MEMBAHAS terorisme selalu sedap, nikmat, dan mungkin up to date. Kenapa ? sebab, membahas teroris kita membahas seluruh elmen. Yakni agama dan pemerintah. Tulisan ini akan menjauhi pembahasan epestimologi terorisme, pola terminologi, dll. Sebab itu tugas akademisi, bukan tugas saya. Saya sedikit akan memberikan analis secara terukur. Tulisan ini tentuya harus dikemas se professional mungkin, agar tidak termasuk dalam katagori makar. Kita merdeka, dengan kemerdekaan yang terikat.
Ingatkan kejadian bom di Surabaya beberapa waktu lalu, ada yang berkomentar "Ah, itu bom di Surabaya hanya hoax", taukah sorenya orang tesebut dimana ? ditangkap oleh pemerintah. Atau misalnya guru PNS yang sampai sekarang masih diadili, karena menyebut demikian. Sedemikian ngerinya negeri kita, sampai polapikir dibatasi. Ataukah memang benar, pemerintah yang memutuskan siapa yang masuk surga dan siapa yang masuk neraka, dengan terbitnya rekomendasi 200 ulama. Dungu.
Bulan ini, bulan-bulanannya teroris, khususnya agama radikal. Saya tidak spesifik, dengan menyebut Islam radikal, sebab semua agama "memungkinkan" untuk radikal, tapi semua agama mengajarkan nilai luhur (damai). Â Surabaya menjadi babun bagi mereka (bomber) yang ingin masuk surga, dan tergesa menemui bidadari, mungkin kita sebut saja, syuhada' (kata mereka). Tapi semua sepakat, syuhada' tidak didapatkan dengan cara keji alias membunuh mansia yang tak bersalah.
 Bukankah, kita hidup untuk tuhan? jangan dibalik, berat. Mereka punya keyakinan, dan kita punya keyakinan dalam menegakan kebenaran, dan menghancurkan ke-thagutan. Hanya saja, polanya yang berbeda. Mereka ekstrimis, kita moderat. Dua ideologi itu tidak mungkin menyatu, apalagi diaplikasikan dalam pemerintahan. Bulshit.
Bulan ini, seakan mengajarkan bagi kita, bahwa kita kurang waspada, pemerintah kecolongan, dan semua elmen dirugikan. Tangis darah bercucuran, anak dibawah umur menjadi kekejaman brain wash najis dari orang tuanya. Harusnya, mereka lagi asik mandi bola, main petak umpet, dan lain sebagainya, justru mereka bermain dengan bara api yang mencabik-cabik isi perutnya. Orang tua macam apa ini? Tak ada dalil naql/aql yang mengesahkan cara seperti ini, justru mengutuknya.
Bukankah semua agama mengajarkan kebaikan? Tak ada satupun agama yang menyajikan keserakahan, kelicikan, dan kemunafikan. Kecuali pemeluk agamanya sendiri. Tak dianjurkan menyalahkan agama, dalam satu insiden.
Siapa yang terlibat ?
Tulisan ini sengaja tidak memuat  unsur alquran dan alhadis, sebab terlalu mulia kalau hanya menyelesaikan soal babat seperti ini. Saya katakan soal babat, sebab terorisme tak ada bedanya dengan masakan babat, grand desgin-nya selalu stagnan. Begitu pula dengan polanya.
Membahas siapa yang terlibat, kita harus hati-hati. Terorisme mengandung jurus Rangkah Gunung, membunuh dengan cara mengenaskan tapi tidak diketahui siapa engenering-nya alias otak listriknya. Sebenarnya, gampang saja membumi hanguskan teroris, cukup temukan otaknya, lalu titip di Pondok Gontor. Selesai masalah.Â
Mengapa pondok? Sebab jika ia diamankan di penjara ia hanya menjadi virus atau patologi di lingkungan tersebut tanpa kontrol. Mereka bebas memberikan nasihat, cuci otak atau dan cuci baja. Masih ingat Aman Abdurrahman ? yang digadang-gadang menjadi pemicu terjadinya kerusuhan Mako Brimob ? mari berpikir bersama.
Pembuat hoax terpopuler adalah pemeritah, kata Rocky Gerung. Pemerintah punya segalanya, BIN, Densus, Denjaka, akademisi, dan prajurit terlatih lainnya. Mengapa hanya untuk membumihanguskan JAD/JAT yang hanya sebutir babat, butuh nyawa yang harus melayang??.