Mohon tunggu...
Kadir Ruslan
Kadir Ruslan Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS di Badan Pusat Statistik. Mengajar di Politeknik Statistika STIS. Sedang belajar menjadi data story teller

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Rilis UNDP: Peringkat Pembangunan Manusia Indonesia Jalan di Tempat

25 Juli 2014   22:10 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:14 1397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14062914631271017584

Pembangunan manusia Indonesia masih harus ditingkatkan. Hal ini tercermin dari laporan bertajuk “Sustaining Human Progress: Reducing Vulnerability and Building Resilience” yang diluncurkan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP)  pada Kamis lalu (24/7).

UNDP menyebutkan, Indeks Pembangunan Manusia Indonesia (IPM) pada 2013 sebesar 0,684. Angka ini menunjukkan kenaikan sebesar 0,44 persen bila dibandingkan dengan skor IPM pada 2012  yang sebesar 0,681. Meski mengalami kenaikan, peringkat IPM Indonesia tetap bertengger di urutan 108 dari 287 negara. Indonesia juga belum beranjak dari kelompok medium dalam soal pembangunan manusia. Di regional ASEAN, Indonesia berada pada kelompok yang sama dengan Filipina, Vietnam, Timor Leste, Kamboja, dan Laos.

Progres Indonesia dalam soal pembangunan manusia boleh dibilang sedikit lambat. Sepanjang periode 2000-2013, pertumbuhan skor IPM Indonesia rata-rata sebesar 0,9 persen per tahun. Progres yang lambat juga tercermin dari perubahan peringkat IPM Indonesia sepanjang periode 2008-2013 yang hanya naik empat peringkat.

Karena itu, menggenjot peningkatan kualitas pembangunan manusia adalah salah satu tantangan pasangan Jokowi-JK, yang hampir dipastikan bakal mengemban amanah memimpin negeri dalam lima tahun mendatang. Pertanyaannya, apa yang mesti dilakukan pemerintah mendatang untuk menggenjot kualitas pembangunan manusia?

Pemerataan

Indeks pembangunan manusia adalah indikator yang mengukur kualitas pembangunan manusia melalui tiga dimensi, yakni hidup sehat dan umur panjang, akses terhadap ilmu pengetahuan, dan standar hidup layak. Dimensi hidup sehat dan umur panjang diwakili oleh angka harapan hidup, akses terhadap ilmu pengetahuan diwakili oleh angka rata-rata lama sekolah dan angka harapan lama sekolah, dan standar hidup layak diwakili oleh pendapatan.

Pada 2013, berdasarkan data UNDP, angka harapan hidup penduduk Indonesia mencapai 70,8 tahun. Artinya, pada 2013, setiap penduduk Indonesia berpeluang untuk hidup selama 70,8 tahun pada saat lahir.  Rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia dilaporkan sebesar 7.5 tahun. Angka ini menunjukkan, penduduk Indonesia yang berumur 15 tahun ke atas sebagain besar hanya menamatkan pendidikan sekolah dasar (6 tahun) atau kurang. Adapun angka harapan lama sekolah penduduk Indonesia sebesar 12,7 tahun (tamat sekolah menengah atas). Sementara itu, pendapatan per kapita penduduk Indonesia berdasarkan harga-harga tahun 2011 (paritas daya beli) mencapai US$ 8.970.

Dengan mencermati komponen-komponen penyusun IPM tersebut, dapat disimpulkan bahwa titik lemah pembangunan manusia Indonesia yang harus menjadi fokus perhatian pemerintah mendatang adalah peningkatan akses terhadap pendidikan dan kesehatan.

Dalam soal peningkatan akses terhadap pendidikan dan kesehatan, aspek pemerataan adalah persoalan yang sangat penting. Secara faktual, terjadi ketimpangan antar penduduk dalam mengakses pendidikan dan kesehatan. Ketimpangan terjadi dalam spektrum yang luas antar kelompok pendapatan, gender, dan daerah.

Antar kelompok pendapatan ketimpangan akses tercermin dari Gini Rasio—indikator ketimpangan sebaran pendapatan—yang telah mencapai 0,41 pada 2013. Angka ini menunjukkan bahwa hasil-hasil pembangunan tidak dinikmati secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat. Sementara itu, ketimpangan antar kelompok gender tercermin dari Indeks Pembangunan Gender yang sebesar 0,923. Angka ini menunjukkan kualitas pembangunan manusia untuk kelompok perempuan sedikit tertinggal dibanding kelompok laki-laki. Penduduk Indonesia yang tinggal di luar Jawa secara umum juga tertinggal dalam hal pendidikan, kesehatan, dan pendapatan dibanding dengan penduduk di Jawa.

Seperti diketahui, pasangan Jokowi-JK telah menyodorkan kontrak politik yang harus direalisasikan selama lima tahun mendatang. Dari sembilan janji yang disampaikan beberapa di antaranya sangat potensial untuk menggenjot progres pembangunan manusia Indonesia, misalnya, janji Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, dan subsidi sebesar Rp1 juta rupiah bagi setiap keluarga pra-sejahtera jika pertumbuhan ekonomi di atas 7 persen.  Persoalannya, mampukah janji-janji tersebut diwujudkan, atau sekedar janji tanpa bukti? Mari kita tunggu dan kawal realisasinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun