Mohon tunggu...
kadlina
kadlina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Esa Unggul

Mahasiswa yang menekuni penulisan opini di bidang ekonomi, sosial, dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Telaah Risiko Transisi Kendaraan Listrik

15 Juni 2024   21:59 Diperbarui: 16 Juni 2024   23:02 980
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mobil listrik menjadi topik hangat dalam dunia otomotif global, termasuk di Indonesia. Fenomena mobil listrik di Indonesia tengah mengalami perkembangan yang signifikan seiring dengan semakin tingginya perhatian terhadap isu lingkungan dan keberlanjutan energi. Mobil listrik dianggap sebagai solusi yang menjanjikan untuk mengurangi emisi karbon dan ketergantungan pada bahan bakar fosil. Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah strategis melalui berbagai regulasi dan insentif untuk mendorong adopsi kendaraan listrik, seperti Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019.

Kajian manajemen risiko kebijakan mobil listrik adalah untuk menggarisbawahi pentingnya kesiapan infrastruktur dalam mendukung kebijakan ini. Keterbatasan stasiun pengisian daya menjadi hambatan signifikan yang dapat menghambat adopsi mobil listrik secara luas. Dengan mengangkat isu ini, diharapkan dapat mendorong pemerintah dan sektor swasta untuk bekerja sama dalam mempercepat pembangunan infrastruktur yang memadai dan dapat diakses oleh masyarakat di berbagai wilayah, tidak hanya terpusat di kota-kota besar.

Selain infrastruktur, aspek regulasi dan insentif juga menjadi fokus penting dalam kajian ini. Regulasi yang sudah ada perlu diimplementasikan dengan baik dan diawasi secara ketat untuk memastikan bahwa insentif yang diberikan benar-benar efektif dalam mendorong penggunaan mobil listrik. Lambatnya proses implementasi dan birokrasi yang rumit bisa menjadi kendala dalam mencapai tujuan kebijakan ini.

Harga mobil listrik yang masih tinggi dibandingkan dengan mobil konvensional juga menjadi tantangan yang tidak bisa diabaikan. Penulisan kajian ini juga bermaksud untuk menyoroti perlunya insentif yang lebih besar dan langkah-langkah strategis untuk menurunkan biaya produksi mobil listrik. Dengan harga yang lebih terjangkau, daya beli masyarakat terhadap kendaraan ramah lingkungan ini dapat meningkat, sehingga adopsi mobil listrik dapat dilakukan lebih cepat dan merata di berbagai lapisan masyarakat.

Kajian ini juga mengangkat aspek sosial yang berkaitan dengan perubahan perilaku dan peningkatan kesadaran lingkungan. Edukasi dan kampanye yang berkelanjutan diperlukan untuk mengubah paradigma masyarakat mengenai pentingnya beralih ke mobil listrik. Dukungan dari sektor swasta juga sangat penting dalam menyediakan alternatif transportasi yang efisien dan ramah lingkungan. Dengan memahami dan mengelola risiko-risiko ini secara komprehensif, diharapkan kebijakan mobil listrik di Indonesia dapat berjalan dengan sukses dan memberikan manfaat jangka panjang bagi lingkungan serta kesejahteraan masyarakat.

Secara umum, beberapa aspek penting dalam manajemen risiko kebijakan mobil listrik di Indonesia, mulai dari infrastruktur, regulasi, hingga aspek ekonomi dan sosial. Berdasarkan grafik 1 menunjukkan tingkat kepentingan berbagai aspek dalam manajemen risiko kebijakan mobil listrik di Indonesia. Kategori-kategori yang dinilai meliputi infrastruktur terbatas, implementasi regulasi, harga mobil listrik, kesadaran dan perilaku masyarakat, serta dukungan dari sektor swasta.

Grafik 1. Tingkat Kepentingan manajemen risiko Mobil Listrik di Indonesia

Infrastruktur: Tantangan Utama dalam Implementasi Mobil Listrik

Salah satu tantangan terbesar dalam mengimplementasikan mobil listrik di Indonesia adalah ketersediaan infrastruktur pengisian daya. Meskipun Indonesia memiliki surplus listrik sekitar 3.000 MW yang dapat digunakan untuk mengakomodasi permintaan mobil listrik, jumlah stasiun pengisian daya masih sangat terbatas. Hingga Agustus 2019, terdapat sekitar 2.000 stasiun pengisian daya di seluruh Indonesia, yang terutama berfokus di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bali.

Keterbatasan infrastruktur ini menimbulkan risiko terhadap keberhasilan adopsi mobil listrik. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah perlu mempercepat pembangunan stasiun pengisian daya, termasuk dengan memanfaatkan jaringan SPBU Pertamina yang luas. Kebijakan ini tidak hanya akan meningkatkan ketersediaan stasiun pengisian daya, tetapi juga dapat mendorong penggunaan mobil listrik di daerah-daerah yang lebih luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun