Sumber gambar : tipsjalan
Kalau merunut asal usul ikan haruan yang dijual dipasar, menurut para pedagang ternyata pasokan berasal dari para pemancing bukan dari hasil budidaya (Sampai saat ini belum ada yang bisa membudidayakan ikan haruan dengan hasil maksimal baikdari segi kualitas maupun kuatitas). Artinya, ribuan ekor ikan haruan yang setiap hari menjadi menu santapan masyarakat Kalimantan Selatan yang diolah menjadi ketupat kandangan, lauk nasi kuning, sayur untuk lontong, haruan baubar (haruan bakar), 100% berasal dari kemurahan alam. weleh...weleeeeh. Belum lagi kebutuhan ikan haruan untuk farmasi yang sekarang lagi naik daun, setelah diketahui besarnya kandungan albumin dalam lendir dan daging ikan haruan yang sangat bermanfaat bagi penyembuhan luka, bahkan luka habis operasi cesar ibu-ibu yang melahirkan. Konon kandungan albumin dalam ikan haruan alam lebih sempurna jika dibanding ikan haruan yang diternak.
Selain itu, penyebab kelangkaan ikan haruan adalah penangkapan anakan ikan yang baru menetas secara bebas untuk keperluan konsumsi. Tentu hal ini sangat berbahaya bagi kelangsungan keseimbangan ekosistem rawa, sungai dan persawahan rawa lebak, karena bisa mengakibatkan terputusnya rantai makanan dalam ekosistem.
sumber gambar : Banjarmasin Post
Penyebab kelangkaan lainnya adalah cara menangkap ikan yang tidak bersahabat dengan lingkungan, seperti menggunakan racun kimia/potas, strum dan bom ikan. Waduuuuh, rasanya tidak bisa bisa membayangkan seandainya sarapan pagi besok nggak ada lagi nasi kuning lauk ikan haruan!?
Mudah-mudahan, ekspose berita kelangkaan ikan haruan dan ikan papuyu yang menyebabkan kenaikan harga yang gila-gilaan diluar batas nalar ini, segera mendapatkan respon positif dari pemangku kebijakan dan semua pihak yang berkepentingan untuk turun langsung bersama msyarakat bahu membahu menyelamatkan plasma nutfah biota endemik yang juga komoditas ekonomi bernilai tinggi milik kita masyarakat Kota Banjarmasin dan Kalimantan Selatan. Ayo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H