Habib Rizieq; Habib ku
Tulisan ini saya tulis dalam diksi yang sederhana, agar merakyat. Sengaja menghindari kata-kata ilmiah, Â bukan karena apa, tapi memang tidak tau kata-kata ilmiah. Hehe. Satu lagi, do'i, katanya sudah mau pulang. Â Berbahagialah, tapi saya belum. Tidak tau, kalau satu abad lagi. Cak Dilan, 2018.
AKU tidak pernah mengkultus 'nama', dan perbuatan yang telah diperbuat. Â Sebab, kita manusia; bisa khilaf dan ada nafsu yang bersemayam; yang cinta, tetaplah cinta.
Prolog
OKE, Habibana Habib Rizieq, babak belur usai isu negative(porn) menyangkut dirinya. Tak tanggung, ia ke Makkah beberapa bulan lamanya, sampai saat ini. Indonesia dibuat pusing dengan adanya kasus tersebut, bahkan dalam data pencarian Google 2017, Habib Rizieq berada dideretan nomer dua setelah Ahok. Sepak terjangnya dalam agama-politik, cukup menuai respon positif dari masyarakat Indonesia.
Habib Rizieq pernah teralianasi, usai pertikaian yang terjadi di Jogjakarta beberapa tahun lalu, tepatnya demonstrasi melawan organisasi terlarang (Ahmadiyah-Qadian). Semenjak itu, Rizieq "serasa" tak pantas dianggap menjadi public figure, Â kekesaran masyarakat memuncak usai dia memaki-maki Abdur- Rahman Wahid (Gus-Dur), cucu pendiri NU, dan mantan Presiden RI. Ia menyebutkan secara live, Gus-Dur buta-mata dan hatinya. Sial.
Itu hanya kisah, yang tak perlu diorientasikan kembali. Sekarang saatnya , kita membahas yang syur saat ini; kapan Rizieq pulang? Itu saja. Saya bagian dari orang awam, bisa men-judge, bahwa Rizieq-lah yang salah, sebab tak laki menghadapi masalah. Tak layak memang, jika dibandingkan dengan Ahok, yang secara jantan menghadapi kasus tersebut-tanpa pilih tanding, hingga berakhir dibalik jeruji besi. Â Itu hanya kesimpulan, dari awam yang tak maksum dari dosa, belum faham soal hukum, dan belum bisa menganalisis tendensius-politik Habib Rizieq. Jangan cawe-cawe dalam politik, jika tak punya nafas dua, kata teman saya yang mau mencoba menjadi politikus.
Habib dan Umat
ENGGA ada kiai, ulama, seheboh Habib Rizieq sebagai penutup tahun 2017. Rizieq menang telak. Tak heran, Rizieq didaulat sebagai Imam Besar Islam di Indonesia, sesuai kesepakatan kubu mereka (entah quorum atau tidak). Yang jelas sudah ketok palu, dan ujaran  selamat, sudah menebar dimana-mana, utamanya di Madura. Saya belum tau, sejak kapan pola pikir kaum Madura ber-afiliasi ke Habib Rizieq.
Yang santer saat ini, adalah pengakuan Eks Bakal Calon Gubernur Jawa Timur, La Nyalla Matalitti dari Partai Gerindra (PG). Perdebatan panjang mahar poitik menjurus pada demontrasi lillah atau demo 212, yang dihelat tahun lalu. Bukan main, demo tersebut setidaknya mengembalikan memori pada kisah 1998. Bedanya, demo ini terstruktur dan anti kekerasan. Positifnya, demonstrasi yang dipunggawai oleh Rizieq dan Arifin Ilham mempunyai nilai putih tersendiri, yakni; demonstrasi sejuk. Sudah-lah, tak baik membahas insiden yang telah menjadi debu. Baiknya, ambil pelajaran yang bisa terhimpun darinya. Misal bagaimana mengakulturasi kaum sejagad raya, bisa diatur dan penurut. Itu saja.
Habib dan umat. Habib mendapatkan posisi yang paling 'ngeh' dihati masyarakat. Sebab, itu "sebagian" raga umat buat dia. Atau dalam bahasa lainnya, umat cukup  mengagungkan namanya. Bahkan, rela mati (konon, syahid).