisa terwujud, sekaligus memberi manfaat bagi perbaikan struktur ekonomi masyarakat, karena penyematan label "syariah" urusannya dunia akhirat jadi tidak bisa sekedar wacana apalagi sekedar tempelan untuk tujuan marketing semata. Untuk itulah, berangkat dari semua fakta riil dilapangan diharapkan kedepan semua pihak yang berkepentingan dengan lembaga keuangan syariah, khususnya perbankan syariah harus bekerja keras untuk berkonsolidasi sekaligus menyamakan persepsi baik diantara lembaga keuangan syariah sendiri, dengan pemerintah sebagai regulator, MUI sebagai organisasi representasi ke Islaman di Indonesia,  maupun dengan masyarakat sebagai obyek pasar sekaligus obyek dakwah.  

Konsep "Logika Terbalik" untuk Mengembangkan "Konsep Perbankan Syariah" di Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun