Mohon tunggu...
Mas_Choose_One
Mas_Choose_One Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Kualifikasi Profesional: seorang Statistisi.. Bekerja di Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. \r\nKualifikasi Non-Profesional: seorang ayah, suami, anak dan sahabat. \r\n Seseorang yang terlanjur menjadi Gadamala... \r\n\r\nSeorang pekerja akal dan jiwa, Seseorang yang selalu berusaha menaklukkan jiwa, dan akal pikirannya sendiri. \r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mutant Statistics

11 Februari 2011   02:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:42 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Saya termasuk orang yang heran dengan tuduhan kebohongan publik pemerintah SBY yang dilontarkan oleh Bapak Dien Syamsuddin dan kawan-kawan. Terutama tentang angka kemiskinan.

Pemerintah dituduh berbohong karena mengumumkan angka kemiskinan 2010 berjumlah 31,02 juta jiwa, sedangkan data penerima beras miskin sebanyak 70 juta jiwa.

Seakan-akan SBY menerima laporan ABS dari bawahan. Kemudian saya tertarik untuk mencari kebenaran tuduhan tersebut. Jangan-jangan ini merupakan salah interpretasi dari seorang publik figur atau timnya.

Dalam sebuah artikel berjudul Statistics and Politics in a Knowledge Society, Enrico Giovannini, Kepala Divisi Statistic Organization for Economic Co-operation and Development, menulis : “Data based on shaky methodology can be quoted in Public debate as fact. Even correct data can be incorrectly interpretated, resulted in what some call as mutant statistics.”

Sangat berbahaya kalau yang disangkakan Dien Syamsuddin dkk ternyata hanya perkara salah paham. Menurut saya, pemahaman seorang publik figur tentang sesuatu hal harus benar, sebelum mengutarakannya ke publik. Lain cerita bila yang berbicara adalah tukang jamu atau tukang kopi di warungnya.

Dari beberapa sumber saya dapatkan informasi tentang kemiskinan di Indonesia. Ada baiknya sebagian saya utarakan disini.

Pertama, poverty is not same with difficulty. Atau dikatakan bahwa kemiskinan itu tidak sama dengan kesulitan, apalagi kesulitan sesaat. Makna nya sangat basic untuk menafsirkan kemiskinan. Sebab kemiskinan merupakan perkara yang multidimensional. Kemiskinan ada yang memandang dari segi gejala ekonomi, gejala kualitas SDM ataupun gejala budaya.

Kedua, Standar Bank Dunia dalam menentukan kemiskinan yaitu dollar per hari adalah dollar dalam pengertian Purchasing Power Parity (PPP). Dikatakan bahwa bila menggunakan standar Bank Dunia yaitu 1 dollar per hari (sekarang sekitar 9 ribu rupiah) maka kemiskinan meningkat 2x lipat dari angka kemiskinan sekarang.Menurut saya, misisue ini merupakan kesalahanyang agak berat. Kalau diartikan dollar sesuai pengertian Purchasing Power Parity (PPP) maka satu dollar-nya Bank Dunia ini adalah equivalen dengan Rp. 3.240. Maka bila digunakan standar Bank Dunia, jumlah kemiskinan di Indonesia adalah 7,4 persen. Ini malah menurun dibanding angka 13 persen yang ada.

Ketiga, selain jumlah penduduk miskin, ada ukuran kemiskinan lain yang harus dipahami, yaitu : PGI dan PSI.Apa itu PGI dan PSI?? PGI merupakan kepanjangan dari Poverty Gap Index. PGI bisa dimaknai sebagai rata-rata kesenjangan pengeluaran setiap orang miskin dibandingkan dengan besaran nilai garis kemiskinan. Sedangkan PSI kepanjangan dari Poverty Severity Index. PSI menceritakan tentang disparitas kemiskinan antar orang miskin. Dengan PGI dan PSI, bagaimana tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan di Indonesia bisa ditemukan. Hal-hal ini pun harus menjadi perhatian utama pemerintah dan pemerhati masalah kemiskinan di Indonesia.

Mungkin hanya itu yang bisa saya bagi buat para pembaca tentang kemiskinan di Indonesia. Saya berharap, kita jangan anti terhadap data statistik, sebab seperti dituturkan oleh Caesar Augustus, dari Kerajaan Romawi, untuk membangun negeri yang besar dibutuhkan data statistik yang terpercaya agar negara dan masyarakat memiliki pedoman dengan bahasa yang jelas terukur, ada dimana dan mau kemana bangsa ini.

Semoga Indonesia makin sejahtera...!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun