Mohon tunggu...
Kadir Ruslan
Kadir Ruslan Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS di Badan Pusat Statistik. Mengajar di Politeknik Statistika STIS. Sedang belajar menjadi data story teller

Selanjutnya

Tutup

Money

Ndeso, Sebuah Tantangan Pembangunan

8 Juli 2017   08:31 Diperbarui: 8 Juli 2017   08:42 960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
diolah dari data BPS. Dok.pribadi

Kesanjangan antara wilayah perkotaan dan pedesaan tercermin dari indikator sosial-ekonomi, seperti capaian pendidikan. Pada 2015, misalnya, rata-rata lama sekolah penduduk 15 tahun ke atas di daerah pedesaan hanya 6.98 tahun (hanya tamat sekolah dasar), jauh lebih rendah dibanding penduduk perkotaan yang mencapai 9.61 tahun (tamat sekolah menengah pertama).

Disparitas desa-kota juga terlihat jelas dalam persoalan kemiskinan. Hingga kini daerah pedesaan masih menjadi pusat kemiskinan. Data BPS memperlihatkan bahwa 17.28 juta masyarakat pedesaan terkategori miskin pada September 2016 dengan pengeluarkan per kapita kurang dari Rp350.420 per bulan (garis kemiskinan). Angka ini mencakup 62.25 persen dari total jumlah penduduk miskin yang mencapai 27.76 juta jiwa pada September 2016.

Sektor pertanian merupakan corak utama aktivitas ekonomi di daerah pedesaan. Karena itu, masyarakat miskin pedesaan umumnya adalah petani dan buruh tani. Data BPS memperlihatkan, 66.28 persen kepala rumah tangga miskin di pedesaan bekerja di sektor pertanian. Mereka adalah representasi---apa yang disebut Prof. Emil Salim dalam artikelnya di koran Kompas (24 Agustus 2015) sebagai---kaum Marhaen masa kini yang harus diangkat taraf hidupnya seperti yang dicita-citakan Bung Karno.

Sedihnya, ada indikasi bahwa kondisi kemiskinan yang dialami masyarakat pedesaan semakin memburuk dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini tercermin dari peningkatan jumlah penduduk sangat miskin di pedesaan dari 5.83 juta jiwa pada Maret 2014 menjadi 7.47 juta jiwa pada Maret 2016.

Sejalan dengan hal ini, tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan di daerah pedesaan cenderung memburuk sepanjang Maret 2014-September 2016. Diketahui indeks kedalaman kemiskinan di pedesaan naik dari 2.26 pada Maret 2014 menjadi 2.32 pada September 2016. Sementara indeks keparahahan kemiskinan mengalami kenaikan dari 0.57 pada Maret 2014 menjadi 0.59 pada September 2016.

Kenaikan yang sepertinya tidak seberapa ini sejatinya memberi konfirmasi bahwa kehidupan ekonomi masyarakat miskin pedesaan kian memburuk. Mereka dihadapkan pada double burdens: sudah ndeso, melarat pula.

Sekadar diketahui, mereka berkategori sangat miskin karena memiliki pengeluaran per kapita di bawah Rp280.336 per bulan (80 persen garis kemiskinan). Dengan kondisi seperti ini bisa dibayangkan betapa peliknya persoalan kemiskinan yang tengah dialami oleh masyarakat pedesaan. Bagi mereka, tas Gucci seharga Rp32 juta tentu saja merupakan barang super mewah yang---kalau bukan karena keajaiban---tak mungkin bakal terbeli sepanjang hayat mereka.

Itulah sebabnya, anjuran hidup sederhana bagi presiden dan pejabat tinggi negara lainnya menjadi sangat relevan di tengah realitas sosial bahwa masih ada puluhan juta penduduk negeri ini yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya hanya untuk sekadar hidup layak.

Boleh dibilang, sebagian besar indikator sosial-ekonomi yang mengukur progres pembangunan menunjukkan bahwa daerah pedesaan relatif tertinggal di banding daerah perkotaan. Karena itu, istilah ndesosejatinya menyiratkan sebuah tantangan pembangunan, yakni mengangkat masyarakat miskin pedesaan keluar dari jerat kemiskinan dan segala macam ketertinggalan yang diakibatkan minimnya akses terhadap pelayanan dasar (pendidikan dan kesehatan) dan pembangunan yang selama ini bias ke kota. Dengan demikian, kehidupan mereka bisa menjadi lebih bermartabat seperti suadara-saudaranya di kota. (*k)

Referenis data statistik:

Badan Pusat Statistik.2016.Indikator Kesejahteraan Rakyat 2016.Badan Pusat Statistik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun