Sampah merupakan salah satu produk dari proses dinamika kehidupan peradaban manusia, baik individual maupun komunal. Laju kuantitas produksi sampah secara individual biasanya sangat dipengaruhi oleh kompleksitas kebutuhan hidup masing-masing individu manusia, sedangkan secara komunal akan berbanding lurus dengan laju pertumbuhan dan pertambahan penduduk pada luasan area tertentu.
Secara umum sampah yang dihasilkan oleh manusia di bagi dalam 2 (dua) golongan besar, yaitu sampah organik (bisa diuraikan oleh bakteri mikroba dan diserap kembali oleh alam) dan sampah non organik (tidak bisa diurai secara alami dan berpotensi besar mencemari lingkungan). Dua golongan besar jenis sampah tersebut mempunyai karekteristik sifat dan potensi yang sangat berbeda, sehingga keduanya juga memerlukan proses penanganan yang berbeda pula
Sampai detik ini, sampah masih menjadi salah satu sumber permasalahan serius bagi sebagian besar kota-kota di Indonesia. Rendahnya pemahaman, kepedulian serta partisipasi aktif masyarakat dalam manajemen pengelolaan sampah plus semakin terbatasnya daya dukung dan daya tampung alami lingkungan di perkotaan, sering dituding sebagai biang keladi ribet dan berlarut-larutnya penyelesaian permasalahan sampah di berbagai kota di Indonesia.
Di Indonesia, permasalahan pengelolaan sampah beserta turunannya seperti banjir, pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan dll, termasuk masalah “laten” yang unik dan menggelitik! Karena, Berapapun dana yang dialokasikan, sehebat apapun program dan manajemen kontrol yang dibuat, sebanyak apapun peraturan perundangan beserta turunannya yang ditetapkan dan secanggih apapun inovasi alat yang digunakan, masih belum mampu memberikan progress yang signifikan terhadap permasalahan sampah di Indonesia.
Seperti negara berkembang lainnya, Indonesia yang kebetulan mempunyai latar belakang karekteristik sosial budaya yang begitu beragam dengan kompleksitas aturan, nilai dan tatanan yang begitu rumit, permasalahan sampah lebih banyak berkutat pada pada masalah orang-nya bukan pada perangkat elemen yang lain, seperti program, teknologi, pembiayaan atau produk hukum yang ada. Sejarah mencatat, sudah berapa kali produk hukum yang mengatur sampah di buat dan disahkan, sudah berapa macam dan jenis program pengentasan permasalahan sampah di gulirkan oleh pemerintah, sudah berapa banyak inovasi teknologi diterapkan untuk pengelolaan sampah, sudah berapa banyak dana yang dikeluarkan pemerintah dan masyarakat yang peduli lingkungan untuk mereduksi sampah? Semuanya nihil alias tidak memberikan hasil dan pengaruh signifikan bagi penyelesaian permasalahan sampah di berbagai kota di Indonesia.
Seandainya semua konsisten, sejak pemerintah menetapkan UU No. 18 Tahun 2008 tanggal 7 Mei 2008 tentang pengelolaan sampah, permasalahan sampah di Indonesia khususnya di Kota-kota besar, seharusnya sudah game over alias sudah tamat, sehingga energi potensial bangsa bisa dialokasikan untuk kepentingan-kepentingan lain yang tidak kalah pentingnya. Tapi kenyataannya tujuh tahun berlalu sejak diketok palu, UU No. 18 Tahun 2008 tak lebih dari macan kertas yang tidak bisa berbuat dan membuat pengaruh apa-apa! Lantas apa sebenarnya yang kita perlukan?
Untuk mengatasi masalah sampah di Indonesia, ada 3 (tiga) kunci utama yang wajib dipegang, dibenahi dan diberdayakan dengan benar secara maksimal, yaitu Mental Manusia (Pemerintah dan rakyat/masyarakat), Teknologi dan Sistem/Mekanisme
I. (MENTAL) MANUSIA
I.1Pemerintah
Indonesia sudah merdeka sejak 70 tahun yang lalu, berbagai masalah bangsa yang mendera bangsa Indonesia sejak era kemerdekaan di tahun 1945 seharusnya memberikan pengalaman yang berharga kepada semua elemen bangsa, sedangkan kita selama ini terlanjur memahami bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik. Sebenarnya agak aneh, kalau tidak pantas dibilang lucu! Di jaman serba digital dengan akses teknologi informasi yang bisa melipat ruang dan waktu menjadi sedemikian efektif dan efisien, bangsa sebesar Indonesia sampai detik ini masih saja disibukkan oleh urusan sampah (rumah tangga)? Apa yang salah?
Memang, permasalahan sampah bukan domain dari kota-kota di Indonesia saja! Hampir semua kota besar dan maju di dunia semuanya "pernah" mengalami krisis permasalahan sampah. Bedanya, kalau kota-kota besar dan maju di luar sana "pernah" mengalami krisis permasalahan sampah. Kata pernah artinya menunjukkan kata lampau. Jadi, mereka akhirya menemukan solusi, tapi kalau kita bukan hanya pernah saja tapi terus menerus dihantui masalah sampah sampai sekarang. Pertanyaanya, kenapa bisa begitu? Karena kita tidak pernah sungguh-sungguh mau belajar dari pengalaman plus contoh-contoh konkrit yang ada di luar sana secara komprehensif dan sayangnya, situsi ini diperparah oleh tabiat atau kebiasaan bangsa kita yang suka lupa dan melupakan.