Mohon tunggu...
Kadek BayuDarma
Kadek BayuDarma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Selamat Membaca

Kritik dan Saran membangun sangat kami harapkan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apa Benar Ngaben Itu Sangat Boros?

15 Desember 2021   14:39 Diperbarui: 15 Desember 2021   15:51 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

APAKAH BENAR NGABEN ITU SANGAT BOROS ?  

 
Suasana sunyi di tengah keramaian dan seketika hati terasa sesak tanpa sadar air mata jatuh membasahi wajah, isak tangis sanak saudara dimana-mana hal itulah yang dirasakan ketika ditinggalkan oleh orang yang kita sayangi. Namun di satu sisi roh orang yang meninggal telah terangkat ke alam sunia dimana ia telah menyelesaikan pertempurannya di dunia dan terbebas dari ikatan duniawi. Pada hari itu juga para warga akan mempersiapkan sarana untuk upacara pengabenan. Ngaben merupakan upacara pembakaran atu pengabuan jenazah bagi umat Hindu Bali, upacara ini dilaksanakan sebagai media untuk mengembalikan roh orang yang telah meninggal ke tempat asalnya.

Selain upacara pengaben, umat Hindu Bali juga mengenal upacara kematian yang disebut dengan “Mekingsan Ring Gni”. Walaupun sama-sama membakar jenazah, kedua upacara ini memiliki sebuah perbedaan satu dengan yang lainnya.

Upacara mekinsan ring gni ini diawali dengan memandikan jenazah yang dipimpin seorang pemangku (pendeta dalam agama Hindu) diikuti seluruh sanak saudara  dari orang yang meninggal setelah selesai dimandikan dan dirias, jenazah dibungkus dengan kain kafan dan tikar yang berisi kajang atau rerajahan. Setelah dibungkus, anggota keluarga atau kerabat meletakkan sejumlah uang serta kwangen yang berisi uang di atas jenazah sebagai simbol bekal roh di alam sana.

Selesai dimasukkan ke dalam peti mati, jenazah orangyang meninggal akan diarak warga ke kuburan dalam masyarakat Bali disebut dengan “setra”.Setelah diarak, bade atau tempat jenazah tiba di kuburan desa. Peti jenazah kemudian digotong keliling kuburan sebanyak tiga kali sebelum mulai upacara pembakaran. Setelah didoakan pendeta Hindu dan diupacarai dengan sesajen sederhana, peti jenazah pun mulai dibakar. Selain itu sarana berupa peti mati, bade atau wadah jenazah juga ikut dibakar atau di pralina.

Pada upacara mekingsan ring gni, umat Hindu Bali mempercayai bahwa roh orang yang telah meninggal dititipkan sementara pada Dewa Brahma atau Dewa Api sebelum menjalani upacara selanjutny yaitu upacara pengabenan agar roh orang yang telah meninggal bisa menyatu dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, serta dipertemukan dengan leluhur yang telah mendahuluinya. Setelah dibakar, abu dan tulang orang yang meninggal selanjutnya akan dilarung atau dihanyutkan ke segara (laut). Sementara upacara ngaben akan digelar nanti bersama-sama dengan warga desa lain yang belum diaben.

Ada batas waktu dalam jenis upacara semacam ini yakni paling lambat satu tahun upacara ini harus dilakukan. Karena kalau dalam tempo yang sudah ditetapkan upacara ini tidak dilakukan maka tulang/ abu orang yang telah meninggal itu akan berbadan Bhuta Cuil dan rohnya dipercaya akan menemui kesengsaraan sehingga mengakibatkan keluarganya hidup menderita. Semua aturan ini terdapat dalam Lontar Tattwa Kepatian mengenai status roh/Atma.

dok.pri
dok.pri

Banyak orang menyebutkan bahwa upacara itu sangat boros, bagaimanakah menurut anda ngaben itu ? apakah perlu dilakukan? Sebenarnya umat Hindu telah dibekali dengan pengetahuan yang begitu banyak melalui para Maharsi terdahulu sebagai penerima wahyu dari Tuhan agar disabdakan atau disampaikan kepada umat-Nya. Dapat kita ambil dari pengertian Yadnya yaitu korban suci tulus ikhlas, upacara pengabenaan ini tergolong kedalam panca yadnya yaitu bagian pitra yadnya dan landasan orang yang beryadnya ialah tulus ikhlas tanpa pamrih, jangan sampai tujuan kita beryadnya untuk melunasi hutang atau rna malah menjadi timbulnya hutang baru sebab tersugesti oleh perkata orang sekitar yang kadang mengatakan “jika tidak seperti ini maka roh yang meninggal tidak akan mendapatkan surga” maka dari itu pentingnya sebuuah pengetahuan dan dalam ajaran Hindu tidak hanya membahas tentang upakara saja namun perlu adanya pedalaman filsafat seperti yang tertuang dalam tri kerangka dasar umat hindu yaitu Filsafat, Etika, Ritual.
 Disini bagian yang sangat kurang yaitu Filsafat yang merupakan pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab , asas-asas hukum dan sebagaianya daripada segala yang ada di alam semseta ataupun kebenaranya sudah diakui, jadi dapat dilihat jika orang-orang yang tidak tahu akan dengan mudah percaya jikalaupun ia melontarkan pertanyaan pastilah dijawabnnya “nak mula keto” yang berarti emang gitu, jika pelajari lebih dalam pastilah akan menemukan jawaban namun beberapa masyarakat kadang mengatakan “sing dadi ngawag-ngawag melajahin ne keto” atau tidak boleh sembarangan mempelajari hal itu dan kalimat inilah yang membuat orang yang ingin belajar merasa takut mencoba untuk menelusuri lebih dalam karena terlalu tengetange (angker) maka dari itu perlu adanya perubahan pola pikir agar antara pengetahuan, dan upakara seimbang jadi jika ada dari umat lain yang bertanya umat Hindu mampu menjawab.


Dalam ajaran Tri Pramana yang memuat tentang tiga cara untuk memperoleh pengetahuan mengatakan bahwa bagian Agama Pramana yaitu suatu ukuran atau acuan yang dipakai untuk mengetahui  dan meyakini sesuatu dengan mempercayai sabda-sabda kitab suci. Jadi disini  kita menjalankan yadnya berdasarkan tuntunan dari sastra agama. Dan dari bagian yang kedua yaitu Anumana Pramana adalah cara untuk untuk mengetahui sesuatu dengan perhitungan yang logis berdasarkan tanda-tanda yang diamati. Jadi kita menjalankan yadnya berdasarkan kajian logika atau menelaah. Dan bagian yang ketiga  yaitu Pratyaksa pramana kita  melihat atau terjun langsung ke lapangan dan melakukan pendalaman secara nyata bagaimana keadaan dan kondisinya seperti apa.

Seperti pertanyaan diatas “upacara ngaben terkesan boros” itu tidak benar karena dalam menjalankan upacara yadnya terdapat kwantitasnya dan dibagi menjadi tiga yaitu
1.Nista
2.Madya
3.Utama

dok.pri
dok.pri

Menurut kuantitas kita dapat memilih tingkat yang Nista pada bagian nistaning nista dan bukan berarti rendahan, murahan, serta hina namun yang dimaksud adalah nista sane mautama, kecil tapi tidak mengurangi makna dari upacara tersebut. Kita ambil contoh "Ibu Luh Gede akan melaksanakan upacara pengabenan Ayahnya, sedang Ibu Luh Gede adalah orang yang tidak mampu, namun karena omongan tetangga yang melebih-lebihkan tentang pengabenan, "jika upacaranya kecil maka roh bapaknya tidak akan terima di sisi Tuhan dan akan mendapat Neraka" lalu Ibu Luh Gede pun tersugesti dan akhirnya meminjam uang di LPD sebesar 50jt untuk membiayai upacara pengabenan Ayahnya, namun setelah itu Ibu Luh Gede terlilit tagihan LPD, niat ingin membayar Rna atau hutang anak kepada orang tua, malah berujung membuat hutang baru." Maka dari itu perlu adanya pemahaman tentang ajaran Agama agar kedepannya umat tidak  tersesat dan menganggap bahwa beryadnya itu harus, besar dan megah yang ujung-ujungnya membuat Sang Yajaman (pelaksanaan Yadnya) menderita dari sinilah orang-orang menganggap bahwa pengabenan itu sangat boros, selain kurangnya pemahaman banyak juga dari Sulinggih (pendeta)  yang habis muput upacara Yadnya sehabis dapat sesari langsung budal (pulang) dan tidak memberikan pencerahan setidaknya sedikit Dharma wacana makna dari upacara yang beliau pimpin. Selain itu ada saja cemo'oh dari umat kepada sang Sadaka (Sulinggih) sebab itu pula yang menyebabkan beliau jarang Berdharma wacana namun yang namanya Sulinggih adalah orang yang sudah diberikan tempat terbaik "su" artinya baik "linggih" artinya tempat atau kedudukan, sudah barang pasti untuk menjadi seorang Sulinggih sangat sulit dan harus melewati beberapa tahapan dari Brahmacari (belajar) Grahasta (berumahtangga) lalu Bhiksuka (Penyucian diri) sudah pasti apa yang beliau sampaikan kepada umat berdasarkan sumber sastra yang kebenarannya diakui.

Kembali ke Ngaben. Apakah ngaben itu perlu dilakukan ? Jawabnya adalah Perlu dan Harus  sebab kita selaku umat Hindu Bali sendiri mempercayai bahwa upacara pengabenan adalah upacara yang tepat untuk menghantarkan roh orang yang telah meninggal ke alam sunia, dan upacara pengabenan juga bertujuan untuk menyatukan stula sarira (badan kasar) orang yang telah meninggal ke unsur Panca Maha Bhuta yaitu Pertiwi dari tanah kembali ke tanah, Apah dari air kembali ke air, Teja dari api kembali ke api, Bayu dari udara kembali ke udara dan Akasa yaitu dari angkasa kembali ke angkasa. Selain itu upacara pengabenan juga bermakna sebagai upacara membayar hutang atau rna. Dari semenjak manusia lahir ia sudah di bekali dengan yang namanya Tri Rna yaitu tiga hutang yang wajib dibayar dan menjadi cikal-bakal terciptanya Panca Yadnya yang meliputi :

1. Dewa Rna melahirkan Dewa Yadnya dan Bhuta Yadnya.

2. Rsi Rna melahirkan Rsi Yadnya.

3. Manusa Rna melahirkan Manusa Yadnya dan Pitra Yadnya.

Maka dari itu pengabenan itu wajib dilakukan bagi umat Hindu Bali guna membayar hutang kepada Ida Sanghyang Widhi dan Leluhur selain itu upacara ini adalah wujud sradha bhati kita kepada-Nya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun