Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melepas Rindu Kampung Halaman di Gerobak "Tahu Campur Cak Di"

18 Mei 2016   21:46 Diperbarui: 18 Mei 2016   22:26 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cakdi meracik tahu campur pesanan pelanggan

Kuliner Lontong balap sedikit berbeda dengan Tahu Campur. Meskipun sama-sama berkuah kaldu berbahan daging sapi dan tambahan bumbu utama petis udang, Bahan pelengkap kuliner Lontong balap tidak seramai Tahu Campur. Bahan pelengkap menyajikan Lontong Balap relatif sederhana, hanya terdiri dari lontong, irisan tahu pong goreng, taoge segar, lentho singkong/kacang tolo yang digoreng kering dan taburan kerupuk udang, biasanya untuk menyantapnya akan lebih nikmat jika ditemani dengan sate kerang bumbu kecap. Hmmmmm... pasti menetes liur!

Tahu Campur di Banjarmasin

Di Banjarmasin dan Kalimantan Selatan secara umum, ada 2 (dua) versi atau jenis tahu campur yang di jual oleh pedagang. Pertama tahu campur versi Lamongan yang kebetulan relatif lebih susah mencarinya dan yang kedua adalah tahu campur versi Jawa Gambut (komunitas orang Jawa yang lahir dan besar di Kalimantan. Meskipun rata-rata berbudaya Jawa, biasanya mereka belum pernah menginjakkan kaki ke Pulau Jawa). Untuk kuliner tahu campur versi Jawa Gambut ini lebih mirip dengan kuliner tahu lontong dengan bumbu pecel di daerah Madiun dan sekitarnya.  Memang, biasanya untuk kuliner tahu campur versi kedua ini tidak menambahkan embel-embel kata Lamongan/Surabaya sebagai penanda, tapi dijamin kedua jenis tahu campur ini sama-sama enaknya! Tapi bagi anda yang berkesempatan jalan-jalan ke Banjarmasin dan ingin berburu kuliner Jawa Timuran, khususnya tahu campur ada baiknya tanya dulu biar tidak salah!

Sate cingur dan sate kerang
Sate cingur dan sate kerang

Berbeda dengan di daerah asalnya Jawa Timur, bukan perkara mudah untuk mendapatkan kuliner Tahu campur Lamongan di Kalimantan Selatan, bahkan di ibu kota propinsi seperti Kota Banjarmasin sekalipun yang selama ini dikenal banyak masyarakat pendatang dari Pulau Jawa, termasuk dari Jawa Timur.

 Sejauh ini, saya menemukan ada 2 (dua) titik penjaja kuliner Tahu Campur di Kota Banjarmasin yang masih eksis, yaitu di Jalan Jafri Zam-Zam daerah Teluk Dalam dan "Tahu Campur Cak di" yang biasa mangkal di dua tempat berbeda tiap harinya. Pagi antara jam 10.00-14.00 WITA mangkal di seberang Masjid Asy Syafaat di Jalan Kuripan dan setelahnya antara jam 14.00-22.00 WITA mangkal di Jalan A.Yani Km. 2,5 atau di depan gang SD Muhammadiyah 9 dekat kantor PDAM Bandarmasih, Banjarmasin. Sebenarnya, dulu sekitar 4 (tiga) tahun yang lalu ada satu lagi penjaja kuliner Tahu Campur Lamongan di daerah bundaran Kamboja, Kota Banjarmasin. Sayangnya sejak lahan Kamboja disterilkan dari pedagang kaki lima karena proyek pembangunan kawasan terbuka hijau Kamboja beberapa tahun yang lalu, pedagang kaki lima yang yang biasanya mangkal di sekitar Kamboja akhirnya terdiaspora ke berbagai daerah di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, termasuk si pedagang kuliner Tahu Campur.

Berbeda dengan penjaja kuliner Tahu Campur di Surabaya dan Jawa Timur umumnya yang biasa menulis "Tahu Campur Lamongan" sebagai identitas, Cak Di lebih memilih menuliskan "Tahu Campur dan Lontong Balap Surabaya ". Ada beberapa alasan yang mendasari hal ini.

Pertama, Cak di memang tidak hanya menjajakan Tahu Campur saja layaknya penjaja Tahu Campur di daerah asalnya, tapi juga menjual beberapa sajian kuliner asli Jawa Timur lainnya yang kebetulan khas dari Surabaya, yaitu "Lontong Balap", sate cingur (blbir sapi) dan sate kerang. Khusus untuk sate cingur dan sate kerang, posisinya sebagai pelengkap atau teman menyantap tahu campur atau lontong balap. Karena alasan itulah label "Lamongan" sengaja diganti dengan label "Surabaya". "Biar lebih luas cakupan makna wilayahnya" kata Cak Di.

Kedua, menurut Cak Di dengan menulis "Surabaya" beliau beranggapan akan mewakili Jawa Timur yang lebih luas (Majas Sinekdok pars pro toto). Beliau yakin dengan strategi ini, segmen kuliner Tahu Campur dan Lontong Balap yang dijualnya akan semakin luas mengikat batin dan selera rasa semua masyarakat Banjarmasin, terutama yang pernah berhubungan dengan Jawa Timur, bukan hanya orang Lamongan dan Surabaya saja.

Hipotesa Cak Muradi, nama lengkap pria asli kelahiran Tulangan, Sidoarjo yang besar di daerah Darmo Surabaya ini sangat beralasan dan terbukti tepat, maklum sudah berjualan Tahu Campur di Banjarmasin lebih dari 15 tahun dengan lokasi berpindah-pindah. 80% pelanggan yang menyambangi gerobaknya memang masyarakat Banjarmasin dengan latar belakang dari berbagai daerah di Jawa Timur atau paling tidak orang yang pernah berhubungan dengan Jawa Timur, seperti pernah sekolah/kuliah di Jawa Timur, tugas kerja/dinas di Jawa Timur ada pula karena suami/istri orang Jawa Timur sehingga ikut-ikutan kesengsem dengan kuliner dari Jawa Timur.

Seperti sore kemarin, saya yang kebetulan sedang asyik menikmati racikan Tahu Campur, melihat pasangan suami istri yang masih memakai seragam dinas duduk di kursi kayu sederhana dihadapan saya. Dari bahasa komunikasi yang dipakai jelas terlihat si Bapak yang medok Jawanya (dari logatnya terlihat dari daerah Jawa Timur bagian barat seperti Madiun, Magetan, Ngawi, Ponorogo atau Pacitan) dan si Ibu yang kental logat Banjar pahuluan (Logat Bahasa Banjar Hulu/Daerah Banua Lima, yaitu lima daerah di utara Kalimantan Selatan yang meliputi Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Tabalong dan Balangan) mereka memesan masing-masing sepiring Tahu Campur dan sepiring Lontong Balap. Usut punya usut setelah ngobrol dengan mereka, benar juga dugaan saya si Bapak asli dari Ponorogo kota reog sedangkan si Ibu asli dari Alabio, Hulu Sungai Utara. Mereka bertemu saat sama-sama kuliah di Universitas Jember Jawa Timur dan akhirnya menetap di Banjarmasin sejak diterima sebagai PNS di Kalimantan Selatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun