Suatu hari saya makan bersama ketiga rekan kerja saya. Temen saya, sebut aja si A, beujar : " Wah, kemarin saya lagi merayu mertua saya untuk memberi modal untuk membeli lahan sawit. Tapi mertua saya menolak." Temen saya yang satunya, sebut si B, menimpali : "Mungkin cara merayunya tidak pas kali?" Kemudian si B bertanya lagi: "Atau waktunya ga tepat? Atau kamu keseringan minta kali, he.. he.." Si A merenung dan tiba-tiba berkata : "iya, kali ya.. Kemarin kami dibelikan motor baru dan uang untuk uang muka perumahan kami." Kemudian secara spontan kami teriak : "Lha iya lah..."
Menantu merupakan kata-kata yang sangat aneh. Bagi sebuah keluarga, kata menantu menjadi hal yang dibanggakan, tapi dilain keluarga, kata menantu menjadi hal menyebalkan. Menantu disini bisa berarti laki-laki ataupun perempuan. Tapi di dalam tulisan ini, karena saya seorang laki-laki, saya hanya membatasi konteks menantu sebagai menantu laki-laki, walaupun hal ini bisa juga dialami oleh perempuan.
Menjadi menantu merupakan hal yang paling menakutkan dan mendebarkan bagi laki-laki. Mungkin ini jauh lebih mendebarkan dibanding menjadi suami ataupun menjadi seorang ayah. Menjadi seorang menantu sangat luas implikasi dalam kehidupan seseorang. Kita akan menjadi seseorang yang "baru" bagi sebuah keluarga besar. Menjadi "anak" bagi mertuanya, menjadi "kakak" bagi adik iparnya, menjadi "adik" bagi kakak iparnya, ataupun menjadi "saudara"bagi kerabat-kerabatnya. Anda semua tahu khan bagaimana rasanya menjadi hal baru seperti manjadi murid baru, warga baru, pegawai baru dan lain sebagainya?
Apakah ada didunia ini yang bisa kita jadikan ikon sebagai menantu teladan? Pasti hal ini akan sangat beragam jawabannya. Semua akan mengiventarisasi siapa saja tetangga kita, saudara kita, ataupun orang-orang ternama yang menjadi menantu teladan. Bagaimana sikap mereka terhadap mertua, saudara ipar, keluarga besar lainnya akan menjadi penilaian sebagai menantu teladan.
Saya pribadi tidak bisa membaca banyak kisah Nabi SAW sebagai seorang menantu, kecuali beberapa cerita tentang hubungan Nabi SAW dengan Abu Bakar dan Umar Bin Khattab. Sangat jarang referensi saya tentang perkataan ataupun perilaku Nabi SAW sebagai menantu. Tapi cuma satu yang bisa saya pedomani, saya harus berbuat sebaik-baiknya untuk menjadi menantu yang baik.
Menjadi menantu, menjadikan saya harus berbuat sebagai anak buat mertua saya, sebagai kakak buat adik ipar saya, sebagai saudara buat kerabat istri. Saya meminta doa restu bila akan pergi keluar kota, saya bawakan oleh-oleh buat adik-adik, atau saya sampaikan pendapat ke keluarga mertua saya bila dibutuhkan.
Saya cuma bisa berusaha untuk terus membahagiakan mereka. Hanya dengan ketulusan hati, saya berusaha mencintai mertua saya seperti mencintai orang tua saya, berbakti kepada mertua saya seperti berbakti kepada orang tua saya.
Hanya dengan kejujuran hati, saya berusaha tidak menyusahkan mertua saya, tidak merampas harta mertua saya, tidak bertindak sebagai benalu dirumah mereka. Semoga cita-cita saya menjadi menantu yang baik, bisa tergapai. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H