"There are four ways economists can lose their reputation. Gambling is the quickest, sex is the most pleasurable and drinking the slowest. But forecasting is the surest." (Max Walsh, The Age, 1993)
Hasil hitung cepat pemilihan gubernur (Pilgub) Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Tengah membuat sejumlah pihak meragukan reputasi lembaga survei dalam menakar tingkat keterpilihan (elektabilitas) para kandidat.
Betapa tidak, berdasarkan hasil survei sejumlah lembaga sepanjang Mei-Juni 2018, elektabiltas pasangan Sudirman Said-Ida Fauziah dalam pilgub Jawa Tengah hanya sebesar 12-23 persen.
Sementara hasil hitung cepat, yang boleh dibilang, lebih mendekati hasil perhitungan resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebutkan bahwa perolehan suara keduanya mencapai 40 persen lebih.
Hal yang sama juga terjadi di Jawa Barat. Hasil survei sejumlah lembaga sebelumnya memotret bahwa elektabilitas pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu rata-rata di bawah 10 persen sepanjang Mei-Juni 2018.
Nyatanya, hasil hitung cepat berbicara lain. Perolehan suara keduanya justru diperkirakan mencapai 29 persen, berselisih tipis dengan suara pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruhzanul Ulum yang mencapai 33 persen.
Terkait inkonsistensi ini, tidak membikin heran jika Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan bahwa lembaga survei tidak lebih akurat dibanding dukun dalam memprediksi perolehan suara para kandidit dalam pilgub kali ini (Kompas.com, 29 Juni 2018). Benarkah demikian?
Menyikapi hasil survei
Patut diperhatikan, hasil survei elektabilitas yang dirilis oleh lembaga survei sejatinya merupakan potret kondisi saat survei dilaksanakan.
Adapun dalam rentang waktu setelah survei dilakukan hingga hari pemungutan suara, elektabilitas setiap calon boleh jadi sangat dinamis. Dengan kata lain, segala kemungkinan bisa terjadi hingga detik akhir pemungutan suara. Nampaknya, inilah yang terjadi dalam kasus Pilgub Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Selain itu, hasil survei pada dasarnya hanyalah dugaan terhadap realitas yang ingin dipotret dengan memanfaatkan teknik statistik. Dugaan ini masih mengandung unsur kesalahan (error), baik itu kesalahan terkait teknis pemilihan sampel (sampling error) maupun kesalahan di luar teknis penarikan sampel (non-sampling error). Dalam hal ini, kesahihan dan keterandalan metode yang digunakan serta kontrol kualitas (quality control) pelaksanaan lapangan juga sangat menentukan akurasi hasil survei.