Mohon tunggu...
Kadir Ruslan
Kadir Ruslan Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS di Badan Pusat Statistik. Mengajar di Politeknik Statistika STIS. Sedang belajar menjadi data story teller

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rizal Mallarangeng Vs Tempo

23 Desember 2012   05:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:10 1011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_231048" align="alignnone" width="565" caption="Rizal dalam sebuah konferensi pers di Freedom Institute (TribunNews)"][/caption]

“SAYA TAK TAHU, mana yang lebih baik: Rizal Mallarangeng sebagai peserta aktif dalam arena politik, atau ia tetap jadi seorang ilmuwan dan sekaligus “ public intellectual” seperti selama ini.”

Kutipan di atas adalah paragraf pembuka pengantar Goenawan Mohamad, pendiri Majalah Tempo, untuk buku Rizal Mallarangeng bertajuk Dari Langit. Dalam kutipan itu termaktub sebuah pertanyaan—yang nampaknya—telah menemui jawabannya belakangan ini.

Kini, Rizal, yang dipuji Goenawan Mohamad sebagai ilmuwan politik dengan kualitas langka itu, tengah meramaikan pemberitaan di pelbagai media lewat sejumlah pernyataannya terkait kasus pembancakan proyek Hambalang yang menyeret dua saudaranya: Andi Alfian Mallarangeng (Andi) dan Andi Zulkarnaen Mallarangeng (Choel). Andi sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka. Kini, badai yang tengah menerpa keluarga Mallarangeng telah memberikan kesibukan baru untuk Rizal: juru bicara keluarga.

Sulit ditampik, pamor Rizal sebagai seorang ilmuwan politik dan public intellectual kini tengah tergerus di mata publik. Bukan karena keputusannya merapat ke Partai Golkar yang diidentikkan dengan partai korup warisan Orde Baru itu, tapi kasus pembancakan duit negara yang tengah menyeret kedua adiknya. Rizal memang tidak terlibat, Andi dan Choel pun belum dinyatakan bersalah oleh pengadilan. Namun demikian, nama keluarga Mallarangeng terlanjur tercoreng-moreng di mata publik. Bagi sebagian orang, Rizal yang kini tampil sebagai juru bicara keluarga dan sesekali melempar pernyataan di ruang publik untuk menunjukkan bahwa kedua suadaranya tak bersalah hanyalah seorang pembela koruptor.

Rizal Vs Tempo

Ujian yang tengah menerpa keluarga Mallarangeng juga mengantarkan Rizal tengah “berkonfrontasi” dengan Majalah Tempo. Adalah sampul majalah edisi 17-23 Desember 2012 itu yang membuat Rizal berang. Di sampul itu, ia dan dua saudaranya digambarkan sedang bergembira menunjukkan hasil “pancingan”: ia dan Andi tampak mengangkat gulungan uang kertas pecahan 100 dollar AS, sementara Choel mengangkat karung kecil bertuliskan mata uang poundsterling.

Rizal keberatan dengan gambar tersebut. Bagi dia, gambar itu merugikan dan mendiskreditkan dirinya karena dapat menggiring persepsi pembaca bahwa ia soelah-seolah terlibat dalam kasus pembancakan proyek Hambalang. Atas keberatannya itu, Rizal melaporkan Majalah Tempo ke Dewan Pers dan menuntut majalah itu agar meminta maaf kepadanya. Bahkan, Rizal mengancam akan meneruskan perkara sampul itu secara perdata jika tuntutannya tidak dipenuhi (Tempo, 18/12/2012).

Kita tentu heran, kenapa Rizal yang begitu mendewakan demokrasi dan kebebasan ala negara Abang Sam itu seolah buta tentang yang namanya kebebasan berekspresi. Seharusnya, ia bisa mengambil perbandingan dari kasus tatkala Majalah Times dituntut oleh keluarga Cendana lantaran sampul majalah tersebut dianggap mendiskreditkan mantan Presiden Soeharto. Atau tatkala tokoh-tokoh politik Amerika Serikat (AS) seperti Goerge Bush “diolok-olok” melalui karikatur yang menghiasi sampul depan Majalah Times, namum majalah terbitan AS itu sama sekali tidak pernah dituntut karena tuduhan mendiskreditkan.

Disadari atau tidak, sikap Rizal yang mempersoalkan sampul Majalah Tempo itu sebetulnya telah berseberangan dengan semangat demokrasi dan kebebasan (freedom) yang selama ini diusungnya. Dan lagi-lagi, telah menggerus pamornya sebagai seoarang ilmuwan politik dan public intellectual . (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun