Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Fantastis! Harga Dua Jenis Ikan Ini Sama dengan Harga Daging Sapi

19 Januari 2016   00:09 Diperbarui: 4 April 2017   18:10 1573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ikan Haruan (Channa Striata)

(Sumber Gambar : Budidaya Ikan)

Kota Banjarmasin adalah salah satu kota di Indonesia yang tinggi permukaan tanahnya lebih rendah dari permuakan laut. Dengan posisi 60-80 cm dibawah permukaan laut menyebabkan daratan Kota Banjarmasin sebagian besar berapa lahan basah atau rawa-rawa kantong air dengan kedalaman yang bervariasi. Inilah salah satu sebab mengapa di Kota Banjarmasin banyak terdapat aliran sungai baik besar maupun kecil yang membelah kota. Kalau dilihat dari udara, Kota Banjarmasin seperti sekumpulan pulau-pulau kecil yang disatukan oleh ratusan aliran sungai (bukan 1000 dalam jumlah sebenarnya seperti julukannya, Kota 1000 Sungai. Bilangan 1000 pada julukan Kota 1000 sungai sama seperti fungsi penyebutan pada nama Pulau Seribu atau Lawang Sewu yang lebih bermakna banyak).

Mahancau

Sumber gambar : Budaya Banjar

Kondisi alam Kota Banjarmasin dan sebagian besar Kalimantan Selatan yang berair, menyebabkan masyarakatnya sangat akrab dengan berbagai kuliner yang berbahan dasar ikan, terutama ikan air tawar yang hidup di rawa-rawa, sungai dan area persawahan di lahan rawa pasang-surut atau rawa lebak yang jenis jan jumlahnya sangat melimpah. Seperti Ikan Haruan, Tauman (Gabus), Papuyu (betik/betok), patin, Sapat dan sapat Siam (sepat), pipih (Belida),  adungan, saluang (sejenis wader) dan banyak lagi yang lainnya. Sehingga secara psikologis dan ekonomis ikan dianggap lebih murah dan mudah untuk mendapatkannya. Tinggal ambil (maiwak) di kolong rumah, sungai depan rumah atau sawah di samping rumah dengan berbagai cara. Bisa diunjun (dipancing), dihancau, dipayir, dibanjur, dilunta atau pakai cara-cara lain khas masyarakat Kota Banjarmasin yang terkenal jago menangkap ikan. Begitu juga sebaliknya, karena kurangnya lahan kering untuk pertanian, menyebakan kebanyakan masyarakat Kota Banjarmasin kurang menyukai sayur-sayuran. Selain relatif lebih susah untuk mendapatkan sayuran (sebagian besar sayuran yang beredar di Kalimantan Selatan dan Tengah dipasok dari Pulau Jawa), harga sayuran juga relatif lebih mahal dibandingkan dengan ikan konsumsi dari air tawar, apalagi waktu musim gelombang tinggi ketika kapal-kapal yang membawa pasokan sayur-mayur dari pulau Jawa tidak bisa berlayar, maka pasokan berbagai sayur-mayur akan melalui jalur udara! Bisa ditebak, berapa kali lipat harga sayur-mayurnya.

Ikan Papuyu (Anabas Testudneus)

Sumber Gambar : FMIPA Unlam

Tapi sekarang, sepertinya keadaan mulai berbalik. Daya dukung lingkungan perairan darat Kota Banjarmasin dan Kalimantan Selatan yang semakin menurun ditambah perilaku sebagian masyarakat yang sering tidak mengindahkan keseimbangan ekosistem, menyebabkan kelangkaan beberapa komoditas ikan lokal yang sebelumnya begitu melimpah dan terlanjur menjadi salah satu bagian terpenting ikon kuliner masyarakat Kota Banjarmasin dan Kalimantan Selatan secara umum. Sebut saja Ikan Haruan (Channa Striata) si ikan predator dan Ikan Papuyu (Anabas Testudneus)  atau ikan betik/betok (Jawa). Dua jenis ikan ini merupakan ikan paling populer dalam kuliner khas masyarakat Kota Banjar dan suku Banjar di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur secara umum.

Berita terbaru yang dikabarkan oleh TVRI Kalimantan Selatan pada berita sore bertajuk Habar Banua tadi sore, menyebutkan saat ini harga ikan haruan ukuran sedang (isi 2-3 ekor/kg) dipasaran mencapai Rp. 80.000/kg, sedangkan untuk ikan haruan ukuran besar (satu ekor > 1kg) harganya mencapai Rp.100.000-105.000/kg. Keadaan serupa juga terjadi pada ikan papuyu (betok/betik). Ikan yang di pulau Jawa sama sekali tidak mempunyai nilai ekonomis ini, di Banjarmasin harganya menjulang tinggi melebihi harga ikan haruan. Menurut beberapa narasumber pedagang ikan di Pasar Kertakhanyar Jl. A. Yani km 7 Kabupaten Banjar, yang diwawancarai secara live menyebutkan "amun ada ikannya, haraganya pasti labih larang pada haruan tu pang! Bisa saratus dua puluhan bisa jua labih lagi....." (Bila ada ikannya, harganya pasti lebih mahal daripada ikan haruan! Bisa seratus dua puluh ribuan, bisa juga lebih  #per kg-nya).

Salah satu penyebab mahalnya harga 2 jenis ikan tersebut adalah kelangkaan! Ironis bukan? Kota Banjarmasin dan Kalimantan Selatan yang notabene adalah habitat hidup sekaligus gudang dari ikan-ikan tersebut, lha kok sekarang justeru mengalami kelangkaan. Apa yang salah? Ada apa dengan habitat mereka? Kemana mereka pergi?

Lontong Sayur dengan potongan ikan haruan, khas Banjarmasin

Sumber gambar : tipsjalan

Kalau merunut asal usul ikan haruan yang dijual dipasar, menurut para pedagang ternyata pasokan berasal dari para pemancing bukan dari hasil budidaya (Sampai saat ini belum ada yang bisa membudidayakan ikan haruan dengan hasil maksimal baikdari segi kualitas maupun kuatitas). Artinya, ribuan ekor ikan haruan yang setiap hari menjadi menu santapan masyarakat Kalimantan Selatan yang diolah menjadi ketupat kandangan, lauk nasi kuning, sayur untuk lontong, haruan baubar (haruan bakar), 100% berasal dari kemurahan alam. weleh...weleeeeh. Belum lagi kebutuhan ikan haruan untuk farmasi yang sekarang lagi naik daun, setelah diketahui besarnya kandungan albumin dalam lendir dan daging ikan haruan yang sangat bermanfaat bagi penyembuhan luka, bahkan luka habis operasi cesar ibu-ibu yang melahirkan. Konon kandungan albumin dalam ikan haruan alam lebih sempurna jika dibanding ikan haruan yang diternak.

Selain itu, penyebab kelangkaan ikan haruan adalah penangkapan anakan ikan yang baru menetas secara bebas untuk keperluan konsumsi. Tentu hal ini sangat berbahaya bagi kelangsungan keseimbangan ekosistem rawa, sungai dan persawahan rawa lebak, karena bisa mengakibatkan terputusnya rantai makanan dalam ekosistem.

Anakan ikan yang dijual bebas

sumber gambar : Banjarmasin Post

Penyebab kelangkaan lainnya adalah cara menangkap ikan yang tidak bersahabat dengan lingkungan, seperti menggunakan racun kimia/potas, strum dan bom ikan. Waduuuuh, rasanya tidak bisa bisa membayangkan seandainya sarapan pagi besok nggak ada lagi nasi kuning lauk ikan haruan!?

Mudah-mudahan, ekspose berita kelangkaan ikan haruan dan ikan papuyu yang menyebabkan kenaikan harga yang gila-gilaan diluar batas nalar ini, segera mendapatkan respon positif dari pemangku kebijakan dan semua pihak yang berkepentingan untuk turun langsung bersama msyarakat bahu membahu menyelamatkan plasma nutfah biota endemik yang juga komoditas ekonomi bernilai tinggi milik kita masyarakat Kota Banjarmasin dan Kalimantan Selatan. Ayo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun