Mohon tunggu...
Kadir Ruslan
Kadir Ruslan Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS di Badan Pusat Statistik. Mengajar di Politeknik Statistika STIS. Sedang belajar menjadi data story teller

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Rahasia Umur Panjang

3 Januari 2013   12:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:34 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam pergantian tahun kali ini serasa biasa saja. Tanpa pesta kembang api yang nyalanya begitu indah menghiasi langit Jakarta seperti tahun sebelumnya. Pasalnya, saya melewati malam pergantian tahun di sebuah bus jurusan Wonogiri-Jakarta dalam keadaan terlelap akibat kelelahan setelah menaklukkan Gunung Merbabu di Boyolali yang tingginya mencapai 3.145 meter di atas permukaan laut itu. Meskipun masih terbilang muda, saya ternyata sudah terlalu tua untuk gunung setinggi itu. Tapi tak mengapa, meskipun tak bisa menikmati malam pergantian tahun di Jakarta, ada sepotong pengalaman berharga dari kunjungan saya ke Boyolali beberapa hari yang lalu.

Melewati malam pergantian tahun sesering atau sebanyak mungkin, baik dalam keadaan terjaga maupun tertidur, tentu menjadi obsesi setiap orang. Karena untuk mewujudkannya, kita haruslah berumur panjang alias hidup selama mungkin. Dan, di Dusun Kenteng, Boyolali, saya bersua dengan seorang lelaki yang sangat beruntung bisa melewati malam pergantian tahun hingga lebih dari sembilan puluh kali, tepatnya sebanyak 92 kali. Lelaki beruntung itu bernama Mbah Sastro.

Mbah Sastro lahir pada tahun 1920, jauh sebelum Indonesia merdeka. Pada tanggal 10 Maret nanti, dia yang mantan tentara itu akan berulang tahun yang ke-93. Meskipun usianya terbilang sangat tua, kondisi fisiknya masih tampak prima. Semua indikator kesehatan, seperti tekanan darah, kadar gula darah, dan kolesterol menunjukkan kalau dia yang sudah memiliki canggah (anak dari buyut) itu masih sehat. Dia bahkan masih sanggup menjalankan aktivitas rutinnya saban hari: mencari rumput untuk pakan lembunya serta mengurus ladang.

Ada sebuah pengalaman menarik yang dikisahkannya kepada saya, yang menunjukkan betapa tangguhnya fisik beliau meskipun sudah berusia renta. Pada tahun 90-an, Mbah Sastro berkesempatan untuk berangkat haji ke Mekah. Karena paling tua (saat itu umur beliau nyaris 80 tahun), dia dipercaya sebagai ketua rombongan yang beranggotakann sekitar 60 orang jamaah. Hebatnya, saat sampai di Mekah semua anggota rombongan yang dipimpinnya jatuh sakit, kecuali dirinya yang tidak mengalami gangguan kesehatan sedikit pun.

[caption id="attachment_233279" align="aligncenter" width="605" caption="Penulis bersama Mbah Sastro (kanan)"][/caption]

Bahkan kepada saya Mbah Sastro bertutur, selama hidupnya dia tak pernah sekalipun mengalami sakit berat, hanya sakit-sakit ringan seperti masuk angin atau pusing. Saya takjub mendengar penuturannya. Dan, melihat kondisi fisiknya yang sangat prima itu, saya yakin—jika Tuhan menghendaki—Mbah Sastro bakal melalui malam pergantian tahun hingga lebih dari 100 kali.

Begitu pula dengan ingatannya, boleh dibilang masih sangat tajam dan jernih. Dia nampaknya belum dihinggapi penyakit yang jamak menyambangi mereka para lansia: pikun. Dia masih ingat detail hampir setiap peristiwa yang dilaluinya puluhan tahun yang lalu.

Mbah Sastro adalah generasi Tentara Nasional Indonesia (TNI) mula-mula. Dia sudah menjadi tentara jauh sebelum TNI dibentuk, jauh sebelum Jenderal Soedirman dilantik sebagai panglima besar TNI yang pertama di tahun 1945. Dengan ingatannya yang masih fresh Kepada saya dia menuturkan pengalamannya saat mendaftar sebagai tentara pada tahun 1938 dan mengikuti pendidikan selama tiga bulan di Sukabumi, Jawa Barat. Dia bahkan  masih ingat persis gaji pertama yang diterimanya sebagai tentara, yakni sebesar 22,5 rupiah. Darinya juga saya tahu bahwa ternyata 40 sen itu adalah 0,4 rupiah: harga satu kilogram beras saat itu.

Sepertinya, satu-satunya kekurangan Mbah Sastro di usianya yang kian senja adalah kualitas pendengarannya. Pasalnya, saat saya bertanya berupa umurnya kini, yang dijelaskannya malah soal sulitnya mendapat air di Dusun Kenteng, meskipun sumur telah digali hingga puluhan meter dalamnya.

Rahasia umur panjang

Saat bercakap-cakap dengan Mbah Sastro, saya berusaha mengorek informasi sebanyak mungkin mengenai rahasia di balik usianya yang panjang  serta kondisi kesehatannya yang masih prima itu. Sayang, ternyata tak ada yang istimewa. Kepada saya dia menuturkan, yang dilakukannya sehari-hari hanyalah menjalankan aktivitas secara teratur (sesuai jam-jam biologis tubuh), tidur malam lebih awal dan bangun lebih pagi untuk bekerja, mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi, serta menghindari stress dengan menikmati hidup yang diberikan Sang Pencipta apa adanya. Resep umur panjang yang sungguh mudah dan sederhana—kita semua tentu sudah mengetahuinya—namun acap lalai dengannya.  Rahasia umur panjang ternyata cuma satu: jangan malas dan lalai untuk hidup sehat. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun