Mohon tunggu...
Kacong Tarbuka
Kacong Tarbuka Mohon Tunggu... Media -

Hidup di tengah masyarakat agamis-kontekstualis membuat saya harus banyak belajar pada realitas. Terlalu banyak orang yang gampang mengkafirkan sesama, dan jarang orang yang bisa mengakui kesalahan, khususnya dalam perjalanan beragama. Mencari ketenangan dengan menulis, berkarya, serta mengangkat ketimpangan sosial menjadi bermartabat. Salam

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

FK Marak: Dokter Muda “Semakin” Tak Berkualitas?

26 Juni 2016   08:14 Diperbarui: 26 Juni 2016   09:09 971
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan kedokteran harus berkualitas kerena berkaitan dengan pembangunan bangsa utamanya dalam kesehatan. Pemerintah jangan hanya memberikan izin atas didirikannya FK, tetapi ikut memberi sumbansih pemikiran mengenai pendistribusiannya. “Sampai sata ini, pemerintah tidak menjelaskan secara rinci, kenapa FK dibuka kembali, kalau alasannya hanya masalah rasio pernah tidak pemerintah ikut memperhatikan distribusi dokter umum atau dokter spesialis pasca dicabutnya intruksi presiden (inpres)? Pemerintah terlalu terburu-buru,” jelas dia.

Dulu, dia melanjutkan, untuk menjadi dokter tidak harus dengan uji kompetensi. Sekarang, setiap lulusan FK yang ingin menjadi dokter, harus melamar dan kemudian melakukan uji kompetensi. Celakanya, ketika ada salah satu mahasiswa yang tidak lulus ujian kompetensi, tidak putus-asa untuk mendaftar bahkan dengan cara yang tidak elok. “Kenapa ada ujian ? itu dampak dari maraknya FK sementara pemerintah tidak intervensi dalam pemerataan distribusinya,” kata dia.

Pemerintah harus mempunyai terobosan baru untuk menyelesaikan problem menumpuknya sarjana kedokteran di kota kota besar. Misalnya, menentukan kembali tingkat pelayanan dokter kepada masyarakat. “Misalnya tentukan satu dokter dengan tingkat rasio 1:2500 perbulannya. Dengan begitu, bisa mencegah masuknya dokter-dokter baru di kota-kota besar mengingat jumlah dokter dan masyarakat sudah mencukupi. Masalahnya, sampai saat ini belum ditetapkan seperti itu dan berdampak pada membludaknya dokter di kota-kota besar, sementara di kota kecil tidak terpenuhi,” jelasnya.

Industri Kesehatan

Tidak dapat dipungkiri, masuk di dunia FK memang mebutuhkan biaya yang sangat mahal. Dengan tingkat kemahalan tersebut ada sebagian universitas yang mengambil keuntungan dari FK tersebut, seperti untuk membantu prodi-prodi yang lainnya dan juga ada sebagian mahasiswa yang ingin mengembalikan biaya kuliahnya tersebut. “Saat ini, perguruan tinggi berlomba-lomba untuk mendirikan FK tentunya ia melihat potesi industri dan minat mahasiswanya,” katanya.

Permasalahan tersebut, kata dia, menjadi salah satu indikator tidak komptennya dokter di Indonesia. kampus mejadikan FK sebagai industri kesehatan, sementara mahasiswa kedokteran harus mengembalikan biaya yang telah di keluarkan selama pendidikan. “Ini kacau,” tegas dia.

Belajar dari pengalaman kerapnya mahasiswa gagal lulus uji kompetensi, Konsil Kedokteran Indonesia bersama stakeholder-nya menyepakati dua cara. Pertama, perbaikan mutu di institusi pendidikan kedokteran, sehingga dapat menghasilkan dokter yang kompeten dan profesional. Kedua, moratorium terhadap pembukaan FK.

Ia berharap, agar pemerintah turut memikirkan pola distribusi sarjana kedokteran, jangan hanya membuka FK baru dengan alasan tingkat rasio dokter dan masyarakat masih kurang. Pendidikan kedokteran merupakan profesi luhur dan bermatabat yang harus jauh dari praktik amoral seperti yang terjadi belakangan ini. “Reformasi pendidikan kedokteran itu sangat penting dalam rangka melayani kesehatan masyarakat,” pungkas dia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun