Mohon tunggu...
Kadir Ruslan
Kadir Ruslan Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS di Badan Pusat Statistik. Mengajar di Politeknik Statistika STIS. Sedang belajar menjadi data story teller

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Pelajaran dari Australia

22 Mei 2019   17:06 Diperbarui: 23 Mei 2019   20:16 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: messypolitics.com

Pada saat yang hampir bersamaan Indonesia dan Australia mengalami hal yang sama: kontestasi politik untuk memperebutkan kekuasaan.

Di Negeri Kanguru, pertarungan juga melibatkan dua kubu yang saling berhadap-hadapan. Kubu pertama adalah Koalisi Liberal-Nasional yang dipimpin oleh Perdana Menteri Scott Morisson. Sementara kubu kedua adalah Partai Buruh yang dipimpin oleh Bill Shorten.

Panasnya pertarungan sudah terasa sejak tahun lalu. Saling serang terkait pilihan kebijakan ekonomi kedua kubu dan sejumlah isu strategis seperti perubahan iklim mewarnai perdebatan di media. Publik disuguhi rivalitas yang sehat dan berkelas yang dibalut pertarungan gagasan syarat data tentang bagaimana negara yang populasinya hanya 1/10 populasi Indonesia itu dikelola.

Di awal tahun ini, menjelang pemungutan suara, pertarungan semakin panas dan meruncing. Koalisi melancarkan kampanye negatif yang menyerang agenda ekonomi yang diusung oleh Partai Buruh.

Scott Morison (Scomo) berulangkali menyampaikan, di setiap tempat yang dikunjungi, bahwa Partai Buruh terbukti kerap gagal dalam mengelola anggaran negara. Selalu defisit. Beda dengan pemerintahan Koalisi yang berhasil menjaga anggaran tetap surplus dalam beberapa tahun terakhir. Terakhir kali Partai Buruh mempersembahkan anggaran surplus adalah ketika penyanyi Taylor Swift lahir, 30 tahun yang lalu.

Scomo juga mengatakan bahwa agenda ekonomi Partai Buruh akan dibiayai dengan pajak yang mahal. Pajak akan dinaikkan dan menyasar semua kalangan, dari pensiunan hingga orang meninggal. Prioritas pada perubahan iklim dan energi terbarukan hanya akan memukul sektor pertambangan Australia dan menambah jumlah pengangguran.

Bill Shorten tidak tinggal diam. Tangkisan juga diberikan. Surplus anggaran yang selalu dibanggakan oleh Koalisi menurutnya dicapai dengan mengorbankan banyak hal. Pemotongan anggaran pendidikan dan jaminan sosial diantaranya. Terkait pemotongan pajak, langkah yang diambil pemerintahan Koalisi dianggap hanya menguntungkan pebisnis besar dan kaum elit Australia.

Terkait isu perubahan iklim, ia menyerang Scomo dengan sebutan penghuni goa (cave dweller) yang tidak peka terhadap isu global dan masa depan Australia. 

Hebatnya, betapapun keras dan panasnya pertarungan, tak ada satupun orang yang dipolisikan. Alhasil, polisi Australia bisa fokus kepada tugas pokoknya: memberikan rasa aman kepada masyarakat. Debat di media sosial juga tidak diramaikan dengan nama-nama binatang.

Begitulah adanya ketika demokrasi diterapkan di sebuah negara dengan institutional set up yang kuat, tidak korup, dan bisa dipercaya. Masyarakatnya juga siap, makmur-sejahtera, dan well-educated.

Kampanye negatif yang dilancarkan Koalisi terbukti sukses. Partai Buruh yang semula diunggulkan oleh lembaga pollster tumbang secara mengejutkan.

Terkait hal ini, ada cerita menarik. Belum juga perhitungan suara usai, ketika hasil hitung cepat menunjukkan keunggulan Koalasi tak mungkin lagi dikejar, Partai Buruh angkat topi serta mengakui dan menerima kekalahan. Pada saat yang sama, Bill Shorten juga mengumumkan untuk pensiun dari dunia politik.

Partai Buruh menganggap kekalahan mereka sebagai kritik dari publik yang harus dievaluasi untuk memenangkan pemilu selanjutnya. Sungguh sebuah kedewasaan dan kematangan dalam berpolitik.

Di hari-hari yang sedang bergejolak belakangan ini, barangkali ini merupakan pelajaran berharga yang bisa kita petik dari tetangga kita Australia. Lebih dari itu, tanpa mengecilkan apa yang telah kita capai sebagai bangsa, kita juga dapat mengambil pelajaran tantang bagaimana negara yang secara demografis cukup multiras itu merajut persatuan.

Bait-bait lagu berikut ternyata bukan hanya sekadar nyanyian belaka.

....We are one, but we are many
And from all the lands on earth we come
We'll share a dream and sing with one voice "I am, you are, we are Australian"....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun