Bulan-bulan Agustus, September, dan Oktober adalah titik waktu dimana universitas-universitas baik negeri maupun swasta di Indonesia menyambut para mahasiswa barunya yang telah melalui proses seleksi sesuai dengan jalur-jalur yang telah disediakan kampusnya masing-masing. Dengan datangnya mahasiswa baru, berarti datang pula para calon-calon kader yang akan mengisi proses regenerasi di tiap organisasi mahasiswa.Â
Lumrahnya, para organisasi mahasiswa akan menyiapkan berbagai macam strategi untuk menarik para mahasiswa baru untuk masuk dan menjadi anggota atau kader yang akan meneruskan perjuangan nilai-nilai dasar yang dianut. Tak terkecuali PMII, sebagai organisasi yang berbasis pengkaderan, keberadaan anggota adalah wajib hukumnya agar organisasi bias terus berjalan. Namun, apakah PB PMII siap menerima dan menyediakan konsep yang menarik untuk dapat diterapkan oleh Cabang, Komisariat hingga Rayon untuk menyambut dan mendesain calon anggota baru yang akan bergabung dan berporses di PMII?
Dimana Posisi PMII sekarang?
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia atau lebih dikenal dengan PMII adalah salah satu dari sekian banyak organisasi mahasiswa yang memiliki anggota dan cabang hampir di seluruh daerah di Indonesia dan bahkan konon Organisasi mahasiswa terbesar di Indonesia. Sejarah mencatat, PMII banyak ikut andil dalam beberapa gerakan-gerakan mahasiswa nasional yang ikut melahirkan perubahan. Namun, beberapa tahun belakangan, PMII seakan kehilangan nalarnya untuk aktif terhadap situasi dan kondisi negara. Lalu, dimana sebenarnya posisi PMII hari ini?
Ini yang menjadi pertanyaan besar untuk seluruh jajaran pengurus PMII dari mulai level nasional, sampai pada level daerah dan kampus. Bagaimana tidak, pasca selesainya proses kongres PMII ke-19 yang diadakan di Palu pada bulan Mei lalu, dan menghasilkan beberapa rekomendasi yang termasuk didalamnya adalah untuk kembali aktif mengkritisi kebijakan-kebijakan Pemerintah dan isu-isu kerakyatan lainnya yang tidak pro terhadap masyarakat, justru Ketum PB PMII Terpilih seakan vacuum dan bisu dari berbagai isu strategis dan krusial yang sedang menimpa bangsa ini beberapa bulan terakhir.Â
Dari mulai isu Korupsi, isu pengkerdilan KPK, RUU Pemilu, HAM, dan berbagai isu penting lainnya, tidak ada satupun suara respon yang dapat kita dengar secara tegas dari Ketum PB PMII terpilih. Padahal, sebagai bagian dari organisasi mahasiswa yang memiliki paradigma kritis dan transformatif, PB PMII seharusnya bisa hadir menghiasi berbagai macam persoalan dan menghadirkan solusi untuk masyarakat luas. Kemunculan sahabat Agus sebagai Ketum PB PMII terpilih untuk memberikan respon terhadap isu-isu Nasional tentu ditunggu-tunggu oleh para kader dan calon kader yang ada di seluruh pelosok negeri agar PB PMII tidak seperti macan ompong yang hanya mengeong.
Namun, apa daya, Ketum terpilih malah seakan kehilangan nalar kritisnya dan hanya sibuk dengan tebang pilih struktur kepengurusan yang disusunnya. Ketum terpilih malah sibuk mensiasati AD/ART terkait kelemahan nama-nama yang dipilih menjadi BPH padahal kita tahu banyak diantara mereka yang tidak memenuhi standar minimum AD/ART yaitu PKN, dengan membuat Pelatihan Kader Nasional "sulapan". Â
PKN sulapan yang dibuat sebelum adanya pengukuhan pengurus untuk memanipulasi aturan AD/ART dan patut untuk dipertanyakan keabsahannya. Kita tau di banyak cabang periode PB sebelumnya, beberapa Ketua Cabang terpilih hasil konfercab pada akhirnya digagalkan dan tidak di SK latena tidak memenuhi kualifikasi PKL, kini Ketum terpilih justru melakukan hal sebaliknya, memanipulasi AD/ART dengab membuat PKN "sulapan" . Ini menyebabkan beberapa kader di daerah mempertanyakan kembali dimana letak konsistensi penerapan aturan hukum PMII, longgar diatas namun mencekik dibawah. Atau bahkan aturan hukum di PMII boleh seenaknya di maknai oleh Ketum PB PMII Terpilih?
Belum lagi menjawab kegelisahan dibawah soal dimana sebenarnya posisi PMII sekarang? Apakah PMII sudah menjadi bagian dari pemerintah? Sehingga apapun kebijakan dan kondisi yang diciptakan oleh pemerintah, PMII hanya bisa diam dan menunggu pembagian jatah "proyek" yang bisa dikerjakan secara bersamaan?Â
Kritik ini, sebenarnya sudah menjadi kekhawatiran massal berbagai kader PMII di daerah. Sebagian besar kader menganggap bahwa keberadaan PMII yang idealnya adalah sebagai institusi penyeimbang antara kepentingan pemerintah dan kepentingan masyarakat luas seakan menjadi abu-abu, bahkan cenderung hilang. Para elit PMII seakan hanya disibukan dengan mengamankan posisinya masing-masing di pemerintahan, dan bahkan sempat beredar isu jika beberapa jajaran pengurus harian PB PMII periode yang lalu akan bertolak ke Thailand untuk berlibur bersama. Semoga saja isu ini tidak benar, karena masih sangat banyak kader dan anggota PMII lainnya didaerah yang harus berjuang untuk menghidupi rayon atau komisariatnya dengan hanya hidup 'pas-pasan'.
Bergantung pada Ketum Terpilih