Pandemi Covid-19 memberikan ujian berat kepada semua sektor ekonomi, tidak terkecuali pertanian. Namun, pertanian kembali membuktikan tradisinya sebagai sektor yang tahan banting di tengah kondisi krisis.
Sektor ini mampu menjadi bantalan penyerapan tenaga kerja dan pendorong pertumbuhan ekonomi di tengah lonjakan pengangguran dan kontraksi pertumbuhan ekonomi di masa pandemi.
Capaian ini ditopang oleh kinerja subsektor tanaman pangan dan perkebunan yang tumbuh masing-masing sebesar 3,54 persen dan 4,17 persen.
Pada saat yang sama, kinerja ekspor pertanian juga cukup mengesankan di masa pandemi. Nilai ekspor sektor pertanian sepanjang 2020 mencapai US$4,12 miliar atau tumbuh sebesar 14,03 persen dibanding 2019. Dengan nilai ekspor tersebut, sektor pertanian berkontribusi sebesar 2,52 persen terhadap total ekspor nasional.
Peningkatan kinerja ekspor sepanjang 2020 terjadi di semua subsektor pertanian kecuali subsektor perikanan. Subsektor peternakan menyumbang kenaikan nilai ekspor paling besar yang mencapai US$189,68 juta.
Lalu bagaimana dengan kondisi kesejahteraan petani di masa pandemi? Apakah kinerja pertumbuhan produksi dan ekspor yang cukup mengesankan tersebut berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan mereka?
Pastinya, peningkatan jumlah penduduk yang bekerja di pertanian sebagai imbas pandemi (shifting) bakal menambah beban sektor pertanian. Rasio output sektor pertanian terhadap total jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian akan semakin mengecil.
Dengan kata lain, rata-rata pendapatan di sektor pertanian akan menurun. Kualitas pekerja di sektor pertanian juga menurun karena disesaki mereka yang berpendidikan rendah.