Bagi yang sudah membaca novel Lemah Abang dan Sabda Palon, pasti sudah ngeuh dengan isi dari novel Wali Sanga. Tapi jika belum, sepertinya si pembaca akan dibuat sedikit kebingungan, atau mungkin terkejut ketika membaca novel ini tidak seperti ekpetasi si pembaca. Namun, meskipun begitu, penulisnya lihai membuat pembaca penasaran untuk membacanya sampai habis.
Dan, entahlah apakah novel ini akan ada seri selanjutnya, atau hanya sampai disini saja?
Semoga diperpanjang ceritanya dan ada seri walisanga terbaru, jangan PPKM saja yang diperpanjang heuheuheu....
Ahh...sayang sekali kalau tidak lanjut, atau bolehlah penulisnya sekali-kali menceritakan kisah para  tokoh-tokoh kesembilan Wali lainnya secara mendalam.
Oh, ya, novel ini dilengkapi pula dengan diagram silsilah-silsilah Raja-Raja Singashari dan Majapahit, Silsilah Wali Sanga, Silsilah Pengging dan Silsilah Sultan Demak.
                                        Â
SINOPSIS :Â
Setelah Majapahit hancur oleh serangan Demak pada tahun 1478, tanah Jawa penuh dengan pergolakan. Masa itu adalah masa penyebaran Islam secara besar-besaran. Majelis Wali Sanga, selaku wadah besar para ulama, didukung pemerintahan Islam di pesisir utara, mulai merambah ranah politik. Bahkan Sunan Giri menitahkan pembakaran lontar-lontar agama leluhur, Siwa Budha, yang masih banyak disimpan penduduk muslim Jawa. Karena merasa ulama seharusnya hanya berperan sebagai pencerah dan pembimbing pemerintah dan masyarakat., Syekh Siti Jenar menyatakan diri keluar dari Majelis Wali Sanga. Para ulama di Jawa pun berada di ambang perpecahan.
Sementara itu, di Jawa belahan timur, kerajaan-kerajaan pecahan Majapahit mencoba terus bertahan. Salah satunya adalah Daha. Pada tahun 1486 Daha menggempur Majapahit., yang berada dalam kuasa Demak. Sjak itu ia menyatakan diri sebagai Majapahit baru yang lepas daro cengkraman Demak. Dan Demak ternyata tak bisa berbuat apa-apa karena ia sibuk mengembangkan kekuatan maritimnya. Demak sangat berhasrat menjadi penguasa Nusantara layaknya Majapahit dahulu, yang berjaya di lautan.
Tetapi yang paling ditakuti Demak bukanlah Daha, melainkan justru ahli waris takhta Majapahit di Jawa belahan tengah, Ki Ageng Pengging.. ia pun menjadi ancaman Giri Kedhaton, Kerajaan Islam di Jawa belahan timur. Ditambah perselisihan dalam Majelis Wali Sanga antara Sunan Giri dan Syekh Siti Jenar, sosok berpengaruh yang sangat dekat dengan Ki Ageng Pengging, Demak merasa keberadaannya makin terjepit. Novel ini membabar konflik-konflik di tanah Jawa setelah leruntuhan Majapahit yang sangat jarang dikisahkan.Â