Mohon tunggu...
Kartika E.H.
Kartika E.H. Mohon Tunggu... Wiraswasta - 2020 Best in Citizen Journalism

... penikmat budaya nusantara, buku cerita, kopi nashittel (panas pahit kentel) serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Apresiasi Dialogis, Analogi Pelacur Berjilbab dan Logika Terbalik Suluk Lir-Ilir

8 Mei 2016   02:20 Diperbarui: 8 Mei 2016   21:04 1344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertama Murni Syariah (Foto : Koleksi Pribadi)


Saya mulai berhubungan dengan Bank Syariah sejak tahun 2010, ketika saya memutuskan membuka Tabungan Haji Arafah di Bank Muamalat Cabang Banjarmasin. Bank Muamalat menjadi pilihan saya untuk membantu memuluskan sekaligus meluruskan niat saya untuk "menjemput" panggilan haji karena saya tertarik dengan konsep syariah yang ditawarkan oleh Bank yang mempunyai tagline pertama murni syariah tersebut. Niat saya adalah ingin menjemput panggilan ibadah tersebut dengan cara "ibadah" juga. Sampai hampir 6 (enam) tahun menjadi nasabah tabungan haji di Bank Muamalat saya memang sama sekali tidak menemui "sesuatu"! Semua berjalan normal.

Pengalaman menarik berhubungan dengan Bank syariah justeru saya temui di luar konteks hubungan saya sebagai nasabah dengan Bank Muamalat, tapi ketika saya berniat untuk menambah modal kerja untuk mengembangkan usaha saya. Beruntung, di lingkungan tempat tinggal saya banyak praktisi perbankan yang menjadi langganan usaha saya. Dari tetangga sekaligus langganan saya tersebut, saya mendapatkan berbagai referensi dan masukan terkait produk perbankan, khususnya kredit modal kerja. Bahkan beberapa diantaranya mengirimkan staf marketingnya ke rumah untuk menjelaskan berbagai produk perbangkan masing-masing.   

Dari sinilah akhirnya saya bertemu dan berkenalan dengan berbagai produk perbankan baik umum maupun syariah lebih detail lagi, termasuk dengan tipikal perbankan yang menjadi produsennya. Berangkat dari perkenalan dan komunikasi intensif dengan mereka, akhirnya saya mendapatkan banyak pengetahuan berharga yang sangat membantu saya dalam memilih partner terbaik untuk mengembangkan usaha saya.

Disini, saya tidak akan membandingkan masing-masing produk perbankan ataupun bank penerbit atau produsennya. Saya hanya ingin membuka sebuah wacana diskusi terkait beberapa hal yang berhubungan dengan perbankan syariah dari kaca mata saya dalam kerangka menjembatani komunikasi perbankan syariah dengan masyarakat secara umum, termasuk saya sebagai nasabah. 

Teori analogi "Pelacur Berjilbab"

Secara umum, dalam konteks "teori dan konsep" sebagian besar masyarakat memahami Bank Syariah sebagi bank yang berazaskan dengan agama (Islam), hal ini sesuai dengan hasil survey persepsi yang dilakukan oleh BI-MarkPlus tahun 2010.  Persepsi masyarakat ini tentu sangat beralasan, karena konsep perbankan syariah pada dasarnya memang "pengembangan" dari konsep keuangan syariah yang bersumber dari Al Quran dan As sunnah. Apalagi diawal munculnya perbankan syariah, hampir semua produk-produknya memakai istilah dari bahasa arab. Sayangnya, berkembangnya persepsi masyarakat ini tidak dibarengi dengan proses komunikasi dan edukasi kepada masyarakat umum secara memadai. Sehingga poin inti dari prinsip syariah yang ditawarkan kepada masyarakat juteru tidak pernah sampai. Secara umum, masyarakat hanya mengingat kata "syariahnya" saja tanpa berusaha mengkaji lebih dalam untuk memahami isi yang ada didalamnya. Akhirnya perbankan syariah mendapat label eksklusif dari masyarakat dan dianggap untuk kalangan tertentu saja (Islam dan kelas menengah keatas), bukan inklusif yang bisa atau boleh diakses oleh siapapun.

Saya lebih memilih kata "pengembangan'' pada konsep syariah yang diterapkan di lembaga perbankan syariah Indonesia, karena rujukan hukum perbankan syariah di Indonesia tidak hanya dari  Al Quran, As sunnah dan atau fatwa/ijtihad ulama yang sudah diakui saja, tapi juga produk hukum positif yang berlaku di Indonesia yang mempunyai relevansi dengan usaha keuangan syariah, seperti UU No.7 /1992 tentang Perbankan atau juga UU No.21/2008 tentang Perbankan Syariah dan lainnya.

Dari "pengembangan" rujukan hukum dan "pengembangan-pengembangan" lainya, dinilai beberapa kalangan menjadi celah bagi masuknya "praktek-praktek" tidak syar'i pada lembaga perbankan syariah di Indonesia. Salah satu bukti kecurigaan masyarakat adalah muncul dan berkembangnya istilah "pelacur berjilbab"  untuk mengkonotasikan institusi bank syariah. 

cara-memakai-jilbab-modern-untuk-wajah-bulat-572e37496f7e61800c7780ac.jpg
cara-memakai-jilbab-modern-untuk-wajah-bulat-572e37496f7e61800c7780ac.jpg
Jilbab salah satu tanda keimanan bagi wanita muslim (Foto : infobusanamuslim) 

Istilah konotatif "pelacur berjilbab" ini bisa dimaknai sebagai gambaran anomalis dari sebuah konsep atau tatanan umum yang berlaku dan dipahami oleh masyarakat. Kenapa anomali? Kata Pelacur adalah sebuah profesi yang berkonotasi buruk/haram, sedangkan berjilbab adalah sebuah bentuk gambaran yang menunjukkan ketaatan dalam konteks syar'i.  Pelacur kok berjilbab!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun